Novel Kemarau di Sedanau karya Asroruddin Zoechni ini bukan sekadar novel romansa, melainkan bisa dikategorikan sebagai novel pembangun jiwa. Pasalnya, dalam novel setebal 317 halaman dan diterbitkan oleh Bhuana Sastra, tahun 2023, emosi pembaca bakal dibuat terpancang pada perjalanan hidup Salman Adiputra, dari seorang anak nelayan miskin di Pulau Sedanau, Kabupaten Natuna, hingga berhasil menjadi dokter spesialis kebidanan dan kandungan.
Latar tempat, dan situasi turut berperan besar karena menyuguhkan wawasan baru kepada pembaca. Bahwasannya negeri kita sungguh besar, dan memiliki kekayaan alam nan berlimpah. Namun sayang, kesempatan meraih pendidikan tinggi tidak merata. Masih banyak pemuda-pemudi cemerlang di pelosok sana, yang mengalami keterbatasan akses mengubah hidup melalui pendidikan. Demikian pula akses terhadap fasilitas kesehatan yang masih jauh dari ideal.
Asroruddin sendiri adalah seorang dokter mata asal Kalimantan Barat. Tak heran ia mengetahui seluk beluk perjuangan panjang untuk menjadi seorang dokter. Selain itu, ia juga memahami kenyataan yang terjadi di lapangan (baca: di Natuna) berkat pengalaman pribadinya. Kesemua itu ditambah kemampuannya merangkai kata, sehingga mewujud jalinan kisah yang enak dibaca.
Kemarau di Sedanau berkisah tentang pemuda cakap dan cerdas bernama Salman. Ayahnya nelayan kecil, sedangkan ibunya membantu ekonomi keluarga dengan berjualan kerupuk kernas. Salman memiliki dua adik usia sekolah. Kecerdasan Salman diakui oleh guru-gurunya di SMA Negeri Sedanau. Sehingga ia mendapat dukungan untuk melanjutkan kuliah jurusan kedokteran, melalui jalur beasiswa Pemerintah Kabupaten Natuna.
Salman pun memiliki impian menjadi dokter. Motivasinya sederhana tetapi kuat, yakni ingin bisa mengobati orang tua dan adik-adiknya di Sedanau. Sebab selama ini jika masyarakat Sedanau ingin berobat ke rumah sakit, mereka harus menyeberangi laut menuju Ranai, ibukota kabupaten, menggunakan pompong (kapal kecil) selama 45 menit, lalu disambung dengan bermobil 30 menit berikutnya (hal. 8).
Keinginan Salman mendapat cemoohan dari Pak Jamal dan putranya, Abrar. Pak Jamal adalah orang kaya di Sedanau yang tak suka bila anaknya disaingi oleh Salman. Abrar sendiri kerap merundung Salman, baik secara verbal ataupun fisik. Persaingan tak sehat yang dikibarkan Abrar semakin panas dengan hadirnya Hamidah. Sebab gadis manis adik kelas mereka tersebut jatuh hati pada Salman, demikian pula sebaliknya. (hal. 47).
Ketika Salman hendak berangkat mengikuti tahap akhir seleksi calon mahasiswa kedokteran di Universitas Tanjungpura (UNTAN), Pontianak, ujian pertama datang kepadanya. Ayahnya meninggal dunia akibat penyakit TBC yang telah lama diderita. Meskipun demikian, ternyata Salman berhasil lolos seleksi dan mengalahkan Abrar. Ia pun resmi memulai kuliah di Fakultas Kedokteran UNTAN angkatan 2008.
Perjuangan Salman selama kuliah begitu berliku. Selain harus menaklukkan aneka materi yang sulit, ia pun berusaha mengatasi masalah keuangannya. Hal itu karena uang bulanan yang dikirim ibunya amat pas-pasan. Sehingga Salman bekerja sambilan, mulai dari menjual pulsa dan paket internet, hingga menjadi agen properti. Akibatnya, ia sampai mendapat nilai D dan harus mengulang materi di semester depan (hal. 168).
Seolah belum cukup cobaan yang dialami, Salman kembali harus kehilangan dua wanita penopang semangat hidupnya, yakni ibu dan kekasihnya. Ibu Salman meninggal dunia karena sakit keras, sedangkan Hamidah, tiada angin tiada hujan tiba-tiba hendak menikah dengan Abrar. Cobaan berat tersebut membuat Salman terpuruk hingga titik nadir.
Pada bagian ini, penulisnya melukiskan perjuangan Salman keluar dari lembah nestapa. Salman adalah pemuda yang baik, maka ia beruntung dikelilingi orang-orang baik pula. Melalui semangat persaudaraan, kepedulian, dan kesetiakawanan, mereka menolong Salman sebelum segalanya benar-benar terlambat.
Novel ini cocok dibaca pembaca muda mulai usia 15 tahun ke atas. Kekurangan yang saya rasakan sewaktu membacanya ada pada gaya bahasa yang cenderung telling dan agak bertele-tele. Namun yakinlah, hal tersebut sama sekali tidak mengurangi sejumlah kelebihan yang telah saya terangkan di bagian pendahuluan. Jadi, selamat membaca, Sobat!
Baca Juga
-
Ajak Anak Mengenal Hewan dan Tumbuhan di Dalam Al-Qur'an
-
Cinta dan Materialisme dalam Novel Klasik Breakfast at Tiffanys
-
Hakikat Kebebasan, Novelet Kenang-kenangan Mengejutkan Si Beruang Kutub
-
Duka di Balik Komedi, Ulasan Novel Capslok: Capster Anjlok
-
Mommy Issues di Drama Korea Family by Choice: Hwang In Yeop dan Bae Hyun Sung Berebut Kasih Sayang?
Artikel Terkait
-
Ulasan Novel 3726 MDPL: Impian untuk Mendaki Gunung Rinjani
-
Potret Panggung Politik dalam Novel Tangan Kotor di Balik Layar
-
Ulasan Novel Guru Aini: Dedikasi Seorang Guru Terhadap Murid-muridnya
-
Menilik Duka Batin Mantan Serdadu Heiho dari Novel Pulang Karya Toha Mohtar
-
Ulasan Novel Kelab dalam Swalayan: Pengampunan, dan Penebusan Dosa
Ulasan
-
Review Film Pengantin Setan, Inikah Rasanya Jadi Istri yang Dicintai Jin?
-
Ulasan Novel Quarter Life Crisis, Pencarian Cinta Sejati Generasi Milenial
-
Menikmati Akhir Pekan Bersama Keluarga di Taman Cattleya Kota Jakarta
-
Temukan Resep Hidup Bahagia Tanpa Drama di Lagu BSS SEVENTEEN 'Happy Alone'
-
The Fountain Waterpark, Objek Wisata Keluarga Murah Meriah di Semarang
Terkini
-
Serial Invincible Season 3 Rilis Bulan Depan, Cek Jadwal per Episodenya
-
Liga 1: Persis Solo Siap Jinakkan PSIS Semarang, Ong Kim Swee Percaya Penuh
-
Rilis Teaser Visual, Judul Resmi untuk Film Pendek Lycoris Recoil Resmi Diumumkan
-
Juara Bertahan Indonesia Masters, Leo/Daniel Tutup Kesempatan Hattrick
-
5 Rekomendasi Film Garapan Steven Spielberg yang Dibintangi Tom Hanks