
Komunitas Tjilatjap History adalah sebuah komunitas yang konsisten mengedukasi masyarakat tentang sejarah Cilacap itu sendiri. Belum lama ini mereka melakukan soft launching sebuah buku berjudul Pernik-pernik Sejarah Cilacap (PPSC), melalui akun Instagram mereka yakni @tjilatjaphistory.
Saya lalu menghubungi salah satu penulis buku, yang juga menjabat Penanggung Jawab Komunitas Tjilatjap History, yakni Thomas Sutasman. Pria yang kesehariannya masih aktif mengajar di SMP Pius Cilacap ini mengungkapkan sejumlah hal di balik penulisan buku tersebut.
“Pernik-pernik Sejarah Cilacap ditulis oleh sembilan orang (anggota komunitas). Di dalamnya terdapat 100 tema ringan agar pembaca lebih banyak keluasan wawasan,” jelasnya, melalui layanan pesan pribadi.
Adapun tujuan diterbitkannya buku ini untuk mendokumentasikan hal-hal yang berkaitan dengan sejarah Cilacap, merawat memori kolektif masyarakat, dan melestarikan sejarah di Cilacap. Thomas mengatakan bahwa setiap tema dalam buku PPSC bisa menjadi acuan atau referensi, guna penelitian sejarah lebih lanjut.
Selain itu setiap penulis menulis sesuai dengan kemampuan masing-masing berdasarkan berbagai referensi, narasumber, maupun riset komunitas.
“Jadi tidak mendasarkan pada cerita rakyat. Data dari berbagai referensi,” tegasnya.
Faktor banyaknya penulis yang terlibat memunculkan kesulitan tersendiri. Menurut Thomas di antaranya dari segi editing, serta mengolah data-data yang diperoleh menjadi tulisan yang mudah dipahami. Selain itu masing-masing penulis punya kesibukan sehingga mereka perlu menyisihkan waktu khusus untuk menulis.
Kabupaten Cilacap yang luas sebetulnya memiliki kekayaan sejarah lokal. Sayang, Pemerintah Kabupaten Cilacap sendiri terkesan belum menaruh keseriusan. Sebab hingga kini Cilacap belum memiliki museum sejarah. Terhadap hal tersebut Thomas berpendapat keberadaan sebuah museum memiliki arti penting.
“Benda-benda bersejarah bisa terawat, terdokumentasikan. Bisa untuk pembelajaran generasi mendatang. Merawat memori kolektif bangsa, dan menjaga kearifan lokal,” ungkapnya.
Oleh karena itu ia berharap masyarakat dan pemangku kebijakan semakin peduli dan perhatian pada sejarah lokal Cilacap, termasuk pada usaha penulisannya. Dengan demikian generasi mendatang memiliki dokumentasi yang lengkap, untuk mengenali tanah kelahirannya sendiri.
Baca Juga
-
Menguak Motif Pembunuh dalam Tuhan, Boleh Ya, Aku Tidur Nggak Bangun Lagi?
-
Kembangkan Minat Bakat Melukis Anak, KBSA Cilacap Gelar Workshop Melukis
-
Ulasan Novel Pembangun Jiwa, Kemarau di Sedanau
-
Ajak Anak Mengenal Hewan dan Tumbuhan di Dalam Al-Qur'an
-
Cinta dan Materialisme dalam Novel Klasik Breakfast at Tiffanys
Artikel Terkait
-
Silaturahride with Mas Pram, Ratusan Pesepeda Bersepeda 39 Km Bersama Gubernur
-
Dari Perpustakaan Keliling ke Gerakan Literasi: Perjalanan Busa Pustaka Nyalakan Harapan Lewat Buku
-
Kerja Keras adalah Ibadah: Kisah Unik Komunitas Baye Fall di Senegal
-
Kopicek: Ketika Komunitas Mata Hati Mengubah Stigma Tunanetra Melalui Kopi
-
Photo Walk Ramean: Wadah Seru Buat Pecinta Fotografi Analog
News
-
Kentongan Pukul Sepuluh dan Langkah Awal Menuju Kampus Tangguh Bencana di UMJ
-
Kkuljaem Edu, Gerbang Menuju Impian Kuliah di Korea Selatan
-
PPG Bahasa Indonesia Tumbuhkan Minat Literasi dengan Pembelajaran yang Asik
-
Dana Keistimewaan DIY Lahirkan 4 Film Pendek, Siap Menggugah Hati dan Pikiran!
-
Ucapan Tolong ke ChatGPT Bikin OpenAI Merugi, Kok Bisa?
Terkini
-
Ulasan Buku Timun Jelita Volume 2: Suara Kecil yang Disimpan Diam-Diam
-
Teluk Triton, Menyimpan Keindahan Layaknya Surga Tersembunyi di Kaimana
-
4 Ide Gaya Kasual ala Kim Yo Hanyang Bisa Ditiru Buat Nongkrong!
-
Film 'Conclave' Umumkan Tayang secara Terbatas di Bioskop Indonesia
-
Sinopsis Khauf, Series India Dibintangi Monika Panwar dan Rajat Kapoor