Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, pada Jumat, 24 Januari 2020, mengeluarkan kebijakan “Kampus Merdeka”. Kampus Merdeka memiliki substansi yaitu memberikan keleluasaan bagi perguruan tinggi untuk mempermudah birokrasi khususnya pada proses akreditasi, akselerasi perguruan tinggi agar cepat memperoleh status PTN-BH, juga keleluasaan dalam membuka program studi baru.
Selain itu bagi mahasiswa di Kampus Merdeka diakomodir haknya untuk melaksanakan proses perkuliahan di luar program studinya, selama 3 semester.
Tentu kebijakan tersebut diberlakukan untuk menjawab tantangan zaman yang semakin kompleks, serta mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia yang berdaya saing dan unggul. Tetapi pada realitasnya, terjadi ketimpangan, khususnya pada ranah makna “Kampus Merdeka”.
Apakah program kampus merdeka hanya terbatas pada kebijakan memberikan otonomi yang lebih luas pada perguruan tinggi serta memberikan keleluasaan bagi mahasiswa --khususnya dalam hal pembelajaran saja--, atau memberikan keleluasan --khususnya bagi mahasiswa-- untuk menyalurkan berbagai bentuk partisipasi politiknya?
Nyatanya ketimpangan tersebut bukan tanpa sebab, karena Kemendikbud, pada Jumat, 9 Oktober 2020, mengeluarkan surat edaran No. 1035/E/KM/2020, yang salah satu poinnya adalah memberikan himbauan kepada mahasiswa agar tidak ikut berunjuk rasa, untuk menolak Undang-Undang Cipta Kerja, dengan rasionalisasi yaitu membahayakan keselamatan dan kesehatan mahasiswa.
Dalam kondisi yang dilanda pandemi Covid-19, mungkin realitas tersebut bisa ditolerasi. Tetapi, dalam kondisi normal, boleh jadi realitas tersebut mengakibatkan resistensi politik yang kuat dimasyarakat.
Kampus Merdeka Dalam Tataran Ideal
Program kampus merdeka, merupakan jawaban dalam menerjemahkan berbagai kebutuhan pendidikan pada era globalisasi, khususnya industri 4.0, yang menekankan pentingnya penguasaan teknologi digital. Boleh jadi program kampus merdeka merupakan proses pragmatisasi pendidikan ke arah pemenuhan tenaga kerja industri di masa depan. Dengan rasionalisasi mewujudkan link and match antara pendidikan, khususnya vokasi dengan dunia usaha serta dunia industri (DUDI).
Tidak bisa dimungkiri, dinamisnya problematika yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, mengakibatkan perkembangan ilmu pengetahuan menjadi semakin kompleks, dengan bukti, ditemukannya konsep ilmu yang interdisipliner, multidisipliner bahkan transdisipliner.
Realitas tersebut sejalan dengan tujuan diberlakukannya kebijakan kampus merdeka, oleh Nadiem Makarim sebagai Mendikbud, pada kabinet Indonesia Maju 2019-2024.
Masalah pentingnya adalah, bagaimana implementasi nyata dari kebijakan kampus merdeka yang menjadi kebijakan unggulan dalam bidang pendidikan saat ini. Apakah anjuran untuk tidak berdemonstrasi, merupakan realitas dari konstruksi makna “Kampus Merdeka”.
Boleh jadi, kita akan menemukan berbagai jawaban ilmiah yang perlu didiskusikan. Tetapi merujuk pada pendapat Ki Hajar Dewantara, mengenai makna merdeka dalam pembelajaran adalah berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain, serta mampu mengatur sendiri (Hendri, 2020).
Dielaborasikan melalui konsep kampus merdeka, tentu kampus tersebut, harus menjadi tempat bagi mahasiswa untuk mengeskpresikan minat dan bakatnya, mengupas problematika sosial melalui dialetika akademik, juga melaksanakan analisa ilmiah pada berbagai isu kontemporer, guna meningkatkan kapasitas spiritual, intelektual, emosional dan sosial mahasiswa. Tentu pola pembelajaran tersebut, sangat mendukung implementasi pendidikan sepanjang hayat di perguruan tinggi.
