Sejak meningkatnya jumlah kasus terinfeksi COVID-19 di Indonesia, terhitung sejak 10 April 202 PSBB resmi diberlakukan dengan payung hukum kebijakan pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 yang merupakan aturan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam rangka penanganan pandemi COVID-19.
Sejumlah wilayah yang menjadi episentrum penyebaran sudah memberlakukan PSBB ini seperti wilayah DKI Jakarta, Depok, dan Bekasi.
Akibat diberlakukannya PSBB sejumlah instansi baik perusahaan industri ataupun lainnya mengeluarkan kebijakan WFH (Work From Home) hingga keputusan terburuknya ialah mengurangi jumlah tenaga kerja pada suatu perusahaan yang disebabkan tidak optimalnya kegiatan operasional terutama pada kegiatan produksi dan distribusi barang yang berarti memperlambat pemasukan perusahaan sehingga perusahaan mengalami kesulitan dalam membayarkan upah kepada para tenaga kerjanya.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengatakan bahwa pekerja baik formal ataupun informal terkena dampak pandemi COVID-19 berupa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) atau dirumahkan.
Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan, Bambang Satrio Lelono menyebutkan jumlah pekerja yang terdampak COVID-19 yang saat ini terkena PHK atau dirumahkan sebanyak 2,8 juta pekerja. Bahkan akan terus bertambah seiring perkembangan pandemi ini.
Pengurangan jumlah tenaga kerja yang dilakukan oleh persuahaan dalam rangka efisiensi anggaran ini menambah jumlah masyarakat miskin dan rentan miskin. Sebab para pengemudi ojek online, para pekerja harian termasuk UMKM yang bergerak pada sektor riil sebab pendapatan mereka yang menurun secara signifikan selama PSBB di berlakukan.
Berbagai jenis usaha turut menyesuaikan perilaku usahanya dengan mentransformasikan layanan baru yaitu layanan berbasis online. Sejumlah usaha bidang kuliner pun melakukan transformasi yang sama, sebab sistem dine-in atau makan ditempat sudah tidak boleh diberlakukan seperti rumah makan yang kini membuka layanan makanan kemas yang dikirim dengan bentuk delivery order tentunya masih banyak jenis usaha lain yang melakukan transformasi serupa agar mengurangi kegiatan perkumpulan dalam suatu tempat sesuai peraturan PSBB.
Namun, ide mentransformasikan perilaku usaha yang semula melayani pelanggan secara langsung dan menggantinya saat ini menjadi online sebetulnya meski cukup membantu dari sisi keberlangsungan usaha, namun tetap tidak optimal dari segi pendapatan.
Mengapa demikian? Hal ini selaras dengan menurunnya daya beli masyarakat akibat minimnya pemasukan yang dapat dibelanjakan oleh masyarakat. Dengan banyaknya masyarakat yang terkena PHK, kehilangan kesempatan usaha dsb akan membuat masyarakat mengalami kesulitan dalam mengatur finansial dalam rumah tangganya.
Masyarakat harus tetap hidup sehat dengan pemenuhan gizi yang cukup agar tidak mudah terpapar pandemi COVID-19 namun, daya beli masyarakat menurun akibat pendapatan yang juga berkurang, sementara kebutuhan hidup lainnya seperti membayar sewa rumah bagi mereka yang mengontrak, membayar iuran pendidikan bagi yang masih memiliki anak yang bersekolah atau berkuliah, semakin menjadi beban bagi masyarakat di tengah keberadaan pandemi COVID-19 ini.
Kondisi yang ada saat ini secara umum pemerintah sedang menjaga kurva penyebaran virus COVID-19 agar tidak meningkat signifikan atau dalam kata lain kurvanya menjadi landai. Namun, dampaknya pada sektor perekonomian dan bisnis dapat memperlambat laju perekonomian hingga menurut beberapa pengamat ekonomi memprediksi dapat menyebabkan krisis ekonomi (resesi) bahkan memungkinkan hingga terjadinya depresi secara global.
Krisis seperti ini pernah terjadi pada 1929 yang terjadi depresi besar-besaran di dunia. Indonesia sendiri pernah mengalami krisis ekonomi tahun 1998. Pada tahun 2001 dan 2007 juga dunia mengalami resesi kembali, salah satu yang terdampak adalah Amerika Serikat.
Jika bercermin dari kejadian resesi ekonomi di Amerika Serikat pada tahun 2007, kondisi yang terdampak resesi tersebut pada beberapa sektor sampai saat ini belum pulih secara sempurna dari segi kekuatan ekonominya.
