Internalisasi nilai-nilai antikorupsi kepada peserta didik sangat relevan melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Faktanya Pendidikan Kewarganegaraan memiliki kompetensi untuk berperan sebagai Pendidikan Karakter, Pendidikan Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, serta sangat strategis dan efektif apabila pembelajarannya dilakukan melalui pendekatan kontekstual.
Idealnya tujuan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan harus secara tegas merepresentasikan ideologi Pancasila. Sehingga tidak sebatas proses pembelajaran yang pragmatis dan prosedural, tetapi secara serius bertujuan dalam membentuk kapasitas spiritual, intelektual dan emosional peserta didik yang mumpuni. Sehingga secara sadar dan sukarela untuk menjauhi perilaku koruptif.
Upaya Preventif Mengatasi Korupsi Melalui Pendidikan Kewarganegaraan
Korupsi merupakan kejahatan yang begitu kejam, karena telah merampas hak masyarakat, terutama dalam upaya mewujudkan kesejahteraan umum. Termaktub jelas dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, bahwa korupsi merupakan tindak pidana khusus yang sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional.
Dikategorikan sebagai kejahatan khusus, bukan tanpa sebab, karena korupsi hanya bisa dilakukan oleh oknum individu yang berkuasa, berpengaruh dan cerdas tapi tidak berakhlak. Sehingga kriterianya sangat berbeda dengan tindak pidana umum.
Jaksa Agung Waluyo melalui karyanya yang berjudul “Optimalisasi Pemberantasan Korupsi di Indonesia” (2014) menegaskan tindak pidana korupsi terjadi pada berbagai ranah kekuasaan, baik, eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Korupsi juga memberikan dampak negatif pada sektor swasta (private sector), karena merupakan kejahatan yang berbentuk penggelapan dana perusahaan.
Korupsi termasuk pada kejahatan kerah putih (white collar crime), serta sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Sehingga bangsa ini perlu merumuskan strategi terstruktur, sistematis, efektif dan menyeluruh sebagai upaya preventif dalam memberantas tindak pidana korupsi.
Upaya preventif tersebut bisa dilakukan melalui proses pendidikan, yang pada hakikatnya bertujuan dalam membentuk warga negara Indonesia yang Pancasilais. Pendidikan merupakan usaha sadar terencana dalam membentuk manusia Indonesia yang memiliki kecakapan mumpuni, agar mampu menjadi warga negara yang bisa diandalkan oleh negara.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran wajib yang dilindungi oleh konstitusi negara. Khususnya oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pada Pasal 37 Ayat 1, yang menegaskan dalam kurikulum pendidikan dasar, menengah, bahkan tinggi, wajib memuat mata pelajaran dan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, sebagai fokus keilmuan yang menjadi garda terdepan dalam membentuk karakter peserta didik yang pancasilais.
Faktanya sifat Pancasilais merupakan karakter yang antikorupsi, karena merepresentasikan perilaku terpuji. Sehingga perlu dianalisis serta direfleksikan, bagaimana peran dari keberadaan keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pembelajaran wajib dalam menginternalisasikan nilai-nilai antikorupsi kepada peserta didik, sebagai calon pemimpin bangsa Indonesia.
Struktur keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan sangat mendukung dalam membentuk karakter generasi muda yang antikorupsi. Pada dasarnya Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk membentuk warga negara Indonesia yang cerdas dan baik, sehingga mampu mengamalkan hak dan kewajibannya sebagai landasan dalam melakukan partisipasi publik, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Mendidik generasi muda merupakan proses investasi, karena demi kemajuan bangsa. Somantri melalui karyanya yang berjudul “Metode Pengajaran Civics” (1976) mengungkapkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pembelajaran demokrasi dan politik. Pembelajaran tersebut dielaborasikan dengan berbagai pengetahuan yang relevan. Tujuan pembelajarannya yaitu membentuk individu yang pancasilais, karena fokus materinya seputar ideologi pancasila, nilai moral, demokrasi, politik, hukum serta yang lainnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi menjelaskan terdapat 9 (Sembilan) nilai antikorupsi yang menjadi landasan moralitas dalam menjauhi perilaku koruptif. Nilai tersebut perlu disosialisasikan bahkan diinternalisasikan kepada masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda. Ada pun ke-9 (Sembilan) nilai tersebut adalah: 1) inti, meliputi jujur, disiplin, dan tanggung jawab, 2) sikap, meliputi adil, berani, dan peduli, serta 3) etos kerja, meliputi kerja keras, sederhana, dan mandiri. Proses habituasi nilai-nilai antikorupsi merupakan upaya preventif dalam memusnahkan kejahatan korupsi.
