Diberlakukannya Peraturan KPU No. 13 Tahun 2020, menjadi penanda, bahwa pilkada serentak 2020 akan tetap dilakasanakan, walau bangsa tengah dilanda pandemi Covid-19. Boleh jadi, pelaksanaan pilkada tersebut, merupakan klaster baru penyebaran Covid-19, mengingat fenomena orang tanpa gejala (OTG). Sehingga pemerintah wajib melakukan pengawasan yang ketat, untuk meminimalisir terjadinya dampak negatif yang merugikan semua pihak.
Idealnya pelaksanaan pilkada saat pandemi, mengutamakan kesehatan dan keselamatan masyarakat. Bukan menjadi ancaman bagi masyarakat, dengan tidak mengikuti portokoler kesehatan yang ada. Karena ditegaskan melalui Pasal 88C PKPU No. 13 Tahun 2020, bahwa dalam pilkada serentak 2020, tidak boleh melaksanakan kegiatan yang melahirkan kerumunan massa, seperti konser, perlombaan, peringatan ulang tahun partai politik, jalan santai bersama dan yang sejenisnya.
Memperhatikan Plotokoler Kesehatan
Strategi dan upaya paling logis, dalam memutus rantai penyebaran Covid-19, adalah mengimplementasikan plotokoler kesehatan dengan penuh komitmen dan konsistensi.
Terlebih saat melaksanakan pesta demokrasi, berupa pilkada saat mewabahnya covid-19, tentu harus lebih diperhatikan oleh masyarakat, serta lebih diawasi oleh pemerintah. Kecil harapan untuk menunda pilkada saat pandemi, apalagi setelah proses revisi PKPU No. 6 Tahun 2020, menjadi PKPU No. 13 Tahun 2020.
Kendati menuai kritik dan masukan dari berbagai kalangan, pelaksanaan pilkada saat pandemi Covid-19 tetap dilaksanakan. Sehingga menjadi bias, di mana letak demokrasinya. Penting dalam memberikan sanksi tegas kepada pelanggar protokoler kesehatan, khususnya selama pilkada, apabila pemerintah masih ingin dianggap berpihak pada masyarakat.
Nyatanya, sampai saat ini Covid-19, telah menginfeksi lebih dari 490.000 masyarakat Indonesia. Tentu realitas tersebut, menjadi perhatian serius, bagi semua pihak, agar tidak melaksanakan protokoler kesehatan secara prosedural dan pragmatis. Mengingat pelaksanaan pilkada saat pandemi mampu melahirkan masalah yang kompleks, selain pada aspek kesehatan, juga pada aspek kepercayaan dan partisipasi publik.
Melalui Pasal 58 PKPU No. 13 Tahun 2020, secara normatif ditegaskan bahwa pilkada selama pandemi, wajib melaksanakan protokoler kesehatan, seperti, menggunakan pelindung diri, minimalnya masker, menyediakan sanitasi yang memadai, serta mematuhi berbagai aturan mengenai protokoler tersebut, yang diberlakukan oleh satgas Covid-19 serta pemerintah daerah. Khususnya pada pertemuan tatap muka, wajib dilakukan di dalam ruangan, dengan dibatasi kehadirannnya, maksimal 50 orang.
KPU dan Bawaslu berperan penting, dalam memastikan aturan tersebut dilaksanakan, sebagaimana mestinya. Karena dalam pelaksanaan pilkada saat pandemi, potensi kerugian paling besar, bisa dialami oleh masyarakat. Belum lagi tenaga medis dan relawan, yang telah berjuang dan berkorban menyelamatkan masyarakat dari wabah Covid-19, patut dijadikan rasionalisasi logis dan landasan moral, pentingnya memperhatikan plotokoler kesehatan.
Bukan tanpa sebab, pada praktiknya, sampai saat ini telah ditemukan lebih dari 600 pelanggaran protokoler kesehatan, yang berkaitan dengan pilkada. Realitas tersebut menjadi ironi, karena demokrasi semakin jauh dari substansinya, dari sarana mencapai kesejahteraan masyarakat, menjadi potensi kerugian baginya. Masih ada kesempatan untuk memperbaiki realitas tersebut, melalui penguatan komitmen semua pihak, dalam mematuhi protokoler kesehatan, agar pilkada berjalan suskes dan masyarakat selamat.
