Pada hari Sabtu, 8 Maret 2025, yang bertepatan dengan bulan Ramadan, komunitas Alon Mlampah tetap semangat melaksanakan agenda rutin mereka meskipun dihadapkan pada cuaca yang kurang bersahabat. Kali ini, agenda tersebut menargetkan Kawasan Bintaran, sebuah kompleks perumahan Belanda yang telah berdiri sejak abad ke-19 hingga awal abad ke-20.
Awalnya, kegiatan dijadwalkan dimulai pada pukul 15.20 WIB, namun hujan lebat yang mengguyur titik kumpul menyebabkan keterlambatan hingga pukul 15.50 WIB. Selain itu, jumlah peserta yang semula mencapai 30 orang mengalami penyusutan drastis menjadi hanya 10 orang. Meskipun demikian, kegiatan tetap berlangsung dengan penuh antusiasme dan berjalan lancar.
Jelajah Sejarah Kawasan Bintaran
Kegiatan dimulai dari titik kumpul di Pasar Sentul, yang berlokasi tidak jauh dari Kawasan Bintaran. Sebagai pembuka, para pemandu memberikan penjelasan mengenai sejarah Yogyakarta secara kronologis.
Pemaparan ini mencakup peristiwa penting seperti pecahnya Kesultanan Mataram yang melahirkan Kesultanan Yogyakarta, pertempuran Sepoy atau Geger Sepehi, serta pemisahan Yogyakarta dengan Paku Alaman. Selain itu, juga dijelaskan bagaimana komunitas Belanda yang awalnya bermukim di Benteng Vredeburg kemudian meluas hingga Kawasan Bintaran.
Perjalanan kemudian dilanjutkan dengan menyusuri wilayah pinggiran Bintaran. Di salah satu gang yang dikunjungi, pemandu menjelaskan bahwa Kawasan Bintaran pada mulanya merupakan kediaman Pangeran Haryo Bintoro, sebelum berkembang menjadi kompleks hunian alternatif bagi masyarakat Belanda. Selain itu, juga dibahas keberadaan sebuah penjara di pinggir kawasan ini yang telah berfungsi sejak era kolonial hingga saat ini.
Memasuki Jalan Bintaran Wetan, peserta diperkenalkan dengan komunitas etnis Tionghoa melalui bangunan Perkumpulan Budi Abadi, sebuah organisasi yang mengelola kremasi jenazah warga Tionghoa dan masih aktif hingga sekarang. Dari sana, rombongan melanjutkan perjalanan ke Museum Sasmitaloka Panglima Besar Jenderal Sudirman.
Dalam kesempatan ini, pemandu menjelaskan karakteristik arsitektur bangunan tersebut yang merupakan peninggalan era Belanda dengan gaya Indis Empire. Gaya ini dicirikan oleh tiga tiang besar di teras, tiga pintu utama yang mengarah ke ruang tamu, serta bentuk bangunan persegi simetris yang sederhana.
Perjalanan kemudian diteruskan menuju Jalan Bintaran Kidul, di mana peserta diperkenalkan dengan berbagai bangunan bergaya Indis yang masih berdiri kokoh. Mengingat waktu berbuka puasa semakin dekat, rombongan diarahkan untuk membeli takjil sebelum melanjutkan kunjungan ke Gereja St. Yusuf Bintaran.
Gereja ini merupakan gereja Katolik pribumi pertama di Yogyakarta, yang dibangun pada tahun 1933 dan diresmikan pada 1934. Keunikan gereja ini terletak pada peran sejarahnya sebagai tempat pengungsian Fatmawati saat Agresi Militer Belanda II, serta sebagai lokasi di mana Romo Albertus Soegijapranata, uskup pribumi pertama di Indonesia, pernah bertugas.
Sebagai penutup, peserta diarahkan menuju kediaman Pangeran Haryo Bintoro. Pemandu menjelaskan bahwa bangunan ini mengusung gaya arsitektur Indis, dengan tampilan eksterior bergaya Jawa namun interiornya mencerminkan desain Eropa. Sayangnya, kondisi bangunan saat ini terlihat kurang terawat.
Sebelum acara benar-benar berakhir, para peserta diajak mengikuti permainan tebak-tebakan untuk mengulas kembali materi yang telah disampaikan. Permainan ini semakin menarik dengan adanya hadiah yang tetap berkaitan erat dengan sejarah.
Meskipun mengalami kendala cuaca, kegiatan ini tetap berhasil mempererat kecintaan peserta terhadap sejarah dan budaya Yogyakarta, sekaligus memperkaya wawasan mereka tentang peninggalan kolonial di Kawasan Bintaran.
Baca Juga
-
Museum Monjali Gelar Pameran Seni & Buku: Peringatan Serangan Umum 1 Maret
-
Review Anime Sakamoto Days, Mantan Pembunuh Bayaran dan Kehidupan Baru yang Tak Tenang
-
Review Anime Arafou Otoko no Isekai, Belanja Online di Dunia Lain
-
Review Anime Akuyaku Reijou Tensei Oji-san: Komedi Reinkarnasi yang Segar
-
Pelantikan Ormawa FADIB UIN SUKA: Harapan untuk Kepengurusan yang Baru
Artikel Terkait
-
Operation Finale: Thriller, Heist, Sejarah, dan Representasi Holocaust
-
Ingat Golden Goal? Aturan Sepak Bola yang Bikin Laga Tamat Seketika
-
Mengenal Sejarah Salad: Hidangan yang Disebut Firdaus Oiwobo sebagai Makanan Orang Kaya
-
Skype: Profil Perusahaan, Pendiri dan Pemilik Sahamnya
-
PSIM Yogyakarta Hadiahi Erwan Hendarwanto Sekolah AFC Pro
News
-
Kedutaan UEA Adakan Buka Puasa Bersama di Masjid Istiqlal, Diikuti Belasan Ribu Jamaah
-
Berbagi Cahaya Ramadan: Sinar Mas dan APP Group Wakafkan Ribuan Alquran
-
Rayakan Hari Perempuan Internasional, IWD Jogja Gelar Baca Bareng Karya Perempuan!
-
Syahdu! Hari Pertama SMA Negeri 1 Purwakarta Gelar SmartTren 1446 Hijriah
-
Tips Ngabuburit dari Buya Yahya: Menunggu Berbuka tanpa Kehilangan Pahala Puasa
Terkini
-
Daftar Pemain Garuda Calling Dirilis, Mengapa Sayuri Bersaudara Tak Dipanggil Kluivert?
-
Lagu 'Like JENNIE' sebagai Manifesto Kepercayaan Diri Seorang Superstar
-
4 OOTD Kasual ala Pascal Struijk, Ide Outfit Ngabuburit Bareng Teman!
-
Transformasi Ramadan: Mengalahkan Diri Sendiri untuk Hidup yang Lebih Baik
-
Mulai Rp 1,25 Juta, Ini Daftar Harga Tiket Konser BabyMonster di Jakarta