Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Adia Maritza Adha
Ilustrasi investor

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai (UU Bea Meterai) telah disahkan pada 26 Oktober 2020 yang lalu. Salah satu isi dari UU tersebut yaitu mengatur adanya biaya bea materai yang dikenakan pada setiap transaksi surat berharga atau saham.

Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan bahwa mulai 1 Januari 2021 mendatang, Bea materai tersebut dikenakan tanpa batasan nilai nominal yang diterima investor. Biaya materai ini akan menjadi tanggung jawab investor hingga ditunjuknya Anggota Bursa (AB) sebagai Wajib Pungut. Transaksi ini akan dikenakan untuk setiap Trade Confirmation (TC) tanpa batasan nilai nominal yang diterima investor sebagai dokumen transaksi surat berharga.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan akan ada pengenaan bea materai sebesar Rp 10.000 untuk perdagangan saham. Hanya saja yang dikenakan bukan per transaksi saham, melainkan per dokumen pembeliannya atau per trade confirmation (TC). Adapun trade confirmation adalah dokumen elektronik yang diterbitkan secara elektronik atau harian atas keseluruhan transaksi dalam periode seharian.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, pengenaan bea materai untuk dokumen elektronik ini dilakukan untuk memberikan kesetaraan dengan dokumen konvensional. Pengenaan ini juga belum akan diberlakukan di 1 Januari 2021 seperti bea materai konvensional.

Direktur Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Suryo Utomo memperkirakan potensi penerimaan pajak dari kenaikan tarif bea materai mencapai Rp12,1 triliun di tahun depan. Seperti diketahui, tarif bea materai menjadi Rp10.000 dari yang sebelumnya berada di Rp3.000 dan Rp6.000, dan akan berlaku di 2021. Sementara, untuk potensi penerimaan bea materai 2020 sebelum ada kenaikan ini, pihaknya belum melakukan penghitungan. Oleh karenanya, potensi penerimaan bea materai tahun depan masih belum pasti dan masih perhitungan kasar.

Hal ini tentu saja menuai kritik dan penolakan dari investor retail di dalam negeri. Investor merasa keberatan dengan adanya tarif bea materai tersebut apalagi investor dengan modal yang sedikit karena akan menambah biaya transaksi surat berharga dan dapat menurunkan minat untuk berinvestasi.

Hal ini juga berlaku bagi para day trader atau seseorang yang melakukan trading saham harian. Berbeda dengan investor pada umumnya, trader akan lebih sering melakukan transaksi di bursa saham, sehingga dengan kebijakan ini maka akan mengurangi profit yang di dapat oleh para trader.

Selain itu, ada juga penolakan yang disuarakan dengan membuat petisi melalui platform change.org. Sejauh ini, ada dua petisi penolakan bea materai Rp10 ribu tersebut. Salah satunya adalah Petisi pertama dibuat Farissi Frisky, yang sudah ditandatangani oleh 7.277 orang per Senin (20/12) pagi. Petisi tersebut ditujukan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Presiden Joko Widodo, dan Bursa Efek Indonesia.

Salah satu pelaku investasi yaitu Ustadz Yusuf Mansur sebagai pemiliki PT Paytern Aset Manajemen, berharap rencana ini diharapkan bisa dicabut karena saat ini momen yang tepat bagi investor, khususnya investor ritel individu yang ingin berinvestasi di saham dan produk pasar modal lainnya, yang dipaparkan melalui unggahan terbarunya soal saham di Instagram @yusufmansurnew.

Oleh karena itu Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan, fasilitas pembebasan bea materai dapat diberikan dalam rangka mendorong atau melaksanakan program pemerintah dan/atau kebijakan lembaga yang berwenang di bidang moneter atau jasa keuangan.

Adia Maritza Adha