Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | desy nia sari
Ilustrasi Bank Indonesia. [Antara]

Dalam krisis saat ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemulihan ekonomi akibat Covid-19 tidak hanya bertumpu pada kebijakan fiskal dan moneter, tetapi juga menggunakan segala cara, termasuk Salah satu "Hukum Komprehensif" atau Omnibus Law. Oleh karena itu, pemerintah akan melonggarkan transisi dari mendukung defisit fiskal dan kebijakan moneter ke transisi struktural yang diharapkan dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.

Menghadapi dampak Covid-19, pemerintah, Bank Indonesia, dan OJK telah mengeluarkan berbagai kebijakan regulasi fiskal, moneter, dan jasa keuangan. Kebijakan strategis ini ditempuh untuk mendukung upaya penanggulangan Covid-19 dan pemulihan perekonomian nasional.

Selain itu, untuk pulih dari dampak pandemi, mendorong pemulihan arus perdagangan dan modal, terutama Penanaman Modal Asing (PMA) yang lebih penting daripada arus modal jangka pendek. Rancangan pemulihan ekonomi juga harus terkait dengan perubahan iklim agar dapat tumbuh dengan memberikan stimulus fiskal atau insentif untuk mengurangi emisi karbon.

Destry Damayanti, selaku Wakil Presiden Senior Bank Indonesia, mengakui kebijakan moneter tidak bisa menjadi satu-satunya cara untuk mengatasi tanda-tanda perlambatan ekonomi. Oleh karena itu, Bank Indonesia berkeyakinan bahwa hanya dengan kerjasama dan sinergi pertumbuhan ekonomi dapat mencapai tujuannya. Dia mengatakan keadaan ketidakpastian global dapat menimbulkan tantangan untuk mengumpulkan investasi jangka panjang. Terutama berinvestasi dalam pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan.

Dilansir dari Laporan Kebijakan Moneter Triwulanan III/2019 dari Bank Indonesia, Selasa (3/12/2019), sejumlah negara telah menurunkan suku bunga acuan seperti Indonesia dalam upaya merespon perlambatan ekonomi global. Bank Indonesia menyatakan berbagai negara menempuh kebijakan moneter longgar namun belum mampu mencegah perlambatan ekonomi dunia sehingga perlu sinergi dengan pemerintah selaku pemangku kebijakan fiskal.

Gubernur BI Perry Warjiyo (Perry Warjiyo) mengatakan jika bentuk dokumen yang akan diterbitkan akan menyesuaikan dengan perkembangan yang ada, dan akan terus diperbarui. Secara keseluruhan, Perry yakin perekonomian akan membaik tahun depan. Ia pun optimistis pertumbuhan ekonomi bisa lebih tinggi dari ekonomi 2020.

Oleh sebab itu dia mendorong selain sinergi dan kerjasama dengan pemerintah, pentingnya melakukan reformasi fundamental atau transformasi ekonomi. Dengan transformasi yang optimal selain meyakinkan investor juga bisa membantu pembiayaan jangka panjang.

Tak dapat dipungkiri bahwa dampak pandemi Covid-19 menuntut pemerintah untuk melakukan upaya luar biasa di bidang kesehatan dan ekonomi. Secara makro, langkah-langkah tersebut dapat dilihat dari sisi kebijakan fiskal dan moneter.

Secara garis besar Perppu mengatur tentang kebijakan keuangan nasional dan kebijakan stabilisasi sistem keuangan nasional. Kebijakan fiskal nasional meliputi kebijakan di bidang perpajakan nasional, antara lain kebijakan di bidang perpajakan, kebijakan belanja negara, termasuk kebijakan di bidang keuangan daerah, dan kebijakan pembiayaan.

Sementara itu, kebijakan stabilisasi sistem keuangan mencakup kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan lembaga keuangan yang membahayakan stabilitas perekonomian dan / atau sistem keuangan nasional. Di sektor fiskal, kinerja tersebut membuat kebijakan fiskal menjadi fleksibel yang berarti defisit dapat melebihi aturan fiskal dan paling lambat akan melebihi 3% dari PDB pada akhir tahun anggaran 2022.

Melalui metode rencana National Economic Recovery (PEN) adalah dengan memberikan stimulus yang komprehensif baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Dari sisi permintaan, stimulus bertujuan untuk menjaga daya beli masyarakat. Ini berbentuk rencana perlindungan sosial, dan keduanya merupakan perpanjangan dari rencana yang ada dan rencana baru.

Program-program yang ada termasuk "Program Keluarga Harapan", kartu sembako dan kartu pra-kerja. Sementara itu, rencana baru mencakup bantuan sembako Jabodetabek, bantuan tunai non-Jabodetak, BLT dana desa dan diskon listrik.

Di sisi penawaran, pemberian insentif dan dukungan perpajakan bagi dunia usaha bertujuan untuk menjaga kegiatan usaha sekaligus meningkatkan produksi nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat tiga kebijakan yang dilakukan, yaitu peningkatan konsumsi dalam negeri, peningkatan aktivitas dunia usaha, serta menjaga stabilitasi ekonomi dan ekspansi moneter.

Namun, kebijakan moneter yang diterapkan BI tahun ini dinilai belum efektif. Center for Economic Reform (CORE) menilai tantangan BI saat ini adalah lemahnya transmisi kebijakan moneter dalam pengendalian suku bunga perbankan. Selain menurunkan suku bunga acuan, bank sentral juga menurunkan GWM rupiah untuk mengendurkan likuiditas bank. Peningkatan likuiditas ini ditandai dengan peningkatan likuiditas sekunder sebesar 18%. Namun, pertumbuhan kredit yang hanya satu digit mendorong perbankan untuk menyimpan kelebihan likuiditas pada asset keuangan, terutama obligasi.

Dalam situasi saat ini menanggapi dampak pandemi Covid-19, dapat dikatakan bahwa sektor ekonomi sedang sekarat, dan asupan yang paling bergizi untuk meningkatkan daya beli masyarakat adalah melalui bantuan tunai langsung dan modal niaga rakyat. Demikian pula, bantuan semacam itu membutuhkan pendanaan baru, yang tentunya sangat bergantung pada perbendaharaan dalam APBN.

Oleh: Desy Nia Sari / Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi 2018, Universitas Negeri Jakarta

desy nia sari