Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Fitria Sarita
Kegiatan Psikoedukasi komunitas di SMAN 13 Kota Jambi (Dok. Pribadi/Fitria Sarita)

Mahasiswa Psikologi Universitas Jambi yang tergabung dalam komunitas RINGKAS menggelar kegiatan psikoedukasi yang bermakna dan bermanfaat bagi siswa SMAN 13 Kota Jambi, Rabu (28/5/2025).

Kegiatan ini menjadi bentuk nyata kontribusi mahasiswa dalam menyebarkan kesadaran akan pentingnya keselamatan berkendara di kalangan remaja.

Topik yang diangkat adalah aggressive driving atau perilaku berkendara agresif, yang kini menjadi salah satu masalah yang cukup meresahkan.

Remaja sebagai pengguna jalan pemula rentan terlibat dalam perilaku ini, baik secara langsung maupun sebagai penumpang, karena minimnya edukasi dan kuatnya pengaruh lingkungan.

Menyadari pentingnya edukasi sejak dini, kegiatan ini dikemas dalam format interaktif bertajuk “Ayok Ngopi (Ngobrol Pintar dan Inspiratif)”, mengusung konsep edukasi yang menyenangkan dan relatable bagi siswa. Psikoedukasi ini juga menjadi bagian dari upaya promotif dan preventif dalam bidang kesehatan mental dan sosial remaja.

Kegiatan dibuka secara resmi oleh Kepala Sekolah SMAN 13 Kota Jambi, Ibu Ika Kartika Sari, S.Pd., M.Pd. Dalam sambutannya, beliau menyampaikan apresiasi atas kolaborasi yang terjalin antara sekolah dan mahasiswa.

Ia menekankan pentingnya edukasi lalu lintas yang kontekstual dan menyentuh kehidupan sehari-hari pelajar, terlebih di tengah maraknya balap liar, konten media sosial yang memicu adrenalin, serta tantangan peer pressure yang kuat.

Setelah pembukaan oleh MC informal Indah Irma Sari dan Fitria Sarita, kegiatan dilanjutkan dengan sesi materi. Sesi pertama dibawakan oleh perwakilan Kepolisian, yakni Teguh Santiko Prasetyo, S.H., M.H. dan Sandi Arifin.

Mereka membawakan materi dengan pendekatan santai dan interaktif, menjelaskan berbagai bentuk aggressive driving seperti menerobos lampu merah, saling salip ugal-ugalan, menggunakan klakson berlebihan, hingga aksi balap liar.

Dalam penyampaiannya, Teguh Santiko Prasetyo, S.H., M.H., perwakilan kepolisian, memberikan pesan yang ditujukan langsung kepada siswa.

"Kami tidak melarang kalian untuk bersenang-senang, namun harus tetap tahu batas. Jalan raya bukan tempat untuk uji nyali. Jika kalian sayang diri sendiri dan orang tua, mulailah berkendara dengan tanggung jawab," ungkapnya.

Dengan bahasa yang mudah dipahami, siswa diajak untuk melihat bahwa berkendara bukan hanya tentang kecepatan dan kemampuan mengendarai kendaraan, melainkan soal keselamatan dan dampaknya bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.

Mereka juga menjelaskan tentang sanksi hukum yang berlaku, sehingga siswa paham bahwa setiap pelanggaran di jalan memiliki konsekuensi.

Sesi kedua menyajikan sudut pandang psikologis melalui materi "Seru Sekejap, Bahaya Seumur Hidup” oleh Fitria Sarita dan Ulfatuh Nafiah.

Materi ini mengupas bagaimana fase perkembangan remaja membuat individu lebih mudah terdorong melakukan tindakan berisiko demi penerimaan sosial dan eksistensi diri. Para pemateri mengajak siswa berefleksi: apakah euforia sesaat itu benar-benar sebanding dengan risiko yang bisa membekas seumur hidup?

Tidak hanya mendengarkan, peserta juga dilibatkan dalam mini diskusi, kuis interaktif, dan pemutaran video edukatif yang menggambarkan situasi nyata akibat agresivitas di jalan. Hal ini bertujuan menumbuhkan empati dan kesadaran mendalam, bukan sekadar pengetahuan di permukaan.

Psikoedukasi ini bukan hanya menyasar perubahan individu, tetapi juga perubahan lingkungan. Harapannya, dari kegiatan ini tumbuh kesadaran kolektif di sekolah terhadap pentingnya tertib berlalu lintas, dan terbentuk komunitas pelajar yang peduli terhadap keselamatan berkendara. Budaya saling mengingatkan dan menegur dengan bijak menjadi bagian dari nilai yang ingin ditanamkan.

Melalui pendekatan hangat dan menyenangkan, kegiatan ini menjadi contoh bahwa edukasi bermakna tidak harus bersifat kaku atau menggurui. Justru dengan metode partisipatif, pesan yang disampaikan lebih mudah meresap dan membekas dalam ingatan siswa.

Pada akhirnya, psikoedukasi “Ayok Ngopi” ini bukan hanya tentang berkendara, tetapi tentang membangun sikap bertanggung jawab dan empatik sejak remaja. Perubahan besar selalu berawal dari langkah kecil—seperti memilih untuk tidak ugal-ugalan, menegur teman yang membahayakan diri sendiri, dan menjadi pelopor keselamatan di jalan.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Fitria Sarita