Hayuning Ratri Hapsari
Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen (Linkedln)
Baca 10 detik
  • Delpedro Marhaen ditangkap Polda Metro Jaya atas dugaan provokasi, penyebaran hoaks, dan hasutan untuk aksi anarkis dengan melibatkan pelajar dan anak-anak.
  • Lokataru Foundation mengecam keras penangkapan ini, menyebutnya sebagai tindakan represif, mencederai demokrasi, dan menuntut pembebasan direkturnya tanpa syarat.
  • Insiden ini menyoroti peran vokal Lokataru sebagai lembaga pengkritik kebijakan dan pembela HAM, sehingga penangkapan direkturnya memicu kekhawatiran publik akan adanya upaya pembungkaman suara kritis.
[batas-kesimpulan]

Drama penjemputan paksa Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, memasuki babak baru. Jika sebelumnya alasan penangkapan masih simpang siur, kini Polda Metro Jaya secara resmi buka suara.

Tuduhannya serius: Delpedro dituding sebagai provokator yang menghasut pelajar dan anak-anak untuk melakukan aksi anarkis.

Benturan narasi pun tak terhindarkan. Di satu sisi, aparat mengklaim penangkapan ini adalah murni penegakan hukum. Di sisi lain, Lokataru dan komunitas pembela HAM melihatnya sebagai episode terbaru dari upaya pembungkaman suara kritis.

Versi Polisi: Hasutan Anarkis dan Pelibatan Anak

Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi menjelaskan langkah yang dilakukan pihaknya dalam menghalau pelajar masuk ke Kota Jakarta untuk ikut aksi buruh pada Kamis (28/8/2025). [Suara.com/Bagaskara]

Dalam konferensi pers yang digelar pada Selasa (2/9/2025), Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi membeberkan alasan penangkapan yang dilakukan tim Ditreskrimum. Menurutnya, Delpedro (disebut dengan inisial DMR) tidak ditangkap secara sembarangan.

"Ditreskrimum Polda Metro Jaya telah melakukan penangkapan terhadap saudara DMR atas dugaan melakukan ajakan hasutan yang provokatif untuk melakukan aksi anarkis dengan melibatkan pelajar termasuk anak," ujar Ade Ary.

Secara spesifik, Delpedro diduga aktif menyebarkan konten provokatif, menyiarkan informasi palsu untuk memicu keresahan, hingga secara sengaja merekrut anak-anak untuk terlibat dalam demonstrasi. Ini adalah tuduhan berat yang menempatkan sang aktivis dalam posisi yang sangat sulit.

Benteng Pertahanan Lokataru: "Ini Tindakan Represif!"

Tuduhan dari kepolisian langsung dibantah keras oleh Lokataru Foundation. Sejak awal, mereka telah mengutuk cara-cara penjemputan paksa yang terjadi di kantor mereka pada Senin malam. Bagi mereka, ini adalah serangan langsung terhadap kebebasan sipil.

"Kami mengecam keras penangkapan terhadap Delpedro Marhaen. Penangkapan ini merupakan tindakan represif yang mencederai prinsip demokrasi dan hak asasi manusia," tegas Lokataru melalui pernyataan resminya.

Direktur Lokataru Foundation Delpedro Marhaen. [Ist]

Organisasi yang didirikan oleh Haris Azhar ini menuntut pembebasan Delpedro tanpa syarat. Mereka melihat penangkapan ini bukan sebagai kasus individu, melainkan sebagai bagian dari pola kriminalisasi dan intimidasi yang lebih besar terhadap para pembela HAM di Indonesia.

Mengenal Lokataru: 'Pohon Ide' yang Kerap Mengkritik

Untuk memahami mengapa penangkapan ini begitu signifikan, penting untuk mengenal siapa Lokataru. Didirikan pada 2017, Lokataru (dari bahasa Sansekerta, 'Pohon Ide yang Universal') adalah salah satu organisasi HAM paling vokal di Indonesia.

Mereka bekerja melalui tiga pilar utama:

  • Riset: Melakukan penelitian mendalam sebagai dasar advokasi.
  • Advokasi: Mendorong perubahan kebijakan yang berpihak pada publik.
  • Pengembangan Kapasitas: Mengedukasi masyarakat sipil melalui program seperti Lokademia.

Dengan fokus pada isu penguatan ruang sipil, ekonomi demokratis, dan hak asasi, Lokataru secara konsisten menjadi "duri dalam daging" bagi kebijakan yang dianggap menindas.

Mereka sering membela korban penggusuran, aktivis lingkungan, hingga mengkritik penyalahgunaan wewenang aparat. Keberanian inilah yang membuat mereka disegani sekaligus sering bergesekan dengan kekuasaan.

Penangkapan direkturnya menjadi pertaruhan besar, tidak hanya bagi nasib Delpedro, tetapi juga bagi masa depan kebebasan berekspresi dan kerja-kerja advokasi HAM di Tanah Air.