Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Shalsa Azzahra
Ilustrasi cashless (istockphoto)

Sejak diresmikannya kebijakan Peraturan Bank Indonesia Nomor 20/6/PBI/2018 tentang Uang Elektronik (PBI Uang Elektronik) yang membuat istilah “cashless” dimana masyarakat dihimbau untuk mengubah sistem pembayaran dengan memanfaatkan sistem kemajuan teknologi dan masyarakat mengurangi memegang uang tunai untuk kegiatan sehari-hari. Mayoritas masyarakat sekarang, khususnya masyarakat perkotaan sudah beralih ke pembayaran elektronik atau pembayaran digital. Bank Indonesia (BI) memastikan seluruh transaksi digital atau non tunai dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya selama pandemi Covid-19.

Menurut kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI yaitu Filianingsih Hendarta menjelaskan bahwa, dengan maraknya pembatasan wilayah dan aktivitas dalam rangka pencegahan penyebaran virus corona (Covid-19) telah terjadi perubahan perilaku transaksi di masyarakat, karena mengurangi sentuhan dengan benda, maka ponsel pintar bisa menjadi bantuan dalam sistem pembayaran masyarakat untuk selalu waspada akan virus Covid-19.

Salah satu sistem pembayaran elektronik yaitu QR Indonesian Standard (QRIS), lalu sejalan dengan imbauan pemerintah untuk melaksanakan physical distancing, BI (Bank Indonesia) juga mengeluarkan beberapa kebijakan yang menjamin aman dan efisiennya pembayaran elektronik.

Nominal transaksi uang elektronik pada April 2020 mencapai Rp17,6 triliun atau meningkat 16,7 persen dibandingkan Maret dan 64,5 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya, transaksi digital itu terus mengalami peningkatan dan tentunya dengan kondisi new normal seperti sekarang digitalisasi menjadi kepercayaan, berdasarkan data dari deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti.

Layanan pembayaran digital di Indonesia telah dimulai sejak lebih 10 tahun lalu. Dengan perintis awalnya adalah beberapa perusahaan operator telekomunikasi, seperti telkomsel merilis layanan T-Cash pada 2007, lalu indosat mengembangkan Dompetku setahun berselang, dan disusul oleh provider XL yang meluncurkan XL Tunai pada 2012.

Beberapa uang elektronik yang sudah banyak dikenal banyak kalangan seperti Ovo, Go-pay, Link Aja, Flash, E-money Mandiri, Brizzi, dan Dana.

Di tengah pandemi saat ini, kehadiran pembayaran elektronik disebut dengan dompet digital, dan transaksi pembayaran elektronik non-bank dengan hadirnya dompet digital menjadi pilihan utama dengan porsi hampir 90% dari keseluruhan transaksi masyarakat perkotaan yang dilakukan saat ini. Penggunaan uang elektronik berbasis kartu chip sudah marak di Jabodetabek karena diterapkan secara menyeluruh pada moda transportasi masal seperti kereta Commuter Line dan Transjakarta.

Selain itu, transaksi pembayaran tarif jalan tol juga menuntut dilakukan via kartu uang elektronik. Sebaliknya, uang elektronik berbasis server baru mulai marak pengguna seiring dengan bertambahnya jenis dompet digital, di tengah masyarakat dalam beberapa tahun  terakhir. Selain penggunaan kartu debit dan kartu kredit di mesin ATM maupun EDC (Electronic Data Capture), aplikasi pembayaran dan dompet digital makin masif digunakan untuk pembayaran transportasi, membeli makanan, hingga membayar aneka tagihan bulanan.

Adanya promosi berupa potongan harga melatarbelakangi sebagian besar masyarakat merubah sistem pembayaran ke elektronik, artinya, trik marketing selalu bisa diandalkan untuk menarik masyarakat menjadi pengguna dompet digital. Dan dompet digital dapat membuat transaksi lebih cepat dan lebih nyaman. Alasan utama lainnya antara lain karena dompet digital lebih praktis, menggunakannya karena mengikuti tren, keamanan terjamin, dan terpaksa.

Bukan sekadar alasan kemudahan atau praktis sehingga masyarakat sekarang memilih pembayaran dengan dompet digital dari  layanan financial technology (fintech) pembayaran. Pendorong utamanya adalah aneka promo yang ditebar perusahaan fintech pembayaran.

"Dalam sehari itu saya bisa hemat hingga Rp.45.000 dibandingkan bila bayar pakai uang tunai," kata Farhan sebagai pekerja kantoran Ibu Kota.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) pada tahun 2020 tepatnya dibulan Agustus, jumlah uang elektronik yang beredar sudah mencapai 376,142,547. Khususnya selama pandemi Covid-19, pemakaian uang elektronik dan masyarakat melakukan cashless society sangat meningkat, dan banyaknya pengguna-pengguna baru yang menjadi cashless society.

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Bambang Pramono dan kawan-kawan sebagaimana tertuang dalam working paper bertajuk ”Dampak Pembayaran Non Tunai Terhadap Perekonomian dan Kebijakan Moneter, khusus pengembangan e-money, ketentuan giro wajib minimum bagi penerbit, restriksi dalam pemberian izin penerbitan e-money hingga penyusunan dasar hukum yang mengatur hak dan kewajiban pihak terkait,” adalah bunyi rekomendasi lain dari riset ini. Para peneliti juga meyakini bahwa kebijakan cashless dapat dijalankan untuk mengatur peredaran uang dan mengurangi risiko pembayaran.

Pentingnya peningkatan kredibiitas bank sentral yang disokong oleh neraca keuangan yang sehat dan cadangan devisi yang memadai adalah tujuan dari kebijakan cashless. Semua ini agar upaya yang digelar bank sentral dalam melakukan operasi pengendalian moneter tetap berjalan secara optimal guna menjaga stabilitas harga sebagaimana diamanatkan UU BI.

”Kehadiran alat pembayaran non tunai bagi perekonomian nasional juga memberi manfaat terhadap peningkatan efisiensi dan produktifitas keuangan guna mendorong aktivitas sektor riil yang menghela pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara umum,” kemuka Bambang Purnomo dalam halaman website Bank Indonesia.

Dengan melihat tingginya pengguna pembayaran uang elektronik diperkotaan sekarang, maka dapat dianggap bahwa kebijakan cashless yang sudah lama dikaji oleh Bank Indonesia sudah berjalan optimal dan dianggap pembayaran elektronik sudah menjadi perilaku baru masyarakat saat ini, khususnya dalam situasi pandemi saat ini, kekhawatiran masyarakat untuk bersentuhan dengan benda seperti uang tunai, dapat dibantu dengan kehadiran uang elektronik, penggunaan transaksi pembayaran elektronik juga mampu mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat, sehingga tingkat inflasi menurun.

Oleh : Shalsa Azzahra/ Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi 2018, Universitas Negeri Jakarta.

Shalsa Azzahra