Idealnya pun, kampus merdeka, harus menjadi kekuatan penyeimbang politik, yang pada hakikatnya penuh kepragamatisan, karena kekuasaan cenderung korupsi, kekuasaan yang absolut pasti korupsi.
Dengan realitas tersebut, fungsi kampus, selain yang diamanatkan oleh Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat, juga perlu dioptimalkan menjadi suara nalar dan gerakan moral masyarakat, guna menimimalisir ketidakadilan, juga mendekatkan ketimpangan antara cita-cita dan kenyataan, khususnya upaya mewujudkan kesejahteraan umum.
Makna “Kampus Merdeka” wajib mendukung kemerdekaan dalam berpikir, tidak hanya sebatas pada keleluasaan dalam melaksanakan perkuliahan di luar prodinya serta keleluasaan dalam menjalankan penelitian dan pengabdian masyarakat. Tetapi bersifat komprehensif dengan memberikan kepastian hukum kepada mahasiswa, agar diakomodir orientasi mereka, untuk memperluas wawasannya, serta menumbuhkan sikap kritisnya, sehingga kampus tidak menjadi tempat yang prosedural, kopong, dan miskin gagasan.
Kampus merdeka pun, perlu menjadi kebijakan strategis dalam mengelola bonus demografi. Nyatanya kreatifitas, inovasi, dan kolaborasi merupakan kunci, dalam memenangkan persaingan pada era modern ini. Tentu realitas tersebut perlu dipandang sebagai kebutuhan yang nyata.
Sehingga implementasi dari kebijakan kampus merdeka tidak hanya bersifat pragmatis dan prosedural, tetapi bersifat komprehensif, yang implementasinya nyata, pengawasannya jelas, dan evaluasinya terstruktur, guna melindungi kampus dari berbagai kepentingan politik.
Kampus Merdeka dan Kehidupan yang Demokratis
Faktanya keberadaan kampus, selain difungsikan secara normatif oleh Undang-Undang tentang Perguruan Tinggi, juga berperan dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang demokratis. Tentu upaya tersebut bisa terwujud apabila, kampus dan mahasiswanya diberikan keleluasaan bergerak dan berpikir, khususnya dalam mengelola isu publik dan menyelesaikan permasalahan sosial melalui pendekatan akademis, yang menjadi ciri khas kampus, sebagai lembaga pendidikan yang berintegritas dan bermoral.
Demokrasi mengutamakan terjadinya partisipasi dari semua pihak. Dalam konteks kampus merdeka, tentu perlu menjamin, terlaksananya proses pendidikan dan pembelajaran yang demokratis, agar bernilai dan bermakna, khususnya bagi mahasiswa. Dengan rasionalisasi tersebut, pentinglah bagi kampus, untuk menjaga marwahnya sebagai lembaga pendidikan, yang membentuk mahasiswa Indonesia menjadi pancasilais, tidak terjajah oleh okupasi politik.
Kampus merdeka, merupakan bentuk demokratisasi dalam kehidupan kampus, agar mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan dinamika zaman serta selaras dengan kebutuhan bangsa. Diharapkan kampus merdeka tersebut, memiliki implikasi, khususnya dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang demokratis.
Makna mahasiswa yang demokratis pada era modern saat ini, dalam menyalurkan partisipasi politiknya, tidak harus selalu melalui aksi atau unjuk rasa, tetapi melalui peran yang dianggap mampu, menyelesaikan permasalahan masyarakat secara holistik, bahkan memperkaya khazanah ilmu dan pengetahuan nasional.
