Hikmawan Firdaus | e. kusuma .n
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (Suara.com)
e. kusuma .n

Kabar terbaru soal aturan pajak penghasilan jadi perbincangan hangat di kalangan netizen. Dalam unggahan salah satu akun media sosial Instagram @kementerian_kurangajar, mencuat narasi bahwa pemerintah berencana menghapus pajak penghasilan bagi kalangan tertentu.

Wacana ini tampaknya dimunculkan sebagai upaya pemerintah untuk meringankan beban pekerja menengah ke bawah. Harapannya, pekerja bisa hidup lebih layak di tengah fakta biaya hidup yang semakin tinggi, terutama di kota besar.

Namun, di sisi lain kebijakan ini juga memicu reaksi yang beragam dari netizen. Ada yang menyambut dengan bahagia karena bisa membawa pulang gaji penuh, tapi ada pula yang malah curiga kalau-kalau kebijakan ini menyimpan agenda tertentu di baliknya.

Bebas Pajak Bagi Pekerja Gaji Under 10 Juta

Kementerian Keuangan menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025 tentang insentif pajak penghasilan. Dalam peraturan ini, pekerja dengan gaji di bawah Rp10 Juta per bulan di sektor industri tertentu (tekstil, alas kaki, furnitur, kulit) akan mendapatkan insentif berupa PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP).

Artinya, gaji yang diterima pekerja dari sektor tersebut tidak lagi mendapat potongan PPh 21 sehingga penghasilan take home pay otomatis lebih besar dibanding sebelumnya.

Jika kebijakan ini benar-benar dijalankan, pekerja dengan gaji di bawah Rp10 Juta tidak perlu lagi membayar PPh yang rutin dipotong setiap bulannya. Selisih gaji tanpa minus PPh pun bisa dialokasikan untuk untuk kebutuhan sehari-hari, tabungan, atau investasi pribadi.

Reaksi Netizen: Senang tapi Curiga

Seperti biasa, netizen punya komentar yang penuh warna. Sebagian besar mengaku senang karena gaji bulanan mereka tidak akan dipotong pajak lagi. Namun, tidak sedikit pula yang justru jadi curiga dengan kebijakan pemerintah tersebut.

Netizen khawatir, pembebasan pajak ini hanyalah “umpan” demi mempersiapkan agenda politik atau ada rencana lain pemerintah di balik layar.

“Saking banyak berita buruk pas ada good news malah jadi suudzon,” tulis salah satu netizen di kolom komentar.

“saking terbiasanya didzolimi dari dulu sama geng solo sampe2 ga nyangka skrg ada kebijakan kek gini, antara ga nyangka dan curiga,” balas yang lain senada.

“Beneran? Kayak gak tau pemerintah aja,” timpal netizen lainnya yang masih meragukan niat pemerintah sebenarnya.

“Pak purbaya adalaha buah dari keringat dan airmata para pendemo kita kemarin. Ga pernah skip kalo yg fyp pak menkeu ini,” komen netizen lain memuji Menteri Keuangan yang baru.

Antara Bahagia dan Curiga, Fenomena Apa?

Fenomena “antara bahagia dan curiga” yang dirasakan netizen mencerminkan dinamika hubungan masyarakat dengan kebijakan pemerintah. Di satu sisi, publik merasa senang karena gajinya bebas potongan pajak.

Namun, di sisi lain, masyarakat yang semakin kritis terhadap kebijakan memiliki sudut pandang lain yang lebih waspada karena kebijakan pro rakyat ini dianggap terlalu indah untuk dipercaya.

Komentar-komentar netizen jadi bukti bahwa kebijakan positif pemerintah juga jadi gambaran keresahan bahwa “hadiah” yang diberikan berpotensi jadi “beban” yang mungkin saja bakal ditanggung di masa mendatang.

Potensi Tantangan dan Risiko

Dari kebijakan pro rakyat terkait bebas PPh untuk sektor tertentu ini, ada potensi tantangan dan risiko besar yang juga harus diperhatikan. Di satu sisi, negara dipastikan bakal kehilangan sebagian penerimaan dari pajak.

Fakta ini berpotensi mendorong pemerintah membuat kebijakan lain untuk kekurangan itu tersebut. Bisa jadi akan ada kebijakan kenaikan pajak di sektor lain, seperti PPN barang dan jasa hingga pungutan PPh untuk kalangan pekerja menengah ke atas.

Kemungkinan ini bisa saja dijalankan pemerintah demi menutup defisit APBN andai gagal menemukan sumber pemasukan alternatif. Andai arahnya menuju pada kenaikan PPN barang dan jasa, tentu dampaknya juga akan kembali ke rakyat ‘kelas bawah’.

Jadi, tidak salah kalau kebijakan ini memicu kewaspadaan publik yang menaruh curiga pada agenda pemerintah ke depannya. Gimana menurut kamu?