Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Tuan Typo
Sampul Buku Mata di Tanah Melus (DocPribadi/SonangAmbarita)

Pesawat kecil kami mendarat di negeri antah-berantah. Saat pesawat itu mulai merendah, aku bisa melihat hamparan hijau yang kering dan lesu, namun justru terlihat ramah dan tak menakutkan untukku.  

Perjalanan ke salah satu wilayah terluar Indonesia mengantarkan Matara, gadis berusia dua belas tahun pada petualangan menakjubkan yang belum pernah ia bayangkan. Dunia yang serba ganjilpun menjadi sebuah kenyataan baru untuknya. 

"Ah, orang dewasa memang selalu tak punya jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan sederhana."

Itulah sekilas cuplikan blurb pada salah satu karya Okky Madasari, Mata di Tanah Melus.

Ulasan buku

Ini kali pertama aku baca novel Okky Madasari dan aku langsung jatuh hati pada karyanya. Aku jadi tertarik membaca karyanya yang lain. Awalnya aku mengira novel ini berat. Ternyata, gaya berceritanya ringan dan asyik.  

Tokoh utama di novel ini anak kecil bernama Matara. Sudut pandang orang pertama dari anak kecil menjadikan ceritanya sederhana, ringan, dan asyik untuk diikuti.

Bercerita tentang Matara yang libur sekolah dan diajal ibunya berlibur ke suatu daerah yang tidak disukai oleh Mata. Tempat itu lebih seperti pedesaan yang tidak menarik untuk dikunjungi.

Liburan mereka lebih kepada keinginan ibunya untuk melakukan riset untuk bahan tulisannya. Awalnya baik-baik saja, tetapi konflik perlahan muncul dan mulai mengacaukan rencana liburan mereka. Mulai dari menabrak sapi sampai harus ganti rugi 20 juta.

Cerita ini semakin seru saat mereka diharuskan melakukan ritual agar tidak terkena sial. Dari sanalah petualangan Mata di Tanah Melus mulai berlangsung. Aku suka bagaimana sosok Mata menggambarkan situasi di sana, bagaimana dia berinteraksi dengan orang lain.

Novel ini dominan narasi, tapi gak bikin bosan. Aku suka deskripsi yang disajikan, bagaimana penulis mengeksplore keadaan di sekitar sehingga aku bisa merasakan suasana di sana.

Setiap perjalanan yang dilakukan Mata dan Atok membuatku tertarik. Mungkin karena tokohnya masih anak-anak, jadi penggambarannya terlihat lebih sederhana dan apa adanya.

Aku paling suka saat Matara dan Atok ingin keluar dari Kerajaan Kupu-kupu. Mereka tahu harus apa dan bertekad untuk keluar dari sana. Meskipun mereka harus terjun ke jurang yang dalam dan bertemu kawanan buaya.

Secara keseluruhan, aku menikmati novel ini. Selain menarik karena penggambaran latar yang apik, novel ini juga sarat akan makna.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Tuan Typo