Scroll untuk membaca artikel
Haqia Ramadhani
Jaksa Shandy Handika. (YouTube/ CURHAT BANG Denny Sumargo)

Jaksa Shandy Handika muncul ke publik setelah film dokumenter Ice Cold: Murder, Coffee and Jessica Wongso menjadi perbincangan hangat. Shandy merupakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus kopi sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihin dan membuat Jessica Wongso menerima hukuman 20 tahun penjara.

Shandy Handika mengaku bahwa dirinya diwawancara Netflix untuk film dokumenter ini pada 2 tahun lalu. Ia merasa isi film tersebut tidak sesuai dengan bayangannya ketika awal ditawarkan Netflix.

BACA JUGA: Ayah Mirna Akui Hobi Mancing, Dr Djaja Ungkap Sianida Dipakai Fumigasi Kapal: Kamu Nelayan Beli, Dikasih

"Sebenarnya tidak (sesuai ekspektasi). Karena yang kami bayangkan adalah gambaran mengenai seputar persidangan. Karena itulah yang ditawarkan oleh Netflix. Bukan materinya," kata jaksa Shandy saat ditanya Denny Sumargo tentang ekspektasi terhadap film Ice Cold, dikutip dari podcastnya pada Rabu (11/10/2023).

Menurut Shandy, apa yang disampaikan oleh pihak Jessica Wongso di film Ice Cold sudah selesai dianalisa dan diperdebatkan pada 2016 lalu. Hal itu sebenarnya ingin dihindari tetapi justru pihak penasihat hukum masih membahas kejanggalan.

"Tapi ternyata saat film dokumenter ini muncul, ini ternyata pihak penasehat hukum masuk ke materi perkara. Dan itu menggali lagi sesuatu yang sudah menjadi analisa dan perdebatan di 2016. Kami menghindari itu tapi pihak penasihat hukum masih membahas kejanggalan,” tuturnya.

Dokumenter Ice Cold (Instagram/@netflixid)

BACA JUGA: Ayah Mirna Ngaku Punya Botol Sianida, Hotman Paris: Dapat Dari Mana? Masa Jessica Kasih ke Kamu?

Edward Omar Syarif Hiarej sebagai salah satu saksi ahli hukum pidana dalam kasus kopi sianida juga memberikan tanggapan terkait film Ice Cold. Ia menilai seharusnya film tersebut tidak lagi membahas kejanggalan hingga diperdebatkan kembali.

Sebab, telah keluar putusan pengadilan yang harus dihormati.

"Seharusnya kalau orang paham hukum, film dokumenter seperti itu tidak lagi membahas kejanggalan. Karena kita di Fakultas Hukum diajarkan putusan pengadilan itu harus dianggap benar dan dihormati. Jadi sudah tidak ada lagi perdebatan. Apalagi kasus itu sudah diuji empat kali," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM tersebut.

"Oh lima kali (PK atau pengajuan kembali). Jadi Pengadilan Negeri diputus 20 tahun, Pengadilan Tinggi 20 tahun, Mahkamah Agung 20 tahun, PK juga 20 tahun. Berarti tidak ada pendapat hakim yang berbeda, sudah diputus 15 hakim," sambungnya.

Cek berita dan artikel yang lain di GOOGLE NEWS