Hayuning Ratri Hapsari | Siti Nuraida
Mahfud MD saat bicara soal DPR RI. [YouTube/Mahfud MD Official]
Siti Nuraida

Isu reformasi kepolisian kembali menjadi sorotan publik setelah Istana Kepresidenan mengumumkan rencana pembentukan Komite Reformasi Kepolisian. Dalam wacana tersebut, muncul satu nama yang dianggap mampu memperkuat dan memberi legitimasi pada tim khusus itu, yaitu Prof. Mahfud MD.

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) ini resmi diajak pemerintah untuk masuk dalam struktur tim yang bertugas merumuskan arah pembenahan Polri. Ajakan tersebut sudah ditegaskan oleh sejumlah pejabat Istana dan disambut beragam reaksi publik.

Langkah pemerintah mengajak Mahfud MD bukan tanpa alasan. Sejumlah kasus yang menyeret nama perwira tinggi, dugaan pelanggaran etik, serta turunnya tingkat kepercayaan publik membuat reformasi Polri dianggap mendesak.

Pemerintah menilai Mahfud adalah sosok yang punya kapasitas hukum, integritas moral, dan keberanian untuk menyuarakan kebenaran.

Istana Tegaskan Ajakan terhadap Mahfud MD

Kolase foto Djamari Chaniago dan Mahfud MD. (Tangkapan layar/ist)

Pejabat Istana memastikan bahwa ajakan kepada Mahfud MD telah menjadi bagian dari rancangan pembentukan komite. Beberapa media melaporkan, Istana menganggap Mahfud sebagai figur yang tepat karena reputasinya dalam bidang hukum.

Komite Reformasi Polri yang tengah dirancang ini nantinya akan bekerja secara independen di bawah koordinasi langsung Presiden.

Rekomendasi yang dihasilkan diharapkan bisa menjadi dasar perubahan fundamental di tubuh Polri, mulai dari pembenahan sistem rekrutmen, peningkatan standar etik, hingga perbaikan manajemen penegakan hukum.

Dalam pandangan Istana, Mahfud dipandang mampu menjadi jembatan antara pemerintah, Polri, dan masyarakat sipil. Hal ini karena ia pernah berada di berbagai posisi strategis: akademisi, anggota legislatif, hakim konstitusi, dan menteri.

Respons Mahfud: Masih Menunggu Formalitas

Mahfud MD saat memberikan keterangan kepada wartawan di Jogja, Kamis (4/9/2025). [Kontri/Putu]

Menanggapi pemberitaan luas soal ajakan ini, Mahfud MD memberikan pernyataan hati-hati. Ia mengaku mendengar kabar tersebut dari media, tetapi belum menerima undangan formal atau surat keputusan dari pemerintah.

“Secara resmi saya belum mendapat pemberitahuan langsung. Namun kalau memang ada dasar hukum dan tujuan yang jelas, saya tentu akan mempertimbangkannya,” kata Mahfud.

Ia menekankan bahwa reformasi Polri harus menjadi agenda serius dan sistematis. Menurutnya, pembentukan komite tidak boleh hanya menjadi simbol atau strategi pencitraan, melainkan harus disertai mekanisme tindak lanjut yang jelas.

Rancangan Struktur dan Tugas Komite Reformasi

Komite Reformasi Polri yang digagas pemerintah ini dirancang sebagai badan independen dengan keanggotaan lintas sektor. Tidak hanya pejabat atau tokoh negara, tetapi juga akan melibatkan unsur akademisi, praktisi hukum, organisasi masyarakat sipil, hingga tokoh agama.

Beberapa tugas utama komite ini antara lain:

  1. Evaluasi kelembagaan Polri – menilai sistem internal, mekanisme promosi, rekrutmen, hingga penempatan jabatan.
  2. Penguatan standar etik – merumuskan kode etik baru yang lebih ketat untuk menekan pelanggaran oleh anggota.
  3. Pengawasan penanganan perkara – mendorong keterbukaan dan transparansi dalam penegakan hukum.
  4. Perbaikan manajemen organisasi – termasuk sistem tata kelola anggaran, SDM, hingga teknologi informasi.
  5. Mendorong transparansi publik – memastikan masyarakat bisa mengakses informasi layanan kepolisian dengan mudah.

Pemerintah menekankan bahwa hasil kerja komite ini akan dipantau langsung Presiden. Dengan begitu, rekomendasi tidak berhenti hanya sebagai laporan, melainkan wajib ditindaklanjuti.

Latar Belakang Mendesaknya Reformasi Polri

Ide pembentukan komite reformasi muncul karena banyaknya kasus yang menurunkan citra Polri di mata publik. Mulai dari pelanggaran etik oleh pejabat tinggi, dugaan praktik suap dalam penanganan perkara, hingga isu ketidakadilan hukum.

