Kata konstruksi sosial, pria adalah sosok tangguh yang memiliki fisik lebih kuat dan psikis lebih tangguh dari wanita. Pria memiliki stamina yang lebih besar sehingga pria harus bekerja lebih keras daripada wanita. Benarkah begitu?
Mungkin kebanyakan orang akan membenarkan pernyataan di atas. Namun, pada kenyataanya tidak demikian. Pemikiran yang sudah tertanam sejak dulu bahwa pria harus kuat, harus tangguh, dan lain sebagainya, kerap menjadi bahan acuan bagi orang-orang menilai para pria yang menurut mereka “berbeda” dan harus melulu superior dibanding wanita. Kondisi ini disebut sebagai maskulinitas toksik atau toxic masculinity.
Tak jarang, pria yang mengalami toxic masculinity turut menjadi korban dan merasa tertekan dengan konstruksi sosial bebal tersebut. Seperti misalnya akan dianggap aneh apabila pria tidak bisa bermain sepak bola, tidak bisa mengendarai sepeda motor, dan lain-lain. Padahal ketiga hal tersebut tidak ada sama sekali kaitannya dengan gender, apalagi maskulinitas.
Berikut 3 hal yang tetap boleh dilakukan pria tanpa menghilangkan sisi maskulinitasnya.
1. Pria boleh menangis
Mungkin kamu sering mendengar seseorang mengatakan bahwa pria tidak boleh menangis, atau barangkali kamu adalah satu dari sekian banyak orang yang mendapat perlakuan demikian. Banyak orang yang menilai bahwa pria harus tangguh dan tidak boleh menangis karena akan dianggap lemah.
Padahal kenyatannya, pria adalah manusia dan tetap sah-sah saja jika manusia meluapkan emosinya melalui tangisan atau air mata. Setiap manusia punya emosi, termasuk pria. Jadi, pria tetap boleh menangis jika mereka sedih. Perlu dipahami bahwa memendam atau manahan tangis akan berdampak buruk pada kesehatan mental.
2. Pria boleh mengeluh
Mengeluh adalah suatu hal yang lumrah. Nyaris semua orang pernah mengeluh selama hidup mereka. Mengeluh tidak membuat pria menjadi tidak maskulin atau terlihat lemah dan tidak berdaya.
Justru, mengeluh adalah bentuk protes dari dalam diri seseorang saat mereka tidak mencapai target yang diinginkan atau saat keadaan sekitar berada di luar kendali.
Mengeluh boleh dilakukan siapa saja, asalkan mereka memiliki keinginan untuk bangkit kembali dan tidak berlama-lama dalam keluhannya.
3. Pria boleh bergaul dengan wanita
Saat melihat pria bermain dengan wanita, mungkin keadaan tersebut sering menjadi bahan ejekan orang-orang, terlebih di kalangan pelajar.
Saat anak laki-laki lebih memilih untuk bermain atau nongkrong dengan perempuan, maka dia dicap bencong. Padahal, kenyataanya dia memiki hak untuk berteman dengan siapa saja dan bermain apa saja, termasuk barby-barbyan!. Tak ada yang salah dengan itu!
Setiap orang punya hak untuk menentukan mana yang baik untuk mereka, termasuk dalam hal memilih pertemanan atau mainannya.
Itulah 3 hal yang tetap boleh dilakukan pria tanpa mengurangi sisi maskulinitasnya. Untuk kamu yang sering mendapat perlakuan toxic masculinity, kamu harus memahami bahwa kamu tidak salah. Sebab, kebahagian dan cinta tidak memandang gender, status, bentuk, serta usia.
Tag
Baca Juga
-
Tuai Hujatan Karena Menang MCI, Pantaskah Belinda Diperlakukan Demikian?
-
Ulasan Novel Mata dan Rahasia Pulau Gapi, Kental dengan Nilai Sejarah dan Pengabdian
-
Ulasan Novel Rooftop Buddies, Pengidap Kanker yang Nyaris Bunuh Diri
-
Berkaca pada Kasus Bunuh Diri di Pekalongan, Dampak Buruk Gadget bagi Anak
-
Ulasan Novel Mata di Tanah Melus, Petualangan Ekstrem di Negeri Timur
Artikel Terkait
Lifestyle
-
4 Pelembab Witch Hazel Atasi Bruntusan dan Sebum pada Kulit Berminyak
-
Mau Beli iPad? Ini 7 Seri Paling Worth It Buat Kerja, Kuliah, dan Ngonten
-
Gaya Ngantor sampai Nongkrong, Intip 4 OOTD Versatile ala Kim Ji Hoon!
-
4 Serum dengan Tranexamic Acid untuk Kurangi Produksi Melanin, Bye Noda PIH
-
4 Brightening Serum Lokal dengan Glutathione untuk Efek Cerah Maksimal
Terkini
-
Sabrina Carpenter Bintangi dan Produksi Film Musikal Alice in Wonderland
-
Tunjuk Ivar Jenner Jadi Kapten, Indra Sjafri Pertimbangkan Banyak Hal?
-
Kembali Jebol Lewat Sundulan, Mengapa Tim yang Diasuh Indra Sjafri Lemah di Bola-Bola Atas?
-
Literasi dan Numerasi Menurun: Alarm Bahaya untuk Pendidikan Nasional?
-
Final Ketiga Beruntun, BL Gaungkan Nama Gregoria "Kumamoto" Mariska Tunjung