Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Sam Edy Yuswanto
Buku Nasihat untuk Kita (Doc/Samedy)

Sebagaimana telah dimaklumi bersama, manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Karenanya, setiap manusia sangat membutuhkan nasihat agar dia menyadari segala kekeliruan atau kesalahannya di masa lalu. Dengan nasihat-nasihat tersebut, diharapkan setiap manusia akan kembali kepada jalan lurus yang diridai oleh-Nya.

Nasihat itu penting dan bisa kita peroleh dari mana saja. Farhan Abdul Majiid, dalam bukuNasihat untuk Kita’ (Elex Media Komputindo, 2017) mengurai bahwa nasihat dalam hidup itu sebenarnya merupakan sebuah kebutuhan. Setiap saat kita butuh dengan nasihat.

Nasihat bisa kita dapatkan dari orangtua, guru, sahabat, rekan, dan bahkan oleh orang yang kita anggap kurang baik hidupnya. Nasihat itu ibarat air yang melegakan tenggorokan setelah berjam-jam kehausan. Ia menyadarkan bahwa suatu hal yang mungkin terdengar biasa, bisa menjadi luar biasa saat kita benar-benar butuh.

Setiap orang tentu pernah berbuat dosa. Hal terpenting dari orang yang pernah melakukan dosa adalah segera menyesali perbuatannya, bertaubat, dan berjanji untuk tidak akan mengulanginya lagi. Jangan lupa untuk memohon ampunan kepada orang-orang yang pernah kita sakiti. Satu lagi, perbanyak berbuat kebajikan, mudah-mudahan perbuatan baik yang kita kerjakan dapat menjadi penghapus kesalahan kita di masa lalu.

Sang Baginda Rasulullah SAW pernah berpesan tiga hal pada kita. Bertakwalah kepada Allah di mana pun kita berada, iringilah keburukan yang diperbuat dengan kebaikan, dan pergaulilah sesama dengan akhlak yang mulia. Takwa kepada Allah menjadi kunci kehidupan. Meyakini akan kekuasaan-Nya dan menyadari kekerdilan diri kita di hadapan-Nya adalah salah satu ciri ketakwaan kepada-Nya. Kesadaran inilah yang akan membawa kita pada kepatuhan yang tiada terkira kepada-Nya.

Kita tentu memahami bahwa mencari ilmu merupakan hal yang urgen dalam hidup ini. Terlebih ilmu-ilmu agama yang akan semakin mendekatkan kita kepada ketakwaan. Namun, perlu digarisbawahi di sini, bahwa selain mencari ilmu, kita juga harus berusaha mengamalkannya dengan baik. Jangan sampai kita memiliki keilmuan tinggi tapi sangat kurang pengamalannya.

Sebuah pepatah Arab mengatakan, “Ilmu tanpa amal laksana pohon tanpa buah”. Ilmu yang tinggi bila amal yang diperbuat tidak menjadikannya makin mulia, tidaklah dapat dikata ilmu yang dipelajarinya membawa manfaat. Justru, itu menimbulkan pertanyaan, untuk apakah ia belajar? Karenanya, jadilah manusia yang berilmu, agar hidup kita mulia. Jadilah manusia yang mengamalkan ilmu, agar hidup kita menjadi penebar manfaat.

Nasihat memang diperlukan dalam hidup ini. Akan tetapi, bukan lantas kita menjadi orang yang sedikit-sedikit langsung memberi nasihat kepada orang lain, apalagi terhadap orang yang baru dikenal. Kita harus ingat bahwa tak semua orang memiliki kapasitas untuk menasihati orang lain. Perlu saya garisbawahi di sini bahwa ketika hendak menasihati orang lain pun ada adab atau tata krama yang harus dipenuhi, misalnya dengan kalimat yang halus dan tak menyakitkan, tidak mempermalukan orang di depan umum, dan lain sebagainya.

***

*Penulis lepas mukim di Kebumen.  

Sam Edy Yuswanto