Bimo Aria Fundrika
Ilustrasi barang-barang ramah lingkungan (unsplash.com/@privetannet)

Bagi banyak orang, konsumsi berkelanjutan sering terdengar rumit, penuh aturan, dan terasa jauh dari kehidupan sehari-hari.

Generasi Z di Indonesia, meski dikenal kritis dan aktif bersuara tentang isu lingkungan lewat media sosial, masih kerap berhenti di tahap kesadaran tanpa melanjutkan ke aksi nyata.

Padahal, perilaku sehari-hari, seperti penggunaan plastik sekali pakai, memilih kendaraan pribadi, atau membeli produk tanpa memperhatikan dampak ekologis tetap menjadi kebiasaan dominan, meski mereka paham konsekuensi bagi lingkungan.

Hal ini menimbulkan kesenjangan antara pengetahuan dan perilaku nyata yang berdampak langsung pada upaya membangun masyarakat yang lebih ramah lingkungan.

Ilustrasi gaya hidup ramah lingkungan. (Pexels)

Menurut Prof Lilik Noor Yulianti, Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB University, celah tersebut bisa dijembatani melalui strategi nudging yang dikombinasikan dengan pemanfaatan media sosial.

Dorongan kecil yang diterapkan di keseharian, seperti restoran yang hanya memberikan sedotan ketika diminta pelanggan, atau aplikasi transportasi yang menampilkan opsi kendaraan umum atau sepeda terlebih dahulu sebelum kendaraan pribadi, dapat perlahan mengubah kebiasaan konsumen tanpa terasa dipaksakan.

Pendekatan lain seperti memberikan opsi ramah lingkungan sebagai default choice, menampilkan produk berkelanjutan di antara pilihan yang familiar, atau menyertakan feedback berupa gambar dan kata-kata yang menunjukkan dampak positif dari tindakan konsumen juga terbukti efektif membentuk asosiasi positif.

“Nudging membantu menyusun ulang pilihan, sementara media sosial membentuk norma dan identitas. Kalau keduanya digabungkan, perubahan perilaku bisa terjadi lebih cepat, terasa spontan, menyenangkan, dan selaras dengan nilai yang diyakini anak muda,” ujar Prof Lilik.

Ia menekankan pentingnya menyampaikan keberlanjutan dengan cara yang relevan, menyenangkan, dan dekat dengan keseharian, misalnya lewat kolaborasi dengan kreator autentik, narasi positif, dan komunitas digital.

Dorongan kecil ini mungkin tampak sederhana, tetapi jika diterapkan lintas sektor—dari rumah tangga, bisnis, hingga kebijakan pemerintah—nudging dapat mempercepat transisi menuju pola konsumsi berkelanjutan yang nyata dan berkesinambungan di Indonesia.