Namun, bukan berarti tidak ada hal yang dapat dilakukan. Untuk memanajerial keuangan rumah tangga baik masyarakat ataupun perusahaan, menurut Khaleed Hadi Pranowo selaku Chief Finance general Secretary of Impala Space dalam kondisi seperti saat ini dana cadangan tiap-tiap keluarga atau perusahaan yang disiapkan jika dalam satu bulan tidak ada pemasukan sama sekali dapat digunakan untuk menyambung kehidupan maksimal hingga 3 bulan ke depan.
Sementara, beberapa analis menyampaikan bahwa pandemi COVID-19 ini sangat mungkin terjadi hingga bulan September atau bahkan hingga akhir tahun 2020.
Langkah Memanajerial Keuangan Rumah Tangga
Sejumlah langkah yang dapat dilakukan masyarakat dalam memanajerial keuangan rumah tangga selama masa pandemi COVID-19 ini ialah pertama, mengenali seperti apa pandemi COVID-19 ini.
Meskipun sedang mengalami kesulitan ekonomi, namun masyarakat harus tetap memahami seperti apa pandemi COVID-19 ini. Dengan begitu masyarakat dapat melihat peluang yang dapat dimanfaatkan dalam kondisi saat ini.
Kedua, melakukan efisiensi pengeluaran terutama pada pos-pos konsumsi tersier yang harus ditinjau kembali apakah barang ini perlu untuk dibeli atau tidak, kemudian pos sekunder yang harus di sortir, apakah keperluan ini mendesak untuk dipenuhi atau dapat ditunda hingga nanti kondisi perekonomian rumah tangga membaik.
Selanjutnya yaitu pos primer yang harus diefisiensikan agar dapat bertahan hidup lebih lama. Misalnya semula untuk konsumsi primer adalah 80% dari pendapatan baik utk rumah tangga individu ataupun perusahaan di efisiensikan menjadi 45%-50% saja.
Ketiga, mengenal potensi pemasukan lainnya ini selaras dengan poin pertama yang membuat masyarakat atau perusahaan jeli melihat peluang yang ada hingga dapat dikonversi menjadi pemasukan tambahan ditengah pandemi COVID-19.
Keempat, mulai untuk melakukan bisnis, ini merupakan hal yang sangat tepat bagi masyarakat untuk mulai membuka solusi permasalahan manajerial keuangan, agar keuangan rumah tangga tetap mendapat pemasukan meski pekerjaan lama sudah usai.
Jika masyarakat ataupun perusahaan dapat melakukan manajerial keuangan dengan efisien, maka akan menambah rentang waktu bertahannya kehidupan ataupun usaha menjadi lebih dari 3 bulan bahkan hingga pandemi COVID-19 ini selesai di bulan September.
Oleh: Nur Ramadini Tria Wafa, Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Jakarta
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Daftar Barang Tak Kena PPN 12 Persen Mulai Januari 2025, Apa Saja?
-
PPN Bakal Naik 12 Persen, Pengamat: Harus Kembali Disalurkan ke Masyarakat Menengah ke Bawah
-
Kasus Timah, Transaksi Bisnis BUMN Rentan Disalahartikan sebagai Korupsi
-
Raffi Ahmad dan Nagita Slavina Dipuji Jadi Contoh Marriage is Not Scary, Netizen: Kuncinya Cuma Satu ...
-
Percepat Digitalisasi Layanan Keuangan, BPR Gandeng Peruri
News
-
See To Wear 2024 Guncang Industri Fashion Lokal, Suguhkan Pengalaman Berbeda
-
Harumkan Indonesia! The Saint Angela Choir Bandung Juara Dunia World Choral Championship 2024
-
Usaha Pandam Adiwastra Janaloka Menjaga, Mengenalkan Batik Nitik Yogyakarta
-
Kampanyekan Gapapa Pakai Bekas, Bersaling Silang Ramaikan Pasar Wiguna
-
Sri Mulyani Naikkan PPN Menjadi 12%, Pengusaha Kritisi Kebijakan
Terkini
-
5 Manfaat Penting Pijat bagi Kesehatan, Sudah Tahu?
-
Menyantap Pecel Lele Faza, Sambalnya Juara
-
Antara Kebencian dan Obsesi, Ulasan Novel Malice Karya Keigo Higashino
-
Jangan Memulai Apa yang Tidak Bisa Kamu Selesaikan: Sentilan Bagi Si Penunda
-
Novel 'Mana Hijrah': Ujian Hijrah saat Cobaan Berat Datang dalam Hidup