Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Rion Nofrianda
Foto bersama pengelola Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi beserta pihak Pengadilan Agama Jambi (dok.pribadi/Rion Nofrianda)

Dalam semangat memperkuat pelayanan publik dan menjawab tantangan sosial di masyarakat, Pengadilan Agama Jambi menggandeng Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi (FKIK UNJA) untuk menjalin kerja sama strategis, selasa (3/6/2025). Kolaborasi ini diwujudkan melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) yang juga melibatkan Sekolah Luar Biasa (SLB) Sri Soedewi Maschun Sofwan dan PT. Pos Indonesia Kantor Cabang Jambi.

Penandatanganan MoU ini diselenggarakan secara khidmat dan penuh semangat kolaboratif di aula Pengadilan Agama Jambi. Kegiatan tersebut dihadiri oleh berbagai tokoh penting, baik dari FKIK UNJA maupun Pengadilan Agama, serta lembaga mitra lainnya. Hadir dalam kesempatan itu antara lain Dekan FKIK Dr. dr. Humaryanto, Wakil Dekan FKIK Dr. dr. Fitriyanti, Sp.KK serta Dr. Ummi Kalsum, MKM, beserta jajaran pengelola dari jurusan Psikologi, Kesehatan Masyarakat, Farmasi, Kedokteran, dan Keperawatan UNJA.

Inti dari kerja sama ini adalah memperkuat peran psikologi dalam proses hukum dan sosial, terutama dalam mendampingi perkara-perkara yang melibatkan aspek psikologis yang kompleks, seperti kasus perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, serta fenomena pernikahan usia anak. MoU ini membuka jalan bagi para ahli dari FKIK UNJA, terutama dari bidang psikologi dan kesehatan masyarakat, untuk berkontribusi aktif dalam penyediaan layanan psikologis kepada para pencari keadilan.

“Kerja sama ini adalah bentuk tanggung jawab akademik dan sosial kami sebagai institusi pendidikan tinggi. Kami percaya bahwa keadilan bukan hanya urusan hukum, tetapi juga menyentuh aspek kemanusiaan yang lebih dalam. Psikologi, dalam hal ini, memainkan peran penting dalam mengurai kompleksitas masalah-masalah yang dihadapi masyarakat,” ujar Dr. dr. Humaryanto, Dekan FKIK UNJA.

Menurutnya, permasalahan sosial yang masuk ke ranah hukum tidak dapat diselesaikan hanya dengan pendekatan yuridis. Diperlukan pemahaman psikologis yang mendalam agar solusi yang diambil dapat memberi keadilan sejati kepada semua pihak, termasuk anak-anak, perempuan, dan kelompok rentan lainnya.

Salah satu hal penting yang diangkat dalam kerja sama ini adalah keterlibatan psikolog dalam proses persidangan. Hal ini menjadi terobosan penting dalam sistem peradilan di Indonesia, khususnya di Pengadilan Agama, yang selama ini banyak menangani kasus-kasus keluarga.

Rion Nofrianda, M.Psi., Psikolog, selaku Koordinator Program Studi Psikologi UNJA, menekankan bahwa kehadiran psikolog dalam ruang sidang dapat memberikan perspektif yang lebih komprehensif, terutama dalam memahami latar belakang emosional dan psikososial dari para pihak yang berperkara.

“Psikolog hadir bukan untuk mengambil alih peran hakim, melainkan memberikan analisis mendalam terhadap kondisi psikologis pihak-pihak yang berperkara. Ini akan membantu hakim dalam membuat keputusan yang lebih adil dan berkeadilan restoratif. Kami juga akan memberikan pelatihan bagi para tenaga pengadilan agar lebih peka terhadap isu-isu psikologis,” ungkap Rion.

Ia menambahkan bahwa psikologi tidak hanya berkutat pada terapi individual, tetapi juga dapat menjadi alat transformasi sosial melalui edukasi, penelitian, dan advokasi berbasis data. Oleh karena itu, kerja sama ini membuka ruang bagi program magang mahasiswa psikologi, pengabdian masyarakat, serta penelitian terapan di ranah hukum keluarga dan pernikahan.

Isu lain yang menjadi perhatian bersama dalam kerja sama ini adalah pernikahan usia anak. Data dari berbagai lembaga menunjukkan bahwa pernikahan anak masih marak terjadi, termasuk di Provinsi Jambi. Hal ini membawa konsekuensi serius terhadap kesehatan mental, pendidikan, dan masa depan anak-anak yang menikah di usia dini.

