Es laut Arktik dilaporkan mencair dengan laju yang lebih lambat selama dua dekade terakhir, namun para ilmuwan menegaskan jeda ini tidak boleh disalahartikan sebagai tanda pemulihan.
Penelitian terbaru menunjukkan, meski tren penurunan tampak melambat, cakupan es di kawasan tersebut masih jauh lebih rendah dibandingkan era 1980-an.
Sejak pengamatan satelit dimulai pada akhir 1970-an, luas es laut di Arktik pada akhir musim panas telah menyusut hingga setengahnya. Pemanasan global yang dipicu aktivitas manusia diperkirakan menyumbang dua pertiga dari kehilangan tersebut, sementara sepertiga sisanya disebabkan oleh variasi alami iklim bumi.
Dengan pemanasan di kawasan Arktik yang hampir empat kali lebih cepat dibandingkan rata-rata global, lebih dari 10.000 kilometer kubik es telah hilang sejak 40 tahun terakhir, jumlah yang setara dengan empat miliar kolam renang Olimpiade.
Data terbaru memperlihatkan sejak pertengahan 2000-an, laju kehilangan es tidak menunjukkan penurunan drastis secara statistik. Antara 2005 dan 2024, es laut Arktik menyusut rata-rata 0,35 juta kilometer persegi pada dekade pertama, dan 0,29 juta kilometer persegi pada dekade kedua. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan periode puncak 1993 hingga 2012, ketika laju pencairan empat hingga lima kali lebih cepat.
Meski demikian, peneliti menekankan perlambatan ini bukanlah tanda positif. Menurut Dr. Mark England dari University of Exeter, fenomena tersebut sepenuhnya konsisten dengan simulasi model iklim dan kemungkinan besar dipicu oleh variabilitas alami yang menutupi tren jangka panjang akibat ulah manusia. Ia menyebut kondisi ini ibarat bola yang menuruni bukit, yang sesekali bisa memantul ke atas atau ke samping, namun pada akhirnya tetap akan terus turun ke bawah.
Para ahli memperkirakan jeda ini mungkin bertahan antara lima hingga sepuluh tahun ke depan. Namun ketika periode ini berakhir, laju kehilangan es laut diprediksi akan kembali lebih cepat, bahkan bisa mencapai 0,6 juta kilometer persegi per dekade di atas rata-rata jangka panjang.
Studi ini memperlihatkan bahwa meski ada variasi alami dalam sistem iklim bumi, tren besar pencairan es laut Arktik tetap tak terbantahkan. Para ilmuwan menegaskan perlambatan sementara tidak berarti perubahan iklim berhenti, melainkan hanya memberi jeda singkat sebelum tekanan pemanasan global kembali mempercepat hilangnya es di kawasan kutub utara.
Penulis: Muhammad Ryan Sabiti
Baca Juga
-
Dari Donat hingga Tumis Kangkung 'Sultan': Bisnis Kuliner Pinkan Mambo yang Bikin Geleng-Geleng!
-
Di Balik Seruan "Bubarkan DPR": Ini Alasan Rakyat Sudah Muak
-
Perankan Monster Frankenstein, Jacob Elordi Habiskan 10 Jam untuk Makeup
-
Setelah Erika Carlina, Sintya Klaim Hamil Anak DJ Panda hingga Tuntut Tes DNA
-
Indonesia Luncurkan Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Menuju Nol Emisi 2060, Mengapa Ini Penting?
Artikel Terkait
News
-
Dari Donat hingga Tumis Kangkung 'Sultan': Bisnis Kuliner Pinkan Mambo yang Bikin Geleng-Geleng!
-
Setelah Erika Carlina, Sintya Klaim Hamil Anak DJ Panda hingga Tuntut Tes DNA
-
Indonesia Luncurkan Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Menuju Nol Emisi 2060, Mengapa Ini Penting?
-
Cuaca Panas Ekstrem Bikin Mudah Emosi? Peneliti MIT Ungkap Temuannya
-
Nampan Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto Jadi Sorotan, Ternyata Mengandung Lemak Babi?
Terkini
-
Di Balik Seruan "Bubarkan DPR": Ini Alasan Rakyat Sudah Muak
-
Perankan Monster Frankenstein, Jacob Elordi Habiskan 10 Jam untuk Makeup
-
Jalani Musim Perdana Liga Indonesia, Rafael Struick Masih Belum Siap Hadapi
-
4 Sheet Mask Korea Berbahan Beras, Ampuh Mencerahkan dan Menutrisi Kulit!
-
Ketika Strategi Bertemu Kreativitas: Seni Bermain Futsal