Sebuah perjalanan bisa menjadi bahan tulisan yang menarik. Apalagi jika kita melakukan perjalanan ke negara eksotis seperti Meksiko. Catatan perjalanan inilah yang kemudian dirangkum dalam sebuah buku berjudul Tembok, Polanco, & Alien oleh Azhari Aiyub.
Azhari Aiyub adