M. Reza Sulaiman
Ilustrasi Gen Z dan meme. (Gemini AI)

Generasi digital native, atau yang lebih kita kenal sebagai Gen Z, adalah generasi yang terbiasa hidup di tengah perkembangan teknologi. Bagi mereka, media sosial bukan cuma tempat update status, tapi juga ruang utama untuk mengekspresikan diri.

Jika dulu orang ngobrol pakai emotikon, lalu beralih ke emoji, saat ini muncul meme sebagai bentuk komunikasi yang lebih melekat pada generasi muda.

Bagi Gen Z, meme bukanlah sekadar gambar lucu yang lewat di beranda, tetapi semacam bahasa gaul digital yang membuat mereka semakin merasa "satu frekuensi".

Satu Gambar, Seribu Makna: Meme Sebagai Bahasa Global

Meme sebenarnya sangat mudah untuk dipahami. Hanya melalui satu gambar atau GIF dengan teks singkat, pesannya bisa langsung tersampaikan ke orang lain tanpa perlu diterjemahkan.

Jadi, meme saat ini telah menjadi alat komunikasi visual sederhana yang mampu menyampaikan pesan kompleks, dari yang receh sampai yang serius.

Misalnya, siapa sih yang tidak tahu meme "Distracted Boyfriend"? Meskipun meme tersebut sudah ada sejak 2015, nyatanya pesannya masih bisa sampai ke orang lain hingga hari ini.

Format seperti inilah yang dapat dipahami oleh anak muda di mana saja, mulai dari lokal hingga internasional. Semua pasti langsung mengerti dan bisa ikut nimbrung.

Dari situlah, meme jadi semacam inside joke digital. Kalau ada yang tidak memahami meme tertentu, mereka bisa merasa ketinggalan atau tidak nyambung. Sebaliknya, kalau paham dan bahkan ikut menyebarkannya, itu menandakan bahwa seseorang "nyambung" dalam budaya populer Gen Z.

Ketika Meme Jadi 'Senjata' Politik

Uniknya, penggunaan meme tidak cuma sekadar untuk hiburan. Saat ini, meme juga menjadi medium serius, termasuk dalam ranah politik.

Generasi muda di berbagai negara menggunakan meme untuk menyuarakan aspirasi politik sekaligus menyindir elite kekuasaan.

Meme menjadi medium yang lebih mudah diterima dibandingkan dengan wacana panjang yang rumit, apalagi karena sifatnya yang cenderung mudah viral.

Berdasarkan Guardian NG, White House Amerika saat ini mulai mengadopsi gaya komunikasi yang lebih cocok untuk anak muda, termasuk menggunakan format mirip meme.

Di Indonesia sendiri, penggunaan meme dalam level politik mungkin baru-baru ini kita lihat secara masif. Pada demo yang belum lama ini terjadi, beberapa pengunjuk rasa membawa spanduk meme yang mencolok, yang akhirnya berhasil menarik perhatian warganet. Tidak lama setelahnya, di media sosial TikTok, tren “demo core” pun memenuhi FYP.

Berdasarkan penelitian Lidija Marinkov Pavlovic dari University of Novi Sad, meme dapat menjadi ruang untuk membangun identitas sekaligus perlawanan. Melalui humor sebagai mediumnya, Gen Z dapat memberikan sindiran tajam terhadap politik, kritik sosial, hingga budaya kerja yang toxic.

Meme saat ini sudah menjadi bagian penting dari keseharian Gen Z. Mulai dari hiburan receh yang relate dengan kehidupan sehari-hari, inside jokes bareng teman, hingga yang serius seperti kritik sosial dan politik. J

adi, kalau ada yang bilang meme hanya sekadar lucu-lucuan saja, coba pikir lagi. Barangkali, itu justru cara paling jujur Gen Z dalam berbicara, bercanda, dan menyuarakan pendapatnya.

Penulis: Flovian Aiko