Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | M. Fuad S. T.
Ucapan Idul Fitri 2025 yang Menyentuh Hati dan Islami (freepik)

Senin tanggal 31 Maret 2025, umat Islam di seluruh penjuru dunia dilanda rasa bahagia yang mengharu biru. Setelah satu bulan penuh menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan, seluruh umat islam akhirnya mencapai titik kulminasi perjuangan mereka dalam menahan hawa nafsu dengan merayakan hari raya Idulfitri.

Takbir-takbir penuh rasa syukur berbalut keharuan pun berkumandang. Menggema di seluruh penjuru dan mengajak semesta untuk bertakbir memuji keagungan Allah SWT, Tuhan Semesta Sekalian alam.

Namun ternyata, di balik segala keharuan umat Islam dalam menyambut hari raya yang menandai berakhirnya bulan Ramadan tersebut, terdapat hal unik terkait makna dan arti dari Idulfitri. Setidaknya, ada dua makna atau arti yang berbeda untuk menafsirkan kata "Idulfitri" ini.

Yang mana, kedua arti tersebut sama-sama benar, dan bisa dipertanggungjawabkan secara hukum, ushul maupun pemaknaan kontekstualnya.

Dan lagi patut dicatat, ini hanyalah perbedaan makna, atau tafsiran terkait arti dari kata Idulfitri. Jadi, bukanlah sebuah hal yang urgent dan layak untuk dipermasalahkan. 

Sudah tahu apa dua makna Idulfitri yang setiap tahunnya dirayakan oleh umat Islam di seluruh dunia ini? Mari kita belajar bersama!

1. Idulfitri Berarti Kembali ke Fitrah (Kesucian)

Arti pertama dari Idulfitri adalah kembali kepada fitrah atau kesucian. Makna ini tentunya yang paling familiar terdengar di kalangan para muslim di Indonesia, atau bahkan di dunia.

Secara lughot atau kebahasaan, arti ini bisa dipertanggungjawabkan dan terbilang cukup tepat. Karena kita ketahui bersama, Idulfitri dirayakan oleh umat Islam setelah mereka bertarung melawan hawa nafsunya dengan berpuasa selama satu bulan penuh.

Sehingga, setelah kurang lebih 30 hari mereka melakukan penyucian, maka umat Islam pun kembali kepada fitrah atau kesucian diri dan jiwanya.

Hal ini diperkuat dengan pernyataan dari ulama kondang  dan ahli fiqih, Ahmad Bahauddin Nursalim. Sepertimana menyadur laman hajinews (28/3/2025) yang disarikan dari kanal YouTube emrofhak chanel (25/3/2025), ulama asal desa Narukan, Kecamatan Kragan Kabupaten Rembang tersebut secara gamblang menjelaskan terkait hal ini.

“Kalau Ied itu itu dari kosakata ‘audun, audun maknanya kembali,” ujar Gus Baha.

“Disebut minal ‘aidin, kita kembali lagi ke fitrah, kembali lagi ke status kehambaan yang benar, sehingga kita layak menjadi ahli surga,” tambahnya.

Jadi, dari penjelasan yang disampaikan oleh Gus Baha, makna pertama dari Idulfitri adalah kembali fitrah alias kembali suci, sehingga nantinya di hari akhir setiap umat Islam kembali layak untuk menjadi penghuni surga.

2. Idulfitri Berarti Kembali Makan di Siang Hari

Berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Gus Baha, ulama ahli hadits, almaghfurlah Ali Mustafa Ya'qub menyampaikan penafsiran lain dari sudut pandangnya sebagai muhaddits. 

Dalam penafsiran mantan Imam Besar Masjid Istiqlal tersebut, Idulfitri berarti hari di mana orang-orang kembali diperkenankan untuk makan di siang hari.

Penafsiran ini beliau sandarkan dari salah satu hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi.

“Diriwayatkan dari ‘Aisyah bahwa ia mengatakan: Rasulullah saw bersabda: Idul Fitri adalah hari ketika orang berbuka puasa dan Idul Adlha adalah hari ketika orang menyembelih kurban. [HR. at-Tirmidzi, dalam Sunan-nya, “Kitab as-Shaum,” hadis no. 802].

Jadi, berbekal dari keahlian beliau tentang ilmu hadits, maka Ali Mustafa Ya'qub cenderung berpendapat bahwa makna yang lebih mendekati dari kata Idulfitri adalah hari di mana orang-orang diperbolehkan, bahkan diwajibkan untuk kembali makan di siang hari.

Secara kontekstual, tafsiran ini pun tak salah. Pasalnya, setelah satu bulan lamanya umat Islam diwajibkan untuk berpuasa dan tidak diperbolehkan untuk makan di siang hari kecuali bagi mereka yang berhalangan, maka di hari Idulfitri inilah mereka kembali diperbolehkan untuk menyantap hidangan pada siang hari.

Patut diingat, dua pendapat ini hanyalah khilafiyah (perbedaan) kecil dari luasnya ilmu yang ada dalam agama Islam dan tidak bersifat urgent ataupun berkenaan dengan ubudiyyah (ibadah).

Jadi, apapun makna yang diutarakan oleh guru-guru kita di atas, semuanya berdasar dan memiliki validitas yang mutlak, sehingga tak perlu untuk dijadikan masalah.

Setelah mengetahui dua makna Idulfitri tersebut, kira-kira teman-teman lebih memilih untuk mengartikan yang mana nih? Kalau aku sih, dua-duanya!

M. Fuad S. T.