Nyatanya dalam menginternalisasikan nilai-nilai antikorupsi melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bukanlah perkara yang mudah. Proses tersebut mengakibatkan seorang guru perlu memiliki keteladanan yang baik, karena menginternalisasikan nilai-nilai yang terpuji akan lebih efektif apabila melalui keteladanan guru.
Tidak bisa dimungkiri bahwa realita seperti ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan, keberadaan guru PKn dan guru mata pelajaran yang berfokus pada pengembangan karakter peserta didik, masih menjadi hambatan dalam memajukan pendidikan bangsa Indonesia. Keterlibatan pemerintah melalui berbagai kebijakan yang representatif, mampu meringankan beban seorang guru.
Tidak ada guru yang sempurna, karena pada hakikatnya guru juga merupakan manusia biasa. Konteks yang dimaksud adalah “bagaimana guru tersebut memberikan pemahaman terhadap peserta didik, sehingga mereka bersedia secara sukarela untuk berjuang bersama, serta menaruh hormat pada guru tersebut”.
Kejahatan korupsi telah memberikan pelajaran berharga bagi bangsa ini, untuk tidak selalu memprioritaskan output pembelajaran yang mengarah pada penguasaan materi, atau sekedar membentuk kecerdasan otak peserta didik saja. Koruptor merupakan individu yang cerdas tetapi tidak berakhlak, untuk itulah idealnya tujuan pendidikan harus seimbang, sebagaimana yang telah dimandatkan oleh konstitusi bangsa ini.
Pendidikan Kewarganegaan sebagai Pendidikan Karakter, Pendidikan Keadilan serta strategi melalui Pembelajaran Kontekstual
Korupsi terjadi akibat rendahnya kompetensi kewarganegaraan seseorang, serta terdapatnya peluang untuk melakukan kejahatan korupsi. Perilaku koruptif apabila sudah dianggap sebagai fenomena yang biasa, tentu mengindikasikan bangsa ini telah hilang moralitasnya.
Syamsuddin dalam karyanya yang berjudul “Tindak Pidana Khusus” (2011) menjelaskan pada umumnya kejahatan korupsi dilakukan karena: 1) lemahnya kapasitas keagamaan, etika dan moral pelaku, 2) sanksi tidak tegas dan keras terhadap pelaku korupsi, 3) sistem pemerintahan yang tidak transparan, 4) kebutuhan ekonomi, 5) menejemen pengawasan pemerintah yang tidak efektif dan efisien, 6) pergeseran moralitas akibat dampak negatif dari globalisasi. Idealnya segala faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan korupsi dapat dibentengi melalui nilai-nilai antikorupsi.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan karakter, karena struktur keilmuannya sangat menunjang dalam membentuk warga negara yang berkarakter Pancasilais, khususnya antikorupsi. Pada hakikatnya dalam upaya menginternalisasikan nilai-nilai antikorupsi kepada peserta didik melalui Pendidikan Kewarganegaraan, akan efektif apabila tujuan dan materi pembelajarannya difokuskan dan mendukung pada upaya penguatan karakter yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam konteks tujuan dari Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Karakter tentu membentuk peserta didik yang memiliki karakter terpuji, sehingga tidak akan pernah melakukan perilaku koruptif, karena perilaku terpuji merupakan bentuk dari kesalehan sosial, serta perilaku terpuji merupakan perilaku antikorupsi, karena mereka takut akan murka Tuhan Yang Maha Esa serta mengetahui dampak kompleks yang diakibatkan oleh kejahatan korupsi. Nilai-nilai antikorupsi merupakan landasan utama individu untuk tidak melakukan tindak pidana korupsi.
