Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | hesti ya
Penahanan tuan Choi, pelaku penikaman dan penabrakan di Stasiun Seohyeon.[Twitter/@yonhaptweet)]

Buntut dari kasus penusukan di Seongnam, Korea Selatan mulai menyadari banyaknya penyakit mental yang semakin parah dan akan membenahi peraturan baru.

Media Korea Selatan The JoongAng pada Senin (7/8/2023) melaporkan bahwa pemerintah Korea Selatan akan mempertimbangkan pengenalan sistem perawatan hukum bagi pasien gangguan jiwa berat yang tidak mau dirawat.

Sistem tersebut dipertimbangkan dari banyaknya kasus penusukan yang terjadi di Korea Selatan akhir-akhir ini. 

Sebelumnya, Choi Mo (22) yang merupakan tersangka penembakan dan penabrakan para pejalan kaki di Seongnam diketahui memiliki riwayat gangguan kepribadian skizofrenia sejak tahun 2015.

Saat itu dirinya telah menerima perawatan psikiatri karena gejala anti sosial dan skizofrenia. Kemudian Choi Mo menghentikan pengobatan tersebut pada 2020 lalu. 

Usai putus sekolah akibat gejala anti sosial, Choi Mo melakukan kejahatan dan juga jarang berpacaran. Kemungkinan penyakit Choi Mo semakin parah karena dia tidak menerima pengobatan selama tiga tahun. 

"Ada banyak kasus di mana gangguan kepribadian skizofrenia diperburuk oleh delusi penganiayaan atau halusinasi,” ungkap Baek Jong Woo, profesor psikiatri di Rumah Sakit Universitas Kyung Hee.

Sehubung adanya kejahatan darurat ini, Profesor Baek Jong Woo menghimbau para anggota keluarga atau tetangga untuk melaporkan pasien dengan penyakit mental yang parah yang menunjukkan gejala darurat terjadi. 

Pada tanggal 4 Agustus 2023, Kementerian Kehakiman telah mengumumkan akan mempertimbangkan hukuman bagi pasien penyakit jiwa berat yang menolak untuk dirawat di rumah sakit.

Sementara itu, peraturan pemerintah yang tengah berjalan saat ini perawatan pasien dengan gangguan jiwa berat dapat dipaksa untuk dirawat inap jika dua wali dan dua spesialis medis dari rumah sakit yang berbeda setuju. 

Ada pula peraturan perawatan administratif bagi pasien yang tidak memiliki keluarga atau menjadi tunawisma. Peraturan ini diwenangkan kepada kepala pemerintah lokal yang bahkan hampir tidak pernah diterapkan. 

Selain pemaksaan pasien, infrastruktur rawat inap pun bermasalah. Jumlah pasien yang semakin banyak tidak membuat pemerintah sadar untuk menambah infrastruktur.

Penurunan jumlah infrastruktur terus terjadi sejak 2017 hingga saat ini. Bangsal tertutup rumah sakit umum menurun dari 1.416 ke 275 pada Maret tahun ini. Jumlah tempat tidur pun berkurang dari 67.000 ke 53.000 saja.

Pada tanggal 6 Agustus 2023, Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan mengungkapkan bahwa ada sekitar 500.000 pasien dengan penyakit jiwa berat seperti skizofrenia dan depresi berulang di Korea Selatan. 

Di antara sejumlah pasien tersebut, sekitar 77.000 orang yang telah menerima pelayanan rawat inap dan keperawatan jiwa di institusi kesehatan jiwa.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

hesti ya