Annisa Andriani, M.Psi., Psikolog selaku sekertaris jurusan psikologi menegaskan pentingnya edukasi publik dalam mencegah pernikahan usia anak. Ia menyoroti bahwa pernikahan dini seringkali terjadi karena minimnya informasi dan rendahnya literasi kesehatan reproduksi dan psikososial di masyarakat.

“Anak-anak belum matang secara fisik, psikologis, maupun sosial untuk membina rumah tangga. Kita harus hadir dengan pendekatan edukatif yang humanis. Melalui kerja sama ini, kami akan menggelar program penyuluhan dan kampanye kesadaran kepada masyarakat, terutama di sekolah-sekolah dan lingkungan pedesaan,” tutur Annisa.

Ia juga menambahkan bahwa pihaknya akan menyusun modul-modul edukasi pernikahan usia anak bersama para dosen dan mahasiswa, yang nantinya bisa digunakan oleh Pengadilan Agama Jambi maupun lembaga lainnya dalam kegiatan sosialisasi.

FKIK UNJA, dengan berbagai jurusan di bawahnya seperti Psikologi, Kedokteran, Farmasi, Keperawatan, dan Kesehatan Masyarakat, menyatakan kesiapan penuh untuk mendukung program-program yang telah disepakati dalam MoU. Kolaborasi lintas disiplin ini diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih holistik terhadap masalah-masalah sosial yang masuk ke ranah hukum.

Ketua Pengadilan Agama Jambi dalam sambutannya menyatakan bahwa kerja sama ini adalah wujud dari reformasi peradilan yang inklusif. Pengadilan tidak hanya menjadi tempat memutus perkara, tetapi juga ruang penyembuhan sosial.

Melalui MoU ini, Pengadilan Agama Jambi berharap pelayanan publik menjadi lebih efektif, humanis, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Inovasi seperti kehadiran psikolog di ruang mediasi, program edukasi untuk calon pengantin, serta layanan konsultasi psikologi akan menjadi bagian dari terobosan besar dalam sistem pelayanan pengadilan.

“Kami ingin mewujudkan pengadilan yang ramah anak, ramah perempuan, dan ramah keluarga. Kolaborasi ini adalah langkah awal yang sangat penting,” ujar Saifullah Anshari, S.Ag, M.Ag dari Pengadilan Agama Jambi.

Penandatanganan MoU ini bukan hanya seremonial belaka, melainkan komitmen bersama untuk bekerja nyata di lapangan. Semua pihak sepakat bahwa permasalahan sosial di masyarakat tidak bisa diselesaikan oleh satu institusi saja, melainkan perlu kolaborasi lintas sektor yang saling melengkapi.

Dekan FKIK UNJA, Dr. dr. Humaryanto, menegaskan kembali bahwa pihaknya siap mengawal implementasi kerja sama ini dengan semangat kolaboratif dan berbasis keilmuan.

“Kami akan bentuk tim implementasi lintas jurusan untuk menindaklanjuti kerja sama ini. Mahasiswa akan dilibatkan aktif, baik dalam program pengabdian maupun penelitian. Kami ingin hadir dan berkontribusi nyata untuk masyarakat Jambi,” ujarnya.

Sementara itu, Rion Nofrianda menyampaikan harapannya agar kerja sama ini dapat menjadi model bagi institusi lain di Indonesia.

“Semoga sinergi antara dunia akademik dan institusi peradilan ini menjadi contoh baik bagi daerah lain. Kami yakin bahwa pendekatan yang humanis dan berbasis psikologi akan membawa perubahan besar dalam pelayanan publik,” pungkasnya.

MoU ini menjadi tonggak penting dalam perjalanan FKIK UNJA dan Pengadilan Agama Jambi untuk mewujudkan keadilan yang inklusif, berkeadilan, dan berpihak pada kemanusiaan. Diharapkan, melalui kolaborasi lintas sektor ini, masyarakat Kota Jambi akan mendapatkan pelayanan yang lebih baik, tidak hanya dalam aspek hukum, tetapi juga dalam aspek kesehatan mental, edukasi, dan perlindungan sosial yang menyeluruh.

Rion Nofrianda