“Manusia dan kultur yang terjadi di sekelilingnya tidak ramah bagi sungai. Dulu, kultur kita (Indonesia), melihat sungai sebagai wajah. Tapi begitu punya jalan raya, waktu kultur lain datang dan mengajarkan pentingnya jalan darat, tiba-tiba kita melihat sungai sebagai punggung. Jadi buang apa-apa ke belakang (sungai)." - Ria Papermoon, Founder sekaligus Co Artistic Director Papermoon Puppet Theatre.
Papermoon Puppet Theatre akhirnya membawa pulang karya besar mereka yang bertajuk “Stream of Memory”. Setelah dipentaskan di Singapura untuk kali pertama, kini mahakarya Ria dan tim, dipentaskan di Yogyakarta.
“Stream of Memory” dipentaskan untuk publik pada 15-17 Desember 2023. Lokasi pertunjukan bertempat di Laboratorium Seni Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta.
Cerita Stream of Memory, Gambarkan Hubungan Manusia dan Alam
Papermoon Puppet Theatre memadukan elemen teater boneka, tari, video mapping, musik, dan tata cahaya dalam satu pertunjukan indah. Berkolaborasi dengan koreografer, 4 penari, dan penata cahaya dari Singapura, mahakarya Papermoon Puppet Theatre kembali membuat penonton terkagum-kagum.
“Stream of Memory” mengangkat kisah ekologi tentang kenangan dan keterhubungan kembali antara manusia dengan alamnya. Diciptakan sebagai respons terhadap hilangnya makna sungai akibat urbanisasi dan kehidupan modern.
Mengusung tema “Sungai”, Papermoon Puppet Theatre melakukan proses panjang untuk menampilkan kisah tentang Sang, Jun dan Kali. Kisah diawali dengan tingkah Sang dan Jun, dua anak kecil yang sehari-hari beraktivitas di taman bermain mereka, yakni sungai.
Suatu ketika, kejadian tak terduga membawa Sang pada pertemuan dengan Kali, sesosok raksasa tua yang terlupakan. Perjalanan Sang, membuatnya menemukan siapa Kali, dan mengingat siapa dia dulu.
Kepedulian Papermoon Puppet Theatre terhadap ikatan antara manusia dan alam, tercermin dari “Stream of Memory”. Inspirasinya datang dari Komunitas Sekolah Gajahwong di Yogyakarta, yang menjadikan sungai sebagai “rumah”.
“Ada sekolah, komunitas untuk anak-anak, gratis, di bantaran sungai. Yang kita ingin temukan adalah kisah-kisah kecil di dekat kita dulu deh,” ujar Ria setelah media preview “Stream of Memory”, Kamis (14/12/2023).
Papermoon Puppet Theatre terjun langsung berbaur dengan komunitas Gajahwong untuk memantapkan karyanya. Ria dan tim juga menggelar program workshop kreatif hingga pementasan kecil untuk anak-anak di sana.
Seni Ramah Lingkungan dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan ala Generasi Sekarang
Siapa sangka, ternyata pertunjukan seni ‘menyumbang’ sampah tak sedikit. Kalau tidak dicarikan solusi, lambat laun ikut memperburuk masalah lingkungan.
Berangkat dari situ, Papermoon Puppet Theatre berkomitmen untuk meminimalisir sampah yang susah terurai. Salah satu caranya dengan menggunakan bahan yang ramah lingkungan untuk membuat propertinya.
“Yang kami lakukan, menggunakan material yang mudah di-recycle dan diterima bumi, atau yang bisa digunakan kembali. Pemilihan material menjadi sikap yang kami ambil untuk masalah sampah,” kata Ria.
Dalam “Stream of Memory”, boneka karakter raksasa setinggi 3,5 meter, salah satu bahan utamanya adalah rotan yang bisa di-reuse atau di-recyle. Selain itu, properti “spirit”, dibuat dari sampah plastik berwarna putih. Papermoon Puppet Theatre membuka donasi, sampah plastik yang terkumpul menjadi material pembuatan propertinya.
Tak hanya Papermoon Puppet Theatre, siapa saja bisa ikut melestarikan lingkungan. Misalnya dengan mengikuti #AksiAsri365, kampanye Chandra Asri untuk mewujudkan Indonesia yang lebih asri dan berwawasan lingkungan berkelanjutan. Tantangan yang bisa dilakukan misalnya naik transportasi umum, memakai produk lokal ramah lingkungan, dan lain-lain.
Tag
Baca Juga
-
Janji Menguap Kampanye dan Masyarakat yang Tetap Mudah Percaya
-
Kehidupan Seru hingga Penuh Haru Para Driver Ojek Online dalam Webtoon Cao!
-
4 Rekomendasi OOTD Rora BABYMONSTER yang Wajib Kamu Sontek untuk Gaya Kekinian
-
Dituntut Selalu Sempurna, Rose BLACKPINK Ungkap Sulitnya Jadi Idol K-Pop
-
Ulasan Film The French Dispact: Menyelami Dunia Jurnalisme dengan Gaya Unik
Artikel Terkait
-
Peduli Lingkungan, 75 Persen Perusahaan Besar Dunia Mulai Terapkan Laporan Keberlanjutan
-
Jurnalisme Hijau di Era Digital: Membumikan Isu Lingkungan Nan Kompleks Agar Tak Membosankan
-
Etika Menjaga Kelestarian Destinasi Alam
-
Ulasan Buku Ikan Selais dan Kuah Batu: Kisah Persahabatan Manusia dan Ikan
-
Menikmati Liburan Tenang dan Berkelanjutan: Ini 4 Rekomendasi Akomodasi Ramah Lingkungan di Lombok
News
-
Dari Kelas Berbagi, Kampung Halaman Bangkitkan Remaja Negeri
-
Yoursay Talk Unlocking New Opportunity: Tips dan Trik Lolos Beasiswa di Luar Negeri!
-
See To Wear 2024 Guncang Industri Fashion Lokal, Suguhkan Pengalaman Berbeda
-
Harumkan Indonesia! The Saint Angela Choir Bandung Juara Dunia World Choral Championship 2024
-
Usaha Pandam Adiwastra Janaloka Menjaga, Mengenalkan Batik Nitik Yogyakarta
Terkini
-
Janji Menguap Kampanye dan Masyarakat yang Tetap Mudah Percaya
-
Kehidupan Seru hingga Penuh Haru Para Driver Ojek Online dalam Webtoon Cao!
-
4 Rekomendasi OOTD Rora BABYMONSTER yang Wajib Kamu Sontek untuk Gaya Kekinian
-
Dituntut Selalu Sempurna, Rose BLACKPINK Ungkap Sulitnya Jadi Idol K-Pop
-
Ulasan Film The French Dispact: Menyelami Dunia Jurnalisme dengan Gaya Unik