Pentingnya Keteladanan
Integritas dan moralitas pejabat dan tokoh publik, begitu penting dalam memberikan keteladan bagi masyarakat. Terlebih peserta pilkada, mereka perlu memandang, bahwa keselamatan masyarakat merupakan kepentingan yang paling utama. Sehingga mereka perlu mengelola para pendukungnya, agar mematuhi protokoler kesehatan, serta tidak melakukan hal yang mampu menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Boleh jadi, pelaksanaan pilkada serentak saat mewabahnya Covid-19, menurunkan angka partisipasi masyarakat, karena memiliki anggapan, bahwa proses demokrasi tersebut, membahayakan keselamatan mereka. Dalih tersebut logis, sehingga menjadi tantangan bagi peserta pilkada, dalam mengajak masyarakat umum untuk berpartispasi, melalui kampanye yang secara normatifnya, serba terbatas.
Tentu, fenomena tersebut perlu dioptimalkan sebijaksana mungkin, khususnya dalam meningkatan kapasitas literasi digital masyarakat. Mengingat salah satu strategi kampanye paling efektif saat mewabahnya Covid-19, yaitu melalui media sosial dan online. Sehingga pelaksanaan pilkada saat pandemi, minimalnya memiliki makna dan berdampak positif untuk meningkatkan literasi digital publik.
Keteladan merupakan sikap yang harus dimiliki seorang pemimpin. Sebagai modal sosial dalam melewati pilkada saat pandemi Covid-19, guna memantik kesadaran masyarakat. Sehingga bersedia mengamalkan kewajibannya, juga terlindungi keselamatannya, tentu apabila cita-cita tersebut, pada praktiknya berjalan dengan baik, akan menjadi bentuk harmonisasi ideal mengenai implementasi hak dan kewajiban warga negara.
Pilkada saat pandemi, menjadi anomali politik. Selain berpotensi dalam memasifkan kembali pandemi Covid-19 di Indonesia, juga berpotensi untuk melahirkan masalah demokrasi kelak nanti, seperti, demokrasi yang semakin jauh dari substansinya, menurunnya kepercayaan publik, dan pemilu yang semakin pragmatis, bahkan oportunis.
Keadaban, menjadi solusi alternatif, dalam mengatasi ketimpangan demokrasi yang semakin jauh antara cita-cita dan realitasnya. Tentu sifat tersebut merupakan keteladanan dari pejabat dan tokoh publik yang diwariskan, umumnya bagi masyarakat, khususnya bagi para simpatisannya. Mengingat keselamatan serta kesejahteraan masyarakat merupakan prioritas utama, sehingga semua kalangan yang terlibat dalam pilkada saat pandemi, harus memiliki sikap yang selaras dengan tujuan tersebut.
Agil Nanggala / Mahasiswa PKn SPs UPI
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Hasil Survei Indikator Terbaru Jelang Pemilihan, Pramono-Doel Paling Unggul
-
Namamu Sudah Terdaftar? Cek DPT Online Pilkada 2024 Sekarang!
-
Ganti Lirik 'Judi' Saat Kampanye Akbar RIDO, Rhoma Irama Minta RK Berantas Judol di Jakarta
-
Empat Hari Jelang Pencoblosan Pilkada Jateng, Elektabilitas Ahmad Luthfi-Taj Yasin di Atas 50 Persen
-
Sihir '250 Juta' Rhoma Irama Bikin Goyang RK-Suswono di Lapangan Banteng
News
-
See To Wear 2024 Guncang Industri Fashion Lokal, Suguhkan Pengalaman Berbeda
-
Harumkan Indonesia! The Saint Angela Choir Bandung Juara Dunia World Choral Championship 2024
-
Usaha Pandam Adiwastra Janaloka Menjaga, Mengenalkan Batik Nitik Yogyakarta
-
Kampanyekan Gapapa Pakai Bekas, Bersaling Silang Ramaikan Pasar Wiguna
-
Sri Mulyani Naikkan PPN Menjadi 12%, Pengusaha Kritisi Kebijakan
Terkini
-
Seni Menyampaikan Kehangatan yang Sering Diabaikan Lewat Budaya Titip Salam
-
3 Moisturizer Lokal yang Berbahan Buah Blueberry Ampuh Perkuat Skin Barrier
-
Bangkit dari Keterpurukan Melalui Buku Tumbuh Walaupun Sudah Layu
-
The Grand Duke of the North, Bertemu dengan Duke Ganteng yang Overthinking!
-
5 Manfaat Penting Pijat bagi Kesehatan, Sudah Tahu?