Bagi sebagian besar masyarakat pesisir di Indonesia, laut bukan sekadar pemandangan indah yang muncul di kartu pos. Laut adalah dapur, sekolah, ruang kerja, sekaligus ruang harapan. Di ratusan kampung pesisir, kehidupan ekonomi bertumpu hampir sepenuhnya pada satu hal: ikan.
Selama bertahun-tahun, pola ini terasa cukup aman karena laut dianggap murah hati, selalu memberi hasil bagi siapa saja yang datang dengan perahu kecil dan jaring sederhana. Namun, keyakinan bahwa laut akan selalu memberi itu justru menjadi jebakan yang kini mulai memperlihatkan dampaknya.
Ketika hasil tangkapan menurun, hidup sebuah kampung bisa langsung berantakan. Pagi yang biasanya ramai dengan perahu kembali, kini sering sunyi.
Ikan yang dulu datang berlimpah ke perairan dangkal bergerak semakin jauh akibat perubahan iklim dan rusaknya ekosistem. Sementara biaya melaut semakin tinggi, terutama harga bahan bakar yang tidak pernah stabil. Dampaknya sangat jelas pendapatan turun, kebutuhan tetap berjalan.
Ketergantungan pada satu sumber pendapatan membuat masyarakat pesisir berada pada posisi rentan. Tidak ada jaring pengaman lain. Tidak ada pilihan pekerjaan alternatif. Tidak ada ruang untuk menyesuaikan diri ketika laut berubah. Di banyak desa, pernyataan tidak ada ikan, tidak ada makan bukanlah kiasan melainkan kenyataan harian.
Inilah paradoks besar masyarakat pesisir hidup dari laut, tapi juga terjebak oleh laut yang semakin tidak bisa diprediksi.
Ketika Ketidakpastian Menjadi Rutinitas Rentannya Ekonomi Pesisir
Masalah terbesar dari ketergantungan ekonomi tunggal adalah kenyataan bahwa laut tidak pernah konsisten. Hari ini seseorang bisa membawa pulang satu kotak penuh hasil tangkapan, besok mereka bisa pulang dengan perahu kosong.
Pendapatan masyarakat pesisir sangat fluktuatif, tetapi kebutuhan hidup sama sekali tidak fleksibel. Anak tetap harus sekolah, listrik harus dibayar, bahan bakar harus dibeli. Ketika pendapatan turun drastis, hutang menjadi solusi yang mudah namun berbahaya.
Ketiadaan diversifikasi pekerjaan memperparah situasi ini. Di banyak kampung pesisir, peluang kerja selain menjadi nelayan sangat terbatas. Tidak ada industri kecil, tidak ada usaha kreatif yang didukung modal, tidak ada pelatihan keterampilan baru yang dapat menjadi alternatif. Bahkan pengolahan hasil laut yang seharusnya menjadi sektor potensial tidak berkembang karena akses modal dan teknologi minim.
Dalam kondisi seperti ini, setiap krisis cuaca, setiap badai, atau setiap kebijakan harga dapat mengguncang ekonomi satu kampung. Ketika gelombang tinggi membuat nelayan tidak bisa melaut selama seminggu, pendapatan hilang total. Ketika ikan semakin sulit ditemukan, nelayan harus melaut lebih jauh, menghabiskan lebih banyak bahan bakar, tetapi tidak selalu pulang dengan keuntungan.
Dan lebih ironis lagi, sementara masyarakat pesisir berjuang dengan ketidakpastian, sektor-sektor lain yang mengambil keuntungan dari laut pariwisata, industri besar, bahkan impor perikanan sering kali tidak memberikan dampak nyata bagi kesejahteraan warga pesisir. Mereka yang paling dekat dengan laut justru yang paling rentan oleh perubahan yang dihasilkan oleh kebijakan dan pasar.
Ketidakpastian ini berubah menjadi rutinitas, dan rutinitas ini lama-lama menjerat kehidupan masyarakat pesisir dalam lingkaran kemiskinan struktural yang sulit ditembus.
