Bimo Aria Fundrika
ilustrasi sampah plastik. (Pexels/LucienWanda)

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Institute of Oceanology Chinese Academy of Sciences (IOCAS) tahun ini memulai riset laut jangka panjang bertajuk Indonesia Maritime and Western Pacific Ocean Longterm Scientific Expedition (IMPOLSE 2025). Fokus utama ekspedisi adalah dua isu strategis: pencemaran mikroplastik di laut Indonesia dan dinamika Arus Lintas Indonesia (Indonesian Throughflow/ITF).

Menurut BRIN, penelitian ini akan memetakan distribusi dan komposisi mikroplastik sekaligus membandingkan kondisinya sebelum dan sesudah pandemi Covid-19.

Polusi mikroplastik kian jadi perhatian global karena partikel plastik kini ditemukan hampir di semua lapisan laut, bahkan pada organisme laut dalam. Dampaknya mengancam ekosistem dan berpotensi masuk ke rantai makanan manusia.

Selain itu, ekspedisi juga meneliti ITF, arus laut yang menghubungkan Samudra Pasifik dan Hindia. Arus ini berperan penting dalam mengatur sirkulasi pemanasan global, sehingga mempengaruhi pola iklim regional maupun global.

Dengan mengkaji variasi arus, turbulensi, hingga struktur hidrografinya, para peneliti berharap dapat menyediakan data baru untuk memvalidasi dan menyempurnakan model iklim internasional.

Pekerja memilah sampah botol plastik untuk diolah di Waste Treatment Plant Gelora Bung Karno, Jakarta, Selasa (27/5/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]

Kolaborasi maritim Indonesia–Tiongkok ini bukan hal baru. Sejak 2013, kedua negara telah menyelesaikan tujuh pelayaran bersama di perairan Nusantara dan Samudra Pasifik Barat. Dari kerja sama 12 tahun itu, lahir data penting yang memperkaya pengetahuan oseanografi. IMPOLSE 2025 hadir sebagai kelanjutan tradisi riset tersebut, dengan fokus lebih tajam pada perubahan iklim dan pencemaran plastik.

“Kolaborasi ini bukan hanya memberi manfaat bagi Indonesia dalam pengelolaan sumber daya laut berkelanjutan, tapi juga memberikan kontribusi besar pada sains global,” kata Adi, Ketua Tim Tata Kelola Ekspedisi, Senin (1/9).

Lewat ekspedisi ini, Indonesia menegaskan diri bukan sekadar negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati laut, tetapi juga simpul penting dalam stabilitas iklim dunia. Hasil riset diharapkan memperkuat visi Poros Maritim Dunia sekaligus berkontribusi pada upaya global melawan perubahan iklim dan pencemaran laut.