Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | kenny leonaltus
Akibat Corona Masyarakat Indonesia Semakin Rajin Menabung

Pandemi Corona di Indonesia tak kunjung usai sejak mulai masuk ke Indonesia pada bulan maret 2020, hal ini mengakibatkan masyarakat harus beradaptasi dengan keadaan ini, yang biasa melakukan kegiatan di luar menjadi meminimalisir kegiatan di luar.

Pemerintah di berbagai daerah juga turut membuat serangkaian aturan untuk menimimalisir tingkat penularan pandemi ini seperti kebijakan PSBB yang sudah beberapa kali diberlakukan di Jakarta. Sangat mempengaruhi beberapa pelaku ekonomi secara signifikan maupun terhadap perilaku masyarakat.

Berbagai hal di tersebut menyebabkan roda perekonomian di Indonesia mengalami gejolak yang cukup hebat. sektor konsumsi merupakan salah satu andil yang terdampak oleh pandemi ini Akibat lemahnya konsumsi masyarakat ini pada Juli hingga Agustus 2020 terjadi deflasi. Selain itu kebanyakan masyarakat menyimpan uang mereka di lembaga keuangan.

Mengutip riset Lifepal.co.id disebutkan jika kenaikan jumlah simpanan di bank umum melebihi rata-rata Maret dan Agustus 2020. Peningkatan jumlah simpanan pada Agustus 2020 mencapai 11,28 persen, lebih tinggi dari kenaikan bulan yang sama tahun 2017 sebesar 9,92 persen, 2018 6,63 persen dan 2018 7,57 persen.

Dilasir dari investor.id bahwa Animo masyarakat menyimpan uang di perbankan saat pandemi Covid-19 masih belum surut. Lihat saja data perbankan yang menunjukkan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) pada semester I-2020 masih tumbuh cukup tinggi secara tahunan (yoy), mencapai 7,95 persen atau setara Rp 460,97 triliun, yakni dari Rp 5.799,49 triliun menjadi Rp 6.260,46 triliun.

Bila dibanding semester I-2019 yang tumbuh 7,42 persen (yoy), pertumbuhan DPK pada semester I-2020 sedikit meningkat. Sementara bila dibandingkan secara tahun kalender (ytd), DPK perbankan tumbuh 4,36 persen. Masih lebih baik ketimbang periode sama tahun lalu yang hanya tumbuh 3,00 persen (ytd).

Bila dirinci per jenis DPK, peningkatan pertumbuhan terjadi pada giro dan tabungan. Giro tumbuh meningkat dari 7,24 persen (yoy) menjadi 12,91 persen (yoy), sedangkan tabungan meningkat dari 6,34 persen (yoy) menjadi 8,59 persen (yoy). Sebaliknya, deposito tumbuh melambat, yakni dari 8,30 persen (yoy) menjadi 4,77 persen (yoy). Porsi giro dan tabungan yang 56 persen dari total DPK telah mengangkat pertumbuhan perolehan DPK perbankan.

Dari sisi kepemilikan simpanan, masih tingginya pertumbuhan DPK disumbang oleh simpanan perorangan dan pihak swasta nonlembaga keuangan yang masing-masing naik 8,30 persen (yoy) dan 7,88 persen (yoy).

Dengan bobot yang tinggi, yakni perorangan mencapai 53,75 persen dan swasta nonlembaga keuangan 27,28 persen, sudah sewajarnya DPK perbankan juga otomatis meningkat. Pertumbuhan DPK yang masih cukup tinggi di tengah pandemi ini tentu patut kita syukuri. Berarti kepercayaan masyarakat Indonesia pada perbankan nasional masih cukup kuat.

Setidaknya ada beberapa faktor yang memengaruhi preferensi masyarakat tetap memilih perbankan sebagai tempat menyimpan kekayaan mereka di saat pandemi.

Pertama, alternatif investasi pada aset finansial sedikit meredup, terutama di pasar modal. Hal ini tidak lepas dari volatilitas di pasar modal yang masih relatif tinggi. Belum lagi, banyak muncul kasus investasi di masyarakat, sehingga menimbulkan ketakutan atau keengganan masyarakat berinvestasi pada berbagai produk pasar modal atau produk asuransi dan reksa dana berbasis investasi di pasar modal.

Kedua, suku bunga deposito relatif masih cukup nyaman diterima masyarakat meskipun mengalami penurunan. Rata-rata tertimbang suku bunga deposito 1 bulan pada Juni 2020 tercatat 5,64 persen, menurun 0,41 persen ketimbang akhir 2019 yang sebesar 6,05 persen.

Penurunan suku bunga deposito tidak lepas dari kebijakan Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga kebijakan BI7DRR sebagai respons atas kondisi pandemi Covid-19. Sejak akhir 2019 hingga Juli 2020, suku bunga BI7DRR telah turun 1 persen, dari 5 persen menjadi 4 persen.

Ketiga, dunia usaha tampak sedang mengalami gejolak yang cukup besar, sehingga belum banyak melakukan ekspansi atau kegiatan usaha. Perolehan giro yang tumbuh 12,91 persen (yoy) ketimbang semester I-2019 yang tumbuh 7,24 persen (yoy) menguatkan kondisi itu.

Keempat, masyarakat yang paham mengenai literasi keuangan cenderung menahan Hasrat untuk konsumsi. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya masyarakat yang membuka rekening di perbankan. Berdasarkan data LPS posisi Juni 2020, jumlah rekening nasabah penyimpan di perbankan tumbuh 10,01 persen (yoy), dari 289,08 juta rekening menjadi 318,01 juta rekening.

Berdasarkan data survei dari bank BTPN menunjukkan Survei bertajuk Jenius Study: Indonesian Digital Savvy Behavior During Ramadan 2020 menunjukkan 76 persen dari 468 responden memilih untuk menabung lebih banyak dari biasanya. Kemudian survei yang dilakukan terhadap nasabah BTPN Jenius sepanjang April-Mei 2020 itu juga menyebut 71 persen menghabiskan uangnya untuk belanja daring, 69 persen membayar tagihan, 55 persen membayar dan mengirim makanan, serta 52 persen mengisi saldo dompet digital.

“Sekitar 76 persen responden mengaku sering saving atau menabung. Jumlah pengeluaran berkurang, transaksi menabung lebih besar. Sisanya ada yang berbelanja secara online dan membayar tagihan,” kata Digital Banking Head Bank BTPN, Irwan Tisnabudi.

Irwan menjelaskan hal tersebut tidak terlepas dari kondisi ketidakpastian akibat pandemi Covid-19. Banyak orang yang sebelumnya gemar berbelanja atau menghabiskan uangnya untuk bersenang-senang sadar akan pentingnya tabungan untuk dana darurat.

Seluruh data diatas jelas menunjukkan adanya peningkatan jumlah tabungan yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia hal ini terutama disebabkan oleh tingkat konsumsi oleh para konsumen dan tingkat penjualan oleh para pelaku ekonomi mengalami penurunan dengan skala yang cukup tinggi, misalnya para anak muda yang  biasanya setiap hari mengunjungi coffe shop sekarang lebih memilih untuk membuat kopi sendiri dari rumah masing- masing yang jelas akan mengurangi tingkat pengeluaran anak muda ini dan menyebabkan ia lebih memilih untuk mengalokasiakan uangnya untuk ditabung.

Oleh: Kenny Leonaltus/Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi 2018, Universitas Negeri Jakarta

kenny leonaltus