Lintang Siltya Utami | Ryan Farizzal
Ilustrasi foto untuk mencintai diri sendiri (unsplash.com/Giulia Bertelli)
Ryan Farizzal

Di era digital saat ini, bullying tidak lagi hanya terjadi di halaman sekolah atau gang belakang rumah. Bullying kini merambah ke layar ponsel, kolom komentar, dan direct message. Kata-kata kasar, ejekan tubuh, hinaan prestasi, hingga serangan terhadap identitas seseorang bisa datang kapan saja, dari siapa saja—bahkan dari orang yang tidak kita kenal secara langsung. Dampaknya nyata: rasa percaya diri hancur, kecemasan meningkat, bahkan depresi dan pikiran untuk mengakhiri hidup bisa muncul. Namun, di tengah gelombang bullying yang semakin masif, ada satu senjata paling ampuh yang sering kita abaikan: self-love.

Self-love bukan sekadar tren Instagram dengan quote manis atau foto selfie bertuliskan “I love myself”. Self-love adalah tindakan nyata menerima diri apa adanya, menghargai kelebihan sekaligus kekurangan, dan melindungi diri dari suara-suara yang berusaha merendahkan nilai kita.

Ketika seseorang benar-benar mencintai dirinya sendiri, kata-kata pelaku bullying kehilangan daya pukulnya. Mengapa? Karena nilai diri kita tidak lagi ditentukan oleh pendapat orang lain, melainkan oleh bagaimana kita memandang diri sendiri.

Remaja dengan tingkat self-esteem dan self-compassion yang tinggi cenderung lebih tahan terhadap dampak emosional bullying. Mereka tetap bisa merasa sedih atau marah—itu wajar—tetapi mereka tidak larut dalam rasa malu atau merasa “memang pantas” dihina. Mereka tahu: “Ini bukan tentang aku yang salah, ini tentang pelaku yang sedang memproyeksikan insecurity-nya.”

Membangun self-love memang tidak instan. Ini adalah latihan sehari-hari. Mulailah dengan hal kecil, seperti:

  • Berhenti membandingkan diri dengan orang lain di media sosial. Ingat, apa yang kita lihat hanyalah highlight reel, bukan real life.
  • Tulis tiga hal yang kamu syukuri dari dirimu sendiri setiap malam. Bisa fisik, kepribadian, atau pencapaian kecil.
  • Gunakan afirmasi positif yang terasa autentik, bukan sekadar kopi paste. Contoh: “Aku cukup berharga apa adanya” jauh lebih powerful daripada “Aku sempurna”.
  • Kelilingi diri dengan orang-orang yang mendukung dan menghargai kamu (support system yang sehat adalah bahan bakar self-love).

Akan tetapi, self-love bukan berarti kita diam saja saat dibully. Melawan bullying tetap penting—baik dengan melaporkan, memblokir, atau mencari bantuan profesional. Yang berubah adalah cara kita bereaksi secara batin. Dengan self-love yang kuat, kita bisa mengatakan “blokir” tanpa merasa kalah, bisa melapor tanpa merasa lemah, dan bisa bercerita tanpa merasa malu.

Di Indonesia, gerakan anti-bullying semakin menggelora. Salah satu komunitas yang aktif mengampanyekan pentingnya ruang aman untuk berbagi cerita adalah Yoursay SafeSpace. Melalui platform Yoursay SafeSpace, korban bullying mendapatkan tempat untuk bersuara tanpa takut dihakimi. Di sini, mereka tidak hanya didengar, tapi juga diyakinkan bahwa apa yang mereka rasakan valid dan mereka tidak sendirian.

Lebih luas lagi, kampanye YoursayAntiBullying terus mengedukasi masyarakat bahwa bullying bukan “biasa” atau “bagian dari masa kecil”. Bullying adalah kekerasan emosional yang meninggalkan luka jangka panjang. YoursayAntiBullying mengajak kita semua—baik korban, saksi, maupun pelaku yang ingin berubah—untuk bersama-sama menciptakan lingkungan yang lebih empati dan aman.

Self-love dan gerakan anti-bullying adalah dua sisi mata uang yang sama. Ketika kita mencintai diri sendiri, kita jadi lebih berani speak up. Dan ketika banyak orang berani speak up, bullying akan kehilangan tempat untuk bersembunyi. Kata-kata penghina mungkin masih akan datang—karena kita tidak bisa mengontrol mulut orang lain—tapi dengan tameng self-love yang tebal, kata-kata itu hanya akan mental ke tanah, tidak lagi menusuk hati.

Jadi, mulai hari ini, berjanjilah pada dirimu sendiri: “Aku akan melindungimu.” Karena pada akhirnya, orang yang paling bertanggung jawab atas kebahagiaan dan harga dirimu adalah dirimu sendiri. Dan saat kamu sudah bisa menjadi “rumah aman” bagi dirimu sendiri, tidak ada bullying di dunia ini yang bisa meruntuhkanmu.