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Keadilan, memiliki orientasi dalam membentuk peserta didik yang memiliki semangat keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai landasan moralitas perilaku antikorupsi, sehingga Indonesia tetap pada koridornya sebagai bangsa yang beradab. Keadilan sosial yang menyeluruh, sebagaimana yang dimandatkan oleh ideologi Pancasila tidak akan pernah terwujud, apabila masih terdapat praktik korupsi di negeri ini.
Peserta didik yang memiliki mental keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, mencerminkan mereka memiliki kapasitas keimanan dan ketakwaan yang mumpuni. Nyatanya korupsi merupakan perilaku yang dilarang oleh agama dan negara, sehingga perilaku koruptif sangat bertolak belakang dengan konsep religius.
Semangat keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan bentuk nilai antikorupsi, selain menjadi benteng pertahanan kokoh individu agar tidak melakukan kejahatan korupsi, prinsip tersebut juga menjadi landasan moralitas bagi individu untuk membantu negara dalam mewujudkan kesejahteraan sosial di Indonesia secara menyeluruh.
Dalam upaya menginternalisasikan nilai-nilai antikorupsi melalui Pendidikan Kewarganegaraan kepada peserta didik, tentu lebih efektif serta menyenangkan apabila dilaksanakan dengan strategi analisis kasus korupsi, yang pada dasarnya merupakan bentuk dari pembelajaran kontekstual. Faktanya tujuan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang berfokus pada upaya menginternalisasikan nilai-nilai antikorupsi pada peserta didik, sangat relevan apabila menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual.
Idealnya dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut, tentu perlu membahas perilaku negatif serta keadaaan yang bisa menjadi peluang dalam melakukan tindak pidana korupsi. Nyatanya upaya tersebut dilakukan untuk mengantarkan peserta didik agar mencapai tahap kesimpulan mengenai bahayanya praktik korupsi di Indonesia, sehingga peserta didik secara sukarala menjauhi perilaku yang mengarah pada korupsi.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Drama Impor Gula Tom Lembong: Dari Perintah Jokowi Hingga Isu Politisasi
-
Eks Ketua MK Bela Tom Lembong: Tidak Ada yang Salah dari Sisi Prosedur
-
Kasus Timah, Transaksi Bisnis BUMN Rentan Disalahartikan sebagai Korupsi
-
Heboh! Ahli Pertambangan Bantah Kerugian Lingkungan Bisa Dipidana
-
Blak-blakan! Cadewas KPK Heru Tak Setuju Tersangka Koruptor Dipamer ke Publik: Itu Membunuh Karakter
News
-
See To Wear 2024 Guncang Industri Fashion Lokal, Suguhkan Pengalaman Berbeda
-
Harumkan Indonesia! The Saint Angela Choir Bandung Juara Dunia World Choral Championship 2024
-
Usaha Pandam Adiwastra Janaloka Menjaga, Mengenalkan Batik Nitik Yogyakarta
-
Kampanyekan Gapapa Pakai Bekas, Bersaling Silang Ramaikan Pasar Wiguna
-
Sri Mulyani Naikkan PPN Menjadi 12%, Pengusaha Kritisi Kebijakan
Terkini
-
Seni Menyampaikan Kehangatan yang Sering Diabaikan Lewat Budaya Titip Salam
-
3 Moisturizer Lokal yang Berbahan Buah Blueberry Ampuh Perkuat Skin Barrier
-
Bangkit dari Keterpurukan Melalui Buku Tumbuh Walaupun Sudah Layu
-
The Grand Duke of the North, Bertemu dengan Duke Ganteng yang Overthinking!
-
5 Manfaat Penting Pijat bagi Kesehatan, Sudah Tahu?