Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Rico Andreano Fahreza
Ilustrasi Kesedihan. (Pixabay)

Melibas segala rupa kesedihan menikmati pucuk dunia yang berkibar tak terhenti. Sanubari menjadi terang benderang dalam keteduhan cahya keabadian riang sejati. Berpisah pada batas-batas keriuhan tangisan sanubari yang terasa lestari. Patokan langkah bertahta pada sandaran kehidupan manusia.

Berhias pada ketaatan raga melibas nelangsa yang menggoyahkan langkah berjalan ke depan. Melawan jeruji kecemasan membelenggu gelora yang berhempas hebat. Melampaui pada rangkaian bauran kegundahan sejati. 

Bauran bahagia rasa mencerminkan rupa-rupa langkah yang melibas hambatan kehidupan. Kesedihan pada kehidupan lampau buah kegelapan dalam berkelana pada kenistaan. Kenistaan membersamai langkah kehidupan yang berharga dalam waktu yang terus berkibar.

Kenistaan berucap pada amarah kuasa nafsu duniawi. Kiasan raga bertumpu bauran alam kehinaan melibas keyakinan melawan kuasa Tuhan. Bias teriakan sanubari yang tak tahan dalam genangan lumpur kenistaan. Seakan raga yang sekian lama suci menjadi hitam legam. Kenistaan sebagai lampiran kuasa nafsu yang tak terbendung.

Lembaran kesedihan dalam kenistaan menuntun langkahku pada sesal penuh tulus. Tanpa kepura-puraan yang memoles kemunafikan dalam tangis air mata buaya. Menghantarkan pada kehendak-Nya yang menuntun kembali pada jalan kasih-Nya.

Teriakan rupa kehinaan melingkupi denyut nadi yang bergerak terus. Sepanjang nafas masih ada ragaku telah berubah pada keteduhan petuah-Nya. Lenyaplah rupa kesedihan menjawab semua kegundahan beriringan lenyap dengan sempurna. Ringan rasanya pikiran tanpa parutan kesedihan

Rico Andreano Fahreza