Dunia industri semakin berkembang pesat seiring dengan perkembangan zaman. Pertumbuhan industri yang signifikan menjadi salah satu sumber kesejahteraan karena dapat memenuhi segala kebutuhan manusia, seperti contohnya industri fesyen yang marak disoroti oleh publik.
Dunia fesyen kini terus berkembang dan berubah seiring dengan adanya perubahan sosial, budaya, dan teknologi. Industri fesyen terus menyesuaikan berbagai bentuk perubahan yang ada.
Namun, tentunya industri dalam hal fesyen ini juga memiliki tantangan tersendiri yang apabila tidak diatasi dengan baik dapat memberikan pengaruh negatif yang besar bagi lingkungan.
Industri fesyen memegang peranan yang cukup besar dalam keberlangsungan hidup manusia. Selain karena berkembang mengikuti tren perubahan zaman, industri fesyen juga dihargai akan nilai kreativitas dan estetika yang menyertainya.
Di sisi lain, industri fesyen menjadi penyumbang kerusakan lingkungan terbesar di dunia. Dilansir dari Direktur Asosiasi Daur Ulang Tekstil Inggris, Alan Wheeler, industri fesyen telah menyumbang sebanyak 1,2 miliar ton emisi gas rumah kaca yang menjadi penyumbang polusi terbesar kedua di dunia. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya tren fesyen yang menuntut industri fesyen untuk terus meningkatkan produksinya sesuai dengan perkembangan zaman.
Gaya hidup konsumtif masyarakat juga menjadi faktor lain dari fenomena ini. Industri fesyen cenderung menggunakan sumber daya alam seperti air dan energi yang cukup besar. Hal tersebut menyebabkan semakin berkurangnya ketersediaan sumber daya alam dan bertambahnya jejak karbon industri.
Mode slow atau circular fashion menjadi solusi yang cukup menjanjikan untuk menekan dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktivitas industri fesyen bagi lingkungan.
Konsep-konsep yang ditawarkan oleh mode ini sederhana, tetapi apabila dilaksanakan secara berkelanjutan, tentunya akan menghasilkan dampak besar yang berarti bagi lingkungan.
Secara garis besar, mode ini mengusung konsep produksi yang sederhana, penggunaan produk hasil industri secara bijaksana sesuai dengan kebutuhan, serta pengolahan limbah sisa produksi yang bertanggung jawab.
Mode slow fashion berfokus pada sudut pandang para produsen industri fesyen untuk tetap mengutamakan kualitas dibandingkan meningkatkan kuantitas. Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi laju produksi yang membutuhkan banyak sumber daya alam.
Adapun mode circular fashion bertolak belakang dengan prinsip ekonomi linear yang cenderung menuntut konsumen untuk terus-menerus melakukan perilaku konsumsi karena siklus ini tidak berkelanjutan.
Pada ekonomi linear, konsumen akan cenderung membeli, menggunakan, dan membuang produk fesyen yang sudah tidak sesuai dengan perubahan tren yang ada.
Mode circular fashion hadir untuk membawa model fesyen yang berkelanjutan sehingga produk-produk bekas dapat diolah kembali menjadi produk baru.
Tentunya hal tersebut dapat mengurangi limbah sisa industri dan konsumsi fesyen. Produk-produk ramah lingkungan yang digunakan dalam produksi didesain agar dapat diolah kembali, serta memiliki siklus hidup yang cukup panjang.
Mode slow or circular fashion memang memberikan manfaat yang cukup besar bagi lingkungan. Namun, tentunya masih terdapat tantangan kecil yang harus dihadapi.
Pandangan masyarakat akan pentingnya penerapan mode ini masih harus ditingkatkan. Edukasi terhadap para produsen dan konsumen juga menjadi salah satu langkah penting yang perlu diambil untuk meningkatkan penerapan mode slow or fashion.
Oleh karena itu, produsen industri fesyen harus senantiasa berkomitmen untuk tetap menjaga kualitas produk yang dihasilkan tanpa memberikan dampak negatif yang dapat merusak Bumi.
Para konsumen juga harus pandai dalam memilih produk yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Aksi kecil yang diambil oleh setiap individu tentu dapat memberikan pengaruh yang besar untuk menjaga kelangsungan hidup Bumi tercinta.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Selamatkan Bumi dengan Mengurangi Limbah Plastik
-
Fast Fashion Berdampak Buruk ke Lingkungan, Slow Fashion Solusinya?
-
Mengubah Niat Menjadi Tindakan: Merangkul Keberlanjutan di Hari Bumi
-
PLTU Tenaga Batu Bara Harus Dikurangi Bila Ekosistem Hayati Ingin Lestari
-
Makan Ramah Lingkungan dengan Tadisi Lama, Cara Kembali Menyayangi Bumi
Rona
-
Kolaborasi GEF SGP Indonesia dan IPB Dorong Inovasi Komoditas Berbasis Masyarakat
-
Jangan Sampai Punah: Harimau Sumatra dan Urgensi Hidup Berdampingan
-
Uang, Udara, dan Jalan Raya: Mengurai Tantangan Dekarbonisasi Transportasi
-
Barikan: Tradisi Syukur dan Guyub yang Sarat Makna Mistis di Jawa Timur
-
Konsesi dalam Bayang Konglomerat: Bisnis Karbon atau Kapitalisme Hijau?
Terkini
-
Dua Film Hosoda Mamoru akan Diputar di Festival Film Aichi-Nagoya 2025
-
5 Drama Korea Baru di Bulan Agustus, Ada Bon Appetit, Your Majesty
-
4 Lip Tint Lokal untuk Sempurnakan Glass Skin Makeup Kamu, Fresh Abis!
-
Yuki Tsunoda Harus Penuhi Syarat Ini Jika Ingin Tetap di Red Bull, Sanggup?
-
Ulasan Buku Less is More, Sebuah Panduan Hidup Minimalis ala Jepang