Strategi penting dalam menyukseskan kebijakan kampus merdeka, selain menjalankan substansi program unggulannya, juga tidak kalah penting dalam memberikan keleluasaan bagi mahasiswa untuk bersuara, berorganisasi bahkan berkomunitas, mengoptimalkan bentuk pembelajaran kontekstual, serta model pembelajaran yang berbasiskan service learning dan community service, agar timbulnya kepekaan sosial serta sikap kesukarelaan dalam pribadi mahasiswa.
Alternatif pilihan tersebut, menjadi sarana mahasiswa dalam menyalurkan minat dan bakatnya. Selaras dengan makna demokrasi, yang memberikan keleluasaan bagi masyarakat, baik dalam melaksanakan partisipasi politiknya, maupun menjalankan roda kehidupannya, yang keberlangsungan hidupnya dijamin oleh negara. Tentu, apabila idealisme tersebut terwujud, kampus akan mampu menjadi miniatur kehidupan bangsa yang demokratis.
Faktanya kampus merdeka pun, perlu didukung oleh pihak pimpinan, yang memiliki jiwa kewirausahaan, agar mampu mengelola keuangan kampus secara arif dan bijaksana, melalui usaha yang diatur oleh perundang-undangan, agar tidak membebankan APBN, bahkan mampu membiayai secara mandiri, mahasiswa yang dikategorikan sebagai yang tidak mampu.
Terlebih bagi kampus yang sudah berbadan hukum, tentu sudah sewajarnya memiliki usaha tersendiri. Tentu dengan adanya program kampus merdeka ini, diharapkan pihak pimpinan kampus, memiliki inisiatif dan inovasi, khususnya dalam memajukan lembaga pendidikan yang dipimpinnya, agar tidak terjadi ketimpangan pendidikan di Indonesia, yang telah menjadi problematika klasik.
Makna kampus merdeka, seharusnya tidak terbatas pada akomodasi mahasiswa untuk belajar di luar program studinya, serta keleluasaan bagi perguruan tinggi untuk memperluas pengaruhnya saja. Tetapi lebih dari itu, harus memberikan kebebasan kepada sivitas akademika untuk berpikir dan bersuara, secara bijaksana guna melahirkan pemimpin dan pahlawan bangsa.
Daftar Pustaka
Hendri, N. (2020). Merdeka Belajar; Antara Retorika dan Aplikasi. Jurnal E-Tech. 8 (1). Hlm. 1-29.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Pendidikan Adik Irish Bella Sean Ivan Ria de Beule, Diduga Bikin Konten Flexing Mobil Mewah Kakak Ipar
-
4 Rekomendasi Jurusan Kuliah untuk Kamu yang Punya IQ Tinggi, Mau Coba?
-
Pendidikan Najwa Shihab Vs Farhat Abbas, Sesama Sarjana Hukum Tapi Beda Kelas
-
Wapres Gibran ke Mendikdasmen: Zonasi Sekolah Harus Dihilangkan!
-
Pendidikan Nissa Sabyan, Diduga Diam-Diam Sudah Nikah dengan Ayus
News
-
See To Wear 2024 Guncang Industri Fashion Lokal, Suguhkan Pengalaman Berbeda
-
Harumkan Indonesia! The Saint Angela Choir Bandung Juara Dunia World Choral Championship 2024
-
Usaha Pandam Adiwastra Janaloka Menjaga, Mengenalkan Batik Nitik Yogyakarta
-
Kampanyekan Gapapa Pakai Bekas, Bersaling Silang Ramaikan Pasar Wiguna
-
Sri Mulyani Naikkan PPN Menjadi 12%, Pengusaha Kritisi Kebijakan
Terkini
-
Seni Menyampaikan Kehangatan yang Sering Diabaikan Lewat Budaya Titip Salam
-
3 Moisturizer Lokal yang Berbahan Buah Blueberry Ampuh Perkuat Skin Barrier
-
Bangkit dari Keterpurukan Melalui Buku Tumbuh Walaupun Sudah Layu
-
The Grand Duke of the North, Bertemu dengan Duke Ganteng yang Overthinking!
-
5 Manfaat Penting Pijat bagi Kesehatan, Sudah Tahu?