Membangun Jalan Keluar Masyarakat Pesisir Butuh Lebih dari Sekadar Harapan
Untuk keluar dari ketergantungan ekonomi yang melumpuhkan ini, masyarakat pesisir membutuhkan lebih dari sekadar ajakan beradaptasi atau meningkatkan kreativitas. Mereka butuh akses sesuatu yang selama ini kurang mereka dapatkan.
Akses terhadap pendidikan alternatif, pelatihan keterampilan, teknologi, dan bantuan modal yang benar-benar dapat digunakan, bukan sekadar program seremonial yang hanya terlihat baik di laporan pemerintah.
Di beberapa daerah pesisir, inisiatif kecil mulai muncul. Ada yang mencoba mendirikan usaha pengolahan ikan rumahan, membuat kerupuk ikan, abon, atau produk olahan lain yang bisa memperpanjang umur jual komoditas laut.
Ada pula yang merintis wisata edukasi pesisir untuk menambah pendapatan di luar melaut. Namun tanpa dukungan kebijakan yang kuat, semua usaha ini berjalan lambat dan tidak mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Selain itu, pendidikan menjadi kunci jangka panjang. Selama anak-anak pesisir tumbuh dengan keyakinan bahwa satu-satunya masa depan adalah melaut, maka lingkaran ketergantungan ekonomi tidak akan putus.
Padahal, keterampilan digital, wirausaha, dan teknologi perikanan modern dapat membuka peluang yang lebih luas. Namun akses terhadap pendidikan berkualitas dan pelatihan keterampilan masih sangat terbatas di banyak wilayah pesisir.
Masyarakat pesisir tidak membutuhkan belas kasihan. Mereka membutuhkan sistem yang memberi jalan keluar. Laut memang memberi kehidupan, tetapi kehidupan tidak boleh hanya bergantung pada satu sumber yang semakin rapuh.
Jika ekonomi pesisir ingin kuat, maka kita harus berhenti melihat masyarakat pesisir sebagai penjaga laut saja. Mereka adalah warga negara yang berhak memiliki masa depan yang beragam, bukan masa depan yang seluruhnya ditentukan oleh ombak. Karena hidup dari laut seharusnya menjadi kebanggaan, bukan bentuk keterjebakan yng membuat mereka tersandera oleh ketidakpastian.
Baca Juga
-
Bongkar Luka Bullying dan Pentingnya Safe Space Via Drama Korea 'Angry Mom'
-
Bullying Subur Karena Kita Tak Pernah Menciptakan Safe Space, Benarkah?
-
Stop! Bilang 'Cuma Bercanda', Lelucon Bisa Menjadi Trauma
-
Pantai Jadi Destinasi: Siapa yang Mendapat Untung, Siapa yang Tersisih?
-
Berani Melawan dan Bangga Pada Diri Sendiri
Artikel Terkait
Kolom
-
Workplace Bullying: Silent Treatment dan Pekerjaan Tidak Adil Dinormalisasi
-
Mengenal Cyber Mob: Ancaman Baru Kekerasan dalam Dunia Digital
-
Bikin Heboh Medsos, Ini Pelajaran Penting dari Drama Tumbler Hilang di KRL
-
Hentikan Korban 'Diam': Kritik atas Budaya yang Melanggengkan Bullying
-
Budaya Bahari Nusantara: Salah Satu Warisan Leluhur yang Ada di Tepi Laut
Terkini
-
Ulasan Novel Dirty Little Secret, Perjuangan Penebusan Cinta dari Masa Lalu
-
7 Tempat Wisata Alam Indah yang Tersembunyi di Pulau Jawa
-
Review Film Air Mata Mualaf: Perjalanan Iman yang Mengiris Hati
-
Sinopsis Tere Ishk Mein, Film India yang Dibintangi Dhanush dan Kriti Sanon
-
Review Film In Your Dreams: Serunya Petualangan Ajaib Menyusuri Alam Mimpi