Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Dream Praire
Ilustrasi Rumah Rapuh. (Pixabay)

Di balik dinding rapuh penuh celah

Meringkuk bocah yang tak kenal sekolah

Gelap perlahan turun selimuti bumi

Samarkan batang- batang pohon yang tak bersemi

Bocah lemah tanpa daya tiada tenaga

Kaburkan hidup antara jiwa atau raga

Tak seteguk air melewati keringnya  tekak

Tak sebutir nasi menjamah lidah  yang terasa cekak

Dalam diam tanpa keluh tanpa kesah 

Hanya pantulan bening mata yang mulai basah

Menahan perih menahan dahaga

Hanya bersama adik yang lara juga

Dua anak manusia tak berdosa

Terpaksa mengais apapun yang tersisa

Sembari tetap berharap sang ibu pulang

Cemas ibu akan seperti ayah yang menghilang

Berderit pintu kayu tak berkunci

Menampar almari lapuk tanpa laci

Menyuarakan segala bunyi kepapaan 

Menyanyikan lagu balada kemelaratan 

Walau bahana itu memilukan perasaan

Memancing kegundahan dan kegobaran

Namun bagi kedua bocah yang kelaparan

Suara itu adalah pembuka harapan

Langkah kaki ibu yang sarat dengan beban

Adalah suara terindah sepanjang penantian

Sedari terbitnya mentari di ufuk sana

Hingga janji petang berubah malam pun terlaksana

Wajah pucat berhias debu dan jelaga

Membingkai mata sayu usai semalam terjaga

Tergopoh menilik dua buah hati yang terbaring

Di hamparan dipan beralas tikar pandan kering

Gemetar jemari mengurai buntalan kecil

Disambut dua bocah yang semakin terlhat mungil

Bibir kecil mereka mengulaskan senyum

Menikmati suapan yang tertahan dikulum

Sang ibu terduduk lelah di ujung dipan

Ada bahagia walau masih cemas akan masa depan

Kalimat petuah berhiaskan penghiburan

Ibu tak akan biarkan kalian kelaparan

                     Borneo, September 2021

Dream Praire