Kondisi ini membuat kepercayaan masyarakat menurun tajam. Padahal, Polri adalah salah satu pilar utama penegakan hukum di Indonesia. Pemerintah menyadari bahwa tanpa langkah reformasi menyeluruh, legitimasi Polri bisa semakin merosot.

Selain itu, tantangan zaman yang serba digital menuntut Polri beradaptasi lebih cepat. Kesalahan kecil bisa langsung tersebar luas di media sosial, memperburuk citra institusi. Oleh sebab itu, pemerintah merasa perlu melibatkan tokoh independen untuk mendorong perubahan dari luar struktur internal Polri.

Respons Publik dan Akademisi

Ajakan kepada Mahfud MD memicu diskusi luas di kalangan masyarakat sipil dan akademisi hukum. Banyak pihak yang optimistis bahwa Mahfud bisa membawa semangat independensi ke dalam komite.

Mahfud selama ini dikenal berani bersuara lantang soal korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Ia juga punya reputasi bersih selama menjabat di berbagai posisi strategis. Hal itu membuat masyarakat percaya ia bisa menjaga integritas komite reformasi.

Namun, sejumlah pengamat juga memberi catatan kritis. Mereka mengingatkan bahwa keberhasilan reformasi Polri tidak hanya bergantung pada figur Mahfud, tetapi juga pada komitmen politik pemerintah. Tanpa keseriusan Presiden untuk menindaklanjuti rekomendasi, komite hanya akan menjadi forum diskusi tanpa hasil nyata.

Dinamika Politik di Balik Ajakan

Sebagian kalangan menilai ajakan ini juga sarat dengan nuansa politik. Mahfud MD dikenal dekat dengan Presiden karena pernah menjadi bagian penting dalam kabinet. Pemerintah dinilai ingin menunjukkan keseriusan kepada publik dengan melibatkan tokoh sekelas Mahfud.

Namun, ada kekhawatiran bahwa komite reformasi hanya menjadi alat pencitraan politik. Beberapa analis mengingatkan bahwa reformasi kepolisian adalah pekerjaan jangka panjang yang penuh resistensi, sehingga tak boleh diperlakukan sebagai proyek politik sesaat.

Tantangan yang Akan Dihadapi

Jika Mahfud benar-benar masuk dalam komite reformasi, ia akan menghadapi tantangan besar. Tantangan utama datang dari resistensi internal Polri sendiri. Reformasi menyentuh banyak aspek sensitif, mulai dari sistem jabatan hingga budaya organisasi.

Selain itu, komite juga harus memastikan ada dasar hukum yang kuat untuk bekerja. Tanpa payung hukum, rekomendasi komite bisa diabaikan atau hanya menjadi catatan administratif.

Tantangan lainnya adalah bagaimana mengembalikan kepercayaan publik dengan cepat. Publik menanti hasil nyata, bukan sekadar wacana. Oleh karena itu, kerja komite harus terukur dan komunikatif, sehingga masyarakat melihat perubahan langsung.

Harapan Publik

Masyarakat berharap komite reformasi benar-benar bisa melahirkan perubahan. Dengan masuknya nama Mahfud MD, harapan itu semakin besar. Publik percaya Mahfud bisa menjaga integritas dan memastikan komite tidak mudah diintervensi oleh kepentingan politik maupun internal Polri.

Harapan lainnya adalah agar reformasi ini tidak berhenti pada level wacana, tetapi benar-benar menelurkan kebijakan konkret. Polri yang profesional, transparan, dan berintegritas adalah kebutuhan mendesak bagi negara demokrasi seperti Indonesia.

Penutup

Ajakan pemerintah kepada Mahfud MD untuk bergabung dalam Komite Reformasi Polri menandai keseriusan Istana dalam merespons sorotan publik terhadap institusi kepolisian. Mahfud dianggap sebagai sosok ideal karena kapasitas akademis, pengalaman politik, dan integritasnya.

Namun, jalan menuju reformasi Polri tidaklah mudah. Tantangan internal, resistensi budaya organisasi, serta dinamika politik bisa menjadi hambatan serius. Meski begitu, publik tetap menaruh harapan tinggi agar komite ini mampu menghasilkan perubahan nyata.

Keputusan akhir ada di tangan Mahfud MD: apakah ia akan menerima ajakan tersebut atau memilih tetap di luar struktur. Apapun jawabannya, momentum reformasi Polri sudah terbuka, dan publik akan terus mengawalnya agar tidak sekadar menjadi proyek politik jangka pendek.