M. Reza Sulaiman | Zahrin Nur Azizah
ilustrasi hutan (pexels/Luis del Río)
Zahrin Nur Azizah

Coba sejenak kita mengingat kembali pelajaran waktu sekolah dasar, tentang hutan yang disebut sebagai paru-paru dunia, tempat tinggal berbagai makhluk hidup, sekaligus penjaga keseimbangan ekosistem.

Dulu, semua itu terasa seperti teori di buku pelajaran. Namun, setelah bencana banjir besar terjadi di Sumatra, pelajaran tersebut tidak lagi sekadar hafalan belaka.

Melihat banyaknya batang pohon yang terbawa arus pascabanjir bandang di Sumatra, muncul pertanyaan: apa yang akan terjadi jika hutan benar-benar hilang? Tanpa pepohonan yang menahan air, tanah menjadi tandus, keanekaragaman hayati perlahan lenyap, dan bencana pun datang silih berganti.

Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah reforestasi, yaitu proses mengembalikan hutan beserta ekosistemnya agar kembali berfungsi sebagaimana mestinya.

Reforestasi: Lebih dari Sekadar Menanam Pohon

ilustrasi menanam bibit tanaman (pexels/Akil Mazumder)

Reforestasi merupakan rangkaian kegiatan yang dirancang untuk mengembalikan hutan ke kondisi semula sebagai ekosistem yang utuh. Menurut penjelasan dari Lindungi Hutan, reforestasi mencakup semua upaya yang membantu memulihkan kawasan yang rusak melalui penanaman pohon, penaburan benih, atau tindakan yang menstimulasi regenerasi alami.

Dengan cara ini, diharapkan hutan kembali mampu menyimpan karbon, menjaga keseimbangan air dan tanah, serta mendukung keanekaragaman hayati yang hilang akibat kerusakan sebelumnya.

Lalu, apa bedanya dengan reboisasi? Reboisasi dilakukan dengan menanam kembali pohon yang telah ditebang, dengan fokus utama membuat kawasan tersebut kembali hijau. Sementara itu, reforestasi mencakup pemulihan ekosistem secara lebih luas.

Artinya, tidak hanya menanam pohon, tetapi juga memperbaiki kualitas tanah, air, serta mengembalikan kembali keanekaragaman hayati yang hampir punah.

Berapa Lama Hutan Kita Bisa Pulih?

ilustrasi hutan rusak akibat deforestasi (pexels/Pok Rie)

Pemulihan hutan bukanlah sesuatu yang bisa terjadi dalam waktu singkat. Menurut studi ilmiah tentang dampak kebakaran dan penebangan hutan, efek kerusakan pada tanah dapat bertahan hingga puluhan tahun setelah peristiwa tersebut terjadi. Tanah yang kehilangan nutrisi penting akibat api atau aktivitas manusia membutuhkan waktu yang sangat panjang untuk kembali seperti semula, yaitu sekitar 30 tahun setelah penebangan.

Hal ini menunjukkan bahwa pemulihan hutan bukan hanya soal bagaimana pohon dapat tumbuh kembali, tetapi juga memastikan bahwa tanah dan lingkungan sekitarnya pulih secara perlahan agar hutan benar-benar bisa hidup.

Dari proses yang panjang ini, kita jadi memahami betapa pentingnya peran hutan dalam menopang kehidupan seluruh ekosistem. Tanah yang rusak membuat akar tanaman sulit menancap, kesuburan tanah berkurang, dan siklus air menjadi terganggu. Inilah yang menyebabkan regenerasi tanaman berjalan lebih lambat.

Oleh karena itu, reforestasi tidak hanya tentang menanam pohon, tetapi juga memperbaiki kondisi tanah serta ekosistem yang sebelumnya telah rusak.

Sudahkah Kita Siap Memulihkan Hutan?

ilustrasi gerakan menanam pohon (pexels/walter Cordero)

Setelah melihat betapa besar dampak dari bencana banjir bandang di Sumatra, sebuah pemikiran terbersit dalam benak: apakah kita benar-benar siap untuk memulihkan hutan yang telah rusak? Bukan sekadar berkata siap di media sosial, tetapi berani mengambil aksi nyata dengan terjun langsung ke lapangan.

Diperlukan komitmen bersama untuk mewujudkan upaya menjaga, merawat, dan menumbuhkan kembali ekosistem hutan. Gerakan ini perlu didasari kesadaran bahwa dengan memulihkan hutan, kita juga sedang menjaga dan merawat masa depan bersama.

Berita baiknya, sudah banyak pihak yang mulai mengambil langkah nyata. Melansir laman resmi Pemerintah Kabupaten Brebes, upaya penanaman pohon dilakukan oleh Bupati Brebes bersama relawan dan komunitas peduli lingkungan di kawasan hutan Petak 24 RPH Kretek sebagai langkah pencegahan bencana sekaligus menjaga keseimbangan alam di wilayah perbukitan.

Sementara itu, berdasarkan laporan Antara News, Pemerintah Kota Tangerang juga menggalakkan gerakan menanam pohon pada awal Desember dalam rangka Bulan Menanam Pohon Nasional dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat untuk memperkuat upaya penghijauan dan perlindungan lingkungan. Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa kesadaran akan pentingnya pemulihan hutan mulai tumbuh dan diwujudkan melalui aksi nyata.

Aksi Nyata Dimulai dari Sekarang

Ilustrasi aksi nyata reforestasi (pexels/Mikhail Nilov)

Reforestasi seharusnya bukan hanya sekadar wacana, tetapi perlu segera direalisasikan. Sudah saatnya kita bergerak mulai dari sekarang melalui aksi nyata. Generasi muda, yang dikenal lebih sadar terhadap isu lingkungan, sebenarnya memiliki peran besar dalam gerakan ini.

Semua bisa dimulai dari langkah-langkah kecil, seperti menanam pohon, ikut serta dalam gerakan lingkungan, atau sekadar lebih peduli terhadap isu hutan, yang semuanya merupakan bentuk kepedulian yang berarti.

Hasil dari reforestasi memang tidak bisa dirasakan dalam waktu cepat, melainkan membutuhkan proses yang panjang untuk benar-benar terlihat manfaatnya. Namun, dari sinilah langkah besar dimulai: memberi kesempatan bagi alam untuk pulih agar generasi setelah kita tetap bisa hidup berdampingan dengan hutan yang lestari.