Hayuning Ratri Hapsari | Siti Nuraida
Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan pangkat jenderal kehormatan kepada Djamari Chaniago dan Ahmad Dofiri. (Foto: BPMI Setpres)
Siti Nuraida
Baca 10 detik
  • Presiden Prabowo menunjuk Komjen (Purn) Ahmad Dofiri sebagai Penasihat Khusus yang menjadi ujung tombak agenda reformasi Kepolisian.
  • Menko Polkam Djamari Chaniago menegaskan bahwa reformasi Polri penting, namun bukan satu-satunya fokus kementeriannya yang memiliki lingkup kerja jauh lebih luas.
  • Meskipun Dofiri memimpin agenda reformasi, Kemenko Polkam akan tetap berperan sebagai koordinator struktural dan siap memberikan masukan strategis dalam proses tersebut.
[batas-kesimpulan]

Reformasi institusi kepolisian kembali menjadi topik hangat setelah Presiden Prabowo Subianto resmi menunjuk Komjen (Purn) Ahmad Dofiri sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Keamanan dan Ketertiban Masyarakat serta Reformasi Kepolisian.

Pelantikan itu berlangsung pada 17 September 2025 di Istana Negara Jakarta, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 97/P Tahun 2025.

Keputusan ini menimbulkan banyak pertanyaan publik, terutama mengenai bagaimana mekanisme reformasi Polri akan dijalankan, siapa saja pihak yang akan berperan, serta sejauh mana koordinasi antara Dofiri dengan kementerian terkait.

Di sinilah Djamari Chaniago, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan yang baru saja dilantik, ikut angkat bicara.

Fokus Awal Djamari: Reformasi Bukan Satu-satunya Prioritas

Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) Djamari Chaniago menyampaikan pesan Presiden Prabowo ke awak media. [Suara.com/Bagaskara]

Dalam berbagai kesempatan usai dilantik, Djamari menegaskan bahwa reformasi Polri memang penting, namun hal itu bukanlah fokus tunggal dari kementeriannya.

Ia menolak anggapan bahwa tugas utamanya sebagai Menko Polkam adalah mengawal reformasi kepolisian. Menurutnya, ruang lingkup Kemenko Polkam jauh lebih luas, meliputi koordinasi kebijakan politik, hukum, keamanan nasional, hingga isu pertahanan tertentu.

“Kalau bicara reformasi Polri, itu memang ada. Tapi bukan berarti semua pekerjaan saya hanya soal itu,” ujar Djamari dalam wawancara singkat usai acara pelantikan.

Ia menambahkan, dirinya belum menerima laporan detail dari Ahmad Dofiri terkait strategi reformasi yang akan dijalankan.

Koordinasi dengan Ahmad Dofiri

Ahmad Dofiri mantan Kapolda DIY yang dilantik sebagai Penasihat Khusus Presiden Bidang Kamtibmas dan Reformasi Kepolisian. (YouTube)

Meski menyatakan reformasi bukan fokus tunggal, Djamari menegaskan posisi Kemenko Polkam tetap penting karena secara struktural Polri berada dalam koordinasi kementeriannya. Itu artinya, segala kebijakan dan program yang dijalankan Polri maupun Dofiri sebagai penasihat khusus, tetap akan berada dalam radar Kemenko Polkam.

“Kalau ada yang perlu masukan, tentu kita akan kasih. Begitu juga kalau ada hal yang perlu dilaporkan, kami akan menerima itu,” jelasnya.

Hingga kini, komunikasi intensif antara dirinya dengan Ahmad Dofiri memang belum dilakukan. Namun, ia memastikan koordinasi akan berjalan baik, mengingat keduanya sama-sama memahami kompleksitas situasi keamanan nasional serta pentingnya menjaga kepercayaan publik terhadap Polri.

Peran Ahmad Dofiri dalam Reformasi Polri

Penunjukan Ahmad Dofiri dinilai strategis oleh banyak pihak. Sebagai perwira tinggi Polri yang pernah menduduki posisi penting, termasuk sebagai Kabaintelkam Polri dan Kapolda, ia dianggap memahami secara mendalam dinamika internal kepolisian.

Sebagai penasihat khusus, Dofiri tidak memimpin institusi Polri secara langsung, tetapi memberi rekomendasi strategis kepada Presiden. Tugas utamanya adalah membantu menyiapkan peta jalan reformasi Polri agar lebih profesional, transparan, dan dekat dengan masyarakat.

Djamari sendiri menilai keberadaan Dofiri bisa menjadi mitra penting Kemenko Polkam, terutama dalam menyusun langkah reformasi yang realistis dan bisa diimplementasikan.

Tugas Berat Menanti

Isu reformasi Polri bukanlah hal baru. Berbagai kasus yang menimpa institusi kepolisian dalam beberapa tahun terakhir, mulai dari isu pelanggaran etik, penggunaan kekerasan berlebihan, hingga persoalan transparansi penegakan hukum, membuat kepercayaan publik menurun.

Kondisi inilah yang membuat reformasi Polri terus menjadi tuntutan. Djamari mengakui bahwa pekerjaan ini berat, karena tidak cukup hanya dengan mengubah struktur atau regulasi, melainkan juga menyentuh budaya organisasi dan mentalitas personel.

“Kita ingin Polri makin dipercaya rakyat. Itu tidak bisa instan, butuh proses panjang, tapi arah kebijakannya jelas,” kata Djamari.

Hubungan Menko Polkam dengan Polri

Secara kelembagaan, Kemenko Polkam berperan sebagai koordinator bagi beberapa kementerian dan lembaga, termasuk Polri. Artinya, meskipun Polri berada langsung di bawah Presiden, koordinasi kebijakan tetap melalui Kemenko Polkam.

Hal ini yang membuat Djamari merasa wajar bila publik mengaitkan dirinya dengan agenda reformasi Polri. Ia menegaskan, jika ada kebijakan yang harus diperkuat, pihaknya siap memberi masukan kepada Dofiri maupun Presiden.

Sebaliknya, ia juga menekankan pentingnya alur komunikasi sebaliknya: Dofiri wajib memberi laporan rutin agar pemerintah bisa memantau progres reformasi secara transparan.

Tantangan dalam Pelaksanaan Reformasi

Beberapa tantangan besar yang diperkirakan akan dihadapi dalam reformasi Polri antara lain:

  1. Perubahan Kultur Organisasi — Reformasi bukan hanya soal aturan, tapi juga cara berpikir aparat di lapangan.
  2. Transparansi dan Akuntabilitas — Publik menuntut proses hukum yang lebih terbuka dan bebas intervensi.
  3. Profesionalisme Aparat — Peningkatan kualitas SDM, termasuk soal integritas dan kompetensi.
  4. Penguatan Pengawasan Internal dan Eksternal — Membatasi potensi penyalahgunaan wewenang dan membangun sistem kontrol yang kuat.
  5. Adaptasi Teknologi — Polri dituntut mampu memanfaatkan teknologi dalam pelayanan publik dan penegakan hukum.

Djamari menyadari bahwa semua tantangan itu tidak bisa diatasi hanya oleh satu pihak. Ia menyebut perlu adanya sinergi antara pemerintah, Polri, masyarakat sipil, dan lembaga pengawas agar reformasi benar-benar berdampak nyata.

Harapan Publik dan Komitmen Pemerintah

Masyarakat luas berharap reformasi Polri bukan hanya jargon politik, melainkan agenda nyata yang bisa memperbaiki wajah kepolisian di mata rakyat.

Djamari menyatakan komitmennya untuk menjaga agar proses reformasi tidak keluar jalur. Ia menekankan bahwa segala masukan dan kebijakan akan diarahkan untuk memperkuat profesionalisme Polri sekaligus meningkatkan kepercayaan masyarakat.

“Kalau bicara keamanan negara, Polri adalah garda terdepan. Maka wajar kalau publik menaruh harapan besar,” ujarnya.

Kesimpulan

Dari serangkaian pernyataan Djamari Chaniago, terlihat jelas bahwa ia menempatkan reformasi Polri sebagai isu penting, meski bukan fokus tunggal Kemenko Polkam. Ia siap berperan memberikan masukan kepada Ahmad Dofiri, yang kini ditugaskan Presiden sebagai penasihat khusus.

Meski masih tahap awal dan komunikasi keduanya belum intens, Djamari optimistis reformasi Polri bisa berjalan baik jika ada koordinasi yang jelas dan dukungan politik yang kuat. Tantangan memang besar, mulai dari budaya internal hingga transparansi, tetapi pemerintah menegaskan komitmennya agar Polri menjadi institusi yang semakin dipercaya rakyat.

Dengan langkah bersama antara Presiden, Kemenko Polkam, Ahmad Dofiri, dan seluruh jajaran kepolisian, reformasi Polri diharapkan tidak sekadar wacana, melainkan agenda nyata untuk memperkuat demokrasi dan hukum di Indonesia.