Masih sering kita mendengar kalimat, “Untuk apa perempuan sekolah tinggi-tinggi? Nanti ujung-ujungnya juga masak di dapur.”
Kalimat sederhana yang seolah biasa, tapi tanpa sadar telah membatasi langkah banyak perempuan. Seolah peran mereka hanya sebatas di balik pintu rumah, bukan di ruang-ruang ilmu dan karya.
Padahal, perempuan yang berilmu tidak hanya membentuk dirinya sendiri, tapi juga membentuk dunia di sekitarnya. Dari kasih, doa, dan pengetahuannya, lahir anak-anak yang berani bermimpi dan tumbuh menjadi generasi yang lebih baik.
Sebab setiap perempuan yang belajar, sesungguhnya sedang menyiapkan masa depan yang lebih terang bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk mereka yang akan datang setelahnya.
Perempuan Berilmu, Fondasi untuk Generasi yang Tumbuh
Dalam sebuah unggahan di akun Instagram pribadinya, @ilmannafi.id, pada Senin (13/10/2025), konten kreator, Ilman Nafi, membagikan kisah tentang ibunya. Dari ibunya, Ilman sadar bahwa perempuan berilmu bukan hanya untuk diri mereka sendiri. Karena setiap ilmu yang mereka miliki, akan menuntun anak-anaknya menatap dunia dengan harapan.
Ia mengungkapkan walaupun sang ibu bukan sosok dengan gelar tinggi, tapi menjadi “universitas kehidupan” yang mengajarkan banyak hal tentang cinta, kesabaran, dan perjuangan.
Ibunya tak pernah memiliki banyak, tapi darinya Ilman belajar arti cukup yaitu cukup kasih, cukup doa, cukup hati, dan cukup cinta. Dengan segala keterbatasan, sang ibu tetap berusaha agar anaknya tumbuh dengan keyakinan dan keberanian.
“Seorang perempuan berilmu tidak hanya membesarkan seorang anak, dia juga membesarkan satu generasi,” tulisnya dalam keterangan foto.
Kisah itu menggambarkan betapa pentingnya ilmu seorang perempuan, bukan hanya dalam arti akademik, tetapi dalam kebijaksanaan yang ia tularkan.
Sebab ilmu seorang ibu tak berhenti di kepala, tapi mengalir lewat tangan yang membimbing, mata yang mengawasi, dan hati yang selalu mendoakan.
Ilmu yang Mengalir dari Kasih dan Keteladanan
Ilmu seorang perempuan sering kali tak terlihat, tapi terasa. Ia ada dalam cara seorang ibu berbicara dengan lembut ketika anaknya jatuh. Ia hidup dalam keteguhan perempuan yang terus berjuang di tengah keadaan sulit, dan tumbuh dalam setiap doa yang tak pernah terucap keras.
Perempuan yang berilmu tidak hanya pandai berbicara, tetapi juga pandai menanamkan nilai. Ia tahu kapan harus menguatkan, kapan harus diam, dan kapan harus melepaskan. Ilmunya bukan hanya dari buku, tapi dari kehidupan, dari luka, kegigihan, dan cinta yang ia bawa setiap hari.
Dari sanalah lahir generasi yang tidak hanya cerdas secara pengetahuan, tapi juga hangat secara perasaan. Generasi yang berani bermimpi besar, tapi tetap tahu caranya bersyukur dan berbuat baik.
Sudah saatnya pandangan lama tentang “dapur, sumur, kasur” ditinggalkan. Perempuan berhak belajar, berhak bermimpi, dan berhak melangkah sejauh mungkin. Karena setiap langkah yang mereka ambil hari ini akan membuka jalan untuk anak-anak di masa depan.
Tak apa perempuan menuntut ilmu setinggi langit. Tak apa perempuan bermimpi sebesar bumi. Karena dari perempuan yang berilmu, lahir anak-anak yang berani bermimpi dan dari tangan-tangan mereka, dunia perlahan ikut bertumbuh.
Tag
Baca Juga
-
Mangrove Sketch and Write, Merawat Pesisir Baros Lewat Aksi dan Karya
-
Winter Festival JEYC Jadi Ruang Belajar Holistik bagi Tumbuh Kembang Anak
-
Beli Saham di Usia 15 Tahun, Timothy Ronald Jadikan Investasi Self Reward
-
Belajar dari Konsep Ikigai: Cara Menemukan Makna dan Kebahagiaan Hidup
-
Raditya Dika Ungkap Hal Tak Biasa Sang Istri Saat Kelola Uang: Apa Itu?
Artikel Terkait
-
Merespons Anak yang Malas Sekolah Tanpa Marah, Mama Ini Beri Reaksi Cerdas
-
Satu dari Tiga Pemimpin Bisnis Global Adalah Perempuan, Tapi Modal Masih Jadi Kendala
-
Purbaya Dipuji Humble Usai Jawab dengan Serius Pertanyaan Receh Anak SMA Soal Cara Ngatur Uang
-
Stop Boros Beli Makan Siang! Ini Panduan Meal Prep Anti-Ribet buat Anak Kantoran
-
Sarwendah Berkaca-kaca, Thania Gambar Keluarga Utuh dan Beri Panggilan Gio 'Daddy'
Kolom
-
Dari Warisan Kolonial ke Kota Sporadis: Mengurai Akar Banjir Malang
-
Jejak Ketangguhan di Pesisir dan Resiliensi yang Tak Pernah Padam
-
Mengapa Widji Thukul Terasa Asing bagi Generasi Hari Ini?
-
Second Child Syndrome: Mengapa Anak Kedua Kerap Dianggap Lebih Pemberontak?
-
Dari Pesisir Belitung, Lahir Harapan Baru untuk Laut yang Lebih Baik
Terkini
-
4 Serum Cica Rp40 Ribuan, Solusi Atasi Jerawat dan Kulit Kemerahan
-
Capek setelah Interaksi Sosial: Tanda Social Fatigue yang Sering Diabaikan
-
4 Zodiak yang Masuk Era Antagonis, Mulai Menjalani Hidup untuk Diri Sendiri
-
Mangrove Sketch and Write, Merawat Pesisir Baros Lewat Aksi dan Karya
-
Marsha Aruan Dikira Mualaf, Nama sang Mantan Kembali Terseret