Pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada ekonomi dan sosial saja, tetapi juga pada praktik pendidikan bangsa. Keselamatan peserta didik yang utama, berdampak pada realisasi pembelajaran daring, dengan mengoptimalkan kemajuan ilmu pengetahuan, dan teknologi, informasi juga komunikasi. Praktis pembelajaran baru dan dilakukan secara masif tersebut, tentu terhambat oleh problematik, seperti melek teknologi, ketersediaan logistik pendukung milik peserta didik, kesenjangan kualitas jaringan internet dan yang lainnya. Sehingga awal pembelajaran daring, dapat dikategorikan kurang optimal, baik pada implementasi, maupun pada realisasi capaian pembelajaran.
Puspitasari dan Noor (2021) menjelaskan survey UNICEF pada 18-29 Mei 2020 juga 5-8 Juni 2020, menegaskan 66% peserta didik tidak nyaman melakukan pembelajaran daring selama Pandemi Covid-19. Realitas tersebut lazim terjadi, karena sebagai adaptasi pada realitas baru, yaitu pembelajaran daring. Keharusan peserta didik yang adaptif pada pembelajaran daring, berdampak pada penguatan melek teknologi, berbasis revolusi industri 4.0. Sehingga menjadi modal sosial dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang berkepribadian, berdaya siang dan unggul.
Merubah Paradigma
Modernisasi pembelajaran merupakan wahana strategis dalam mewujudkan demokratisasi pendidikan dan konektivitas dalam negeri. Sehingga realitas tentang distorsi pendidikan berpotensi untuk diatasi. Terlebih Pandemi Covid-19, menjadi rasionalisasi logis dalam merealisaskan modernisasi pembelajaran berbasis digital. Karena hambatan dan tantagan yang semakin dinamis dan kompleks, berdampak pada perlunya generasi muda Indonesia, untuk melek terhadap teknologi.
Pembelajaran bersifat daring, dalam substansinya menjauhkan pendidik dan peserta didik. Tetapi pada realitas Pandemi Covid-19, praktis pembelajaran tersebut merupakan upaya paling logis untuk menekan penyebaran virus tersebut. Sehingga pembelajaran berbasis daring merupakan wahana alternatif dalam meningkatkan literasi digital masyarakat Indonesia, Sehingga mampu berkontribusi positif pada wacana demokrasi digital, agar media sosial menjadi ruang publik yang demokratis dan beradab.
Merubah paradigma menjadi kunci dalam mewujudkan kemajuan bangsa dan merealisasikan civil society (masyarakat madani Indonesia), melalui praktis sedikit mengeluh lalu perbanyak usaha, merubah mental pencaci, lalu menjadi kesatria. Karena maraknya kekurangan bagi bangsa Indonesia, untuk mewujudkan pembelajaran daring yang mengarah pada literasi dan demokrasi digital. Masalah pendidikan dan pembelajaran daring berfokus pada: 1) keterlibatan peserta didik, 2) konektivitas dan kualitas jaringan internet, 3) peran orang tua, dan 4) logistik pendukung pembelajaran (Anugrahana, 2020). Masalah merupakan tantangan yang harus diatasi oleh: 1) kebijakan yang bermutu, representatif dan komprehensif, 2) inovasi nasional, serta 3) kolaborasi berbasis pentahelix (pemerintah, akademisi, masyarakat atau komunitas, swasta dan media).
Bangsa yang Futuristik
Memiliki impian dan peta jalan dalam mewujudkan mimpi tersebut, perlu secara konsisten dilakukan oleh Bangsa Indonesia. Sebagai negara kesejahtreraan (warfare state), tentu Indonesia perlu menjamin pemenuhan hak-hak warga negara, termasuk pada bidang pendidikan. Terlebih data Kemendikbud (2017) menjelaskan pada 2045 Indonesia diprediksi akan menjadi kekuatan ekonomi ke-5 di dunia, juga menyumbang 38% dari total penduduk produktif pada kawasan ASEAN. Bonus demografi tersebut, perlu dioptimalkan secara arif dan bijaksana, melalui program pendidikan yang adaptif pada modernisasi, dan berkompeten menjawab tantangan pendidikan saat Pandemi Covid-19.
Sehingga bangsa yang futuristik tidak terjebak pada pesimisme dan hujatan tanpa solusi, tetapi terlibat aktif pada upaya mengatasi masalah dan tantangan saat Pandemi Covid-19. Khususnya pembelajaran daring, yang perlu berdampak nyata terhadap kemajuan peserta didik, juga mengakomodir demokratisasi teknologi, digitalisasi, serta konektivitas. Media sosial menjadi wahana diskursus demokrasi pada era modern, tentu dibutuhkan kecerdasan, keadaban, dan infrastruktur yang memadai untuk mewujudkan demokrasi digital (Roza, 2020). Bangsa futuristik memandang bahwa Pandemi Covid-19 merupakan peluang dalam merealisasikan kehidupan bangsa yang modern, demokratis dan inovatif dengan mengoptimalkan digitalisasi.
Pembelajaran modern perlu menjadi wahana penguatan peradaban bangsa. Supaya tidak sebatas wacana, tentu diperlukan komitmen dari semua pihak dalam meningkatkan kualitas realisasi pembelajaran daring. Agar berdampak nyata pada penguatan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta didik. Sehingga mampu menjadi warga negara yang fururistik, visioner progresif dan beradab (civic virtue).
Baca Juga
Artikel Terkait
-
5 Rekomendasi Film Adaptasi Game, dari Aksi Seru hingga Horor Mendebarkan
-
Eksploitasi dan Kekerasan Seksual Anak Jalanan dalam Novel Sepuluh
-
Sukses Digelar, JAMHESIC FKIK UNJA Tingkatkan Kolaborasi Internasional
-
Nicholas Saputra Siap Bintangi Film 'Tukar Takdir', Adaptasi Buku Laris!
-
Modal Kuat dan Inovasi Digital Bisa Buat Pelaku UMKM Cuan
Kolom
-
Seni Menyampaikan Kehangatan yang Sering Diabaikan Lewat Budaya Titip Salam
-
Indonesia ke Piala Dunia: Mimpi Besar yang Layak Diperjuangkan
-
Wapres Minta Sistem Zonasi Dihapuskan, Apa Tanggapan Masyarakat?
-
Ilusi Uang Cepat: Judi Online dan Realitas yang Menghancurkan
-
Dukungan Jokowi dalam Pilkada Jakarta: Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Terkini
-
3 Moisturizer Lokal yang Berbahan Buah Blueberry Ampuh Perkuat Skin Barrier
-
Bangkit dari Keterpurukan Melalui Buku Tumbuh Walaupun Sudah Layu
-
The Grand Duke of the North, Bertemu dengan Duke Ganteng yang Overthinking!
-
5 Manfaat Penting Pijat bagi Kesehatan, Sudah Tahu?
-
Menyantap Pecel Lele Faza, Sambalnya Juara