Mudik merupakan suatu tradisi yang setiap tahun terjadi saat menjelang hari raya besar di Indonesia, salah satunya adalah hari raya idul fitri. Namun, tahun ini akan berbeda dikarenakan Indonesia di hadapi dengan pandemi corona.
Wabah COVID-19 sudah dikonfirmasikan oleh WHO (World Health Organization) dapat menyebar dengan cepat oleh seseorang yang terinfeksi virus tersebut.
Penyebaran ini dapat terjadi ketika seseorang yang terinfeksi batuk dan mengeluarkan droplet. Maka dari itu, pada tanggal 21 April 2020 Presiden Jokowi melalui video conference menetapkan untuk melarang aktivitas mudik mulai tanggal 24 April 2020. Tujuan pelarangan mudik yaitu untuk memutus penyebaran wabah COVID-19 yang terjadi pada saat ini.
“Menurut survei yang dilakukan kementerian perhubungan, bahwa masih ada 24% yang bersikeras untuk mudik.” tegas Presiden Jokowi.
Sebelumnya pelarangan mudik ini hanya berlaku untuk beberapa kalangan saja seperti ASN, TNI, Polri dan pegawai BUMN. Namun karena survei yang dilakukan oleh kementerian perhubungan masih terdapat 24% yang bersikeras untuk mudik, Presiden Jokowi memutuskan untuk melakukan pelarangan mudik bagi semua masyarakat.
Dampak Terhadap Perekonomian Daerah
Pelarangan mudik ini tentu akan membawa dampak yang sangat besar, salah satunya dalam segi perekonomian daerah. Mudik memiliki 2 hal pokok yang menguntungkan untuk perekonomian daerah.
Yang pertama, mudik dapat menciptakan perputaran uang yang begitu besar dan cepat (velocity of money). Saat mudik, masyarakat biasanya akan membawa uang untuk balik ke kampung halaman. Puluhan juta uang ini akan berpindah tangan dari kota ke desa.
Dalam pendekatan teori ekonomi, perputaran uang yang begitu besar ini disebut dengan redistribusi ekonomi atau redistribusi kekayaan, yaitu terjadinya suatu perpindahan kekayaan dari satu daerah ke daerah lainnya atau dari satu indvidu ke indvidu lainnya.
Fenomena diatas menunjukan bahwa tradisi mudik dapat menciptakan redistribusi ekonomi dari kota besar ke daerah agar perekonomian daerah dapat terstimulasi dengan produktivitas masyarakatnya dan mengurangi ketergantungan kepada daerah pusat.
Apabila pelarangan mudik ini diberlakukan, redistribusi ekonomi atau redistribusi kekayaan ini terhambat. Dalam artian, pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di daerah-daerah akan merasakan dampak dari pelarangan mudik ini.
Pelaku usaha UMKM seperti pedagangan di pinggir jalan, warung makan, dan took oleh-oleh pun akan sepi oleh pengunjung.
Kedua, dengan adanya aktivitas mudik yang terjadi setiap tahun dapat memberikan dampak positif kepada infrastuktur. Dengan adanya mudik lebaran, mengharuskan pemerintah untuk memperbaiki infrastuktur guna memperlancar masyarakat yang ingin mudik tanpa adanya hambatan.
Biasanya pemerintah memperbaiki jalan tol, jalan-jalan di daerah, dan memperbaiki fasilitas di transportasi umum seperti kereta api, pelabuhan, bandara, dan lain sebagainya. Dengan memperbaiki infrastuktur tentu membawa dampak positif apalagi dalam ketepatan penyerapan anggaran.
Pada hakikatnya tradisi mudik ini menjadi salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi regional maupun nasional. Karena banyaknya masyarkat yang melakukan peningkatan dalam konsumsi. Jenis konsumsi disini meliputi pembelian motor, memperbaiki fasilitas rumah di kampung halaman, pakaian dan lain sebagainya.
Banyak sekali dampak dari mudik terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Namun, dalam masa pandemi ini, masyarakat harus mematuhi kebijakan yang diambil oleh Presiden untuk untuk tidak mudik guna memutus penyebaran virus COVID-19 ini.
Menurut Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan penyebaran virus COVID-19 ini masih sangat tinggi dan lebih berpotensi tertular bagi warga yang melakukan perjalanan termasuk seperti mudik.
“Saya ingin sampaikan sesuai dnegan instruksi bapak Presiden bahwa kita tidak meninggalkan tempat kita tinggal dan berpergian ke luar, mudik, atau meninggalkan Jakarta. Karena potensi penularan yang amat besar,” ujar Anies dalam konferensi pers daring di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu tanggal 22 April 2020.
Penulis berharap bahwa dengan ditiadakannya mudik ini dapat memutus penyebaran COVID-19 dengan cepat. Karena apabila pelarangan mudik ini benar-benar ditekan, maka penyebaran virus corona akan semakin cepat terselesaikan.
Tidak adanya mudik maka aktivitas ekonomi juga akan turun, namun yang terpenting adalah memutus penyebaran COVID-19 guna kemashlahatan masyarakat agar tidak kehilangan produktivitasnya.
Oleh: Adia Maritza Adha / Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi, Universitas Negeri Jakarta.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Sebut WHO Rancang Pandemi Baru, Epidemiolog UI Tepis Ucapan Dharma Pongrekun: Itu Omong Kosong
-
Negara Kaya Wajib Bantu Negara Berkembang? Ini Tuntutan AHF di WHO Pandemic Agreement
-
Kartu Prakerja Catat Prestasi Signifikan Hingga Dapat Puja-puji Dunia
-
Dharma Pongrekun Sebut Penyebab Tanah Abang Sepi Akibat Pandemi Covid-19
-
Kawal Masyarakat Indonesia Selama Pandemi Covid-19, 10 Tahun Jokowi Catat Kemajuan Pesat Bidang Telemedicine
News
-
See To Wear 2024 Guncang Industri Fashion Lokal, Suguhkan Pengalaman Berbeda
-
Harumkan Indonesia! The Saint Angela Choir Bandung Juara Dunia World Choral Championship 2024
-
Usaha Pandam Adiwastra Janaloka Menjaga, Mengenalkan Batik Nitik Yogyakarta
-
Kampanyekan Gapapa Pakai Bekas, Bersaling Silang Ramaikan Pasar Wiguna
-
Sri Mulyani Naikkan PPN Menjadi 12%, Pengusaha Kritisi Kebijakan
Terkini
-
Makna Perjuangan yang Tak Kenal Lelah di Lagu Baru Jin BTS 'Running Wild', Sudah Dengarkan?
-
Ulasan Buku 'Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, di Mana Saja', Bagikan Tips Jago Berkomunikasi
-
Puncak FFI 2024: Jatuh Cinta Seperti di Film-Film Sapu Bersih 7 Piala Citra
-
Polemik Bansos dan Kepentingan Politik: Ketika Bantuan Jadi Alat Kampanye
-
Ditanya soal Peluang Bela Timnas Indonesia, Ini Kata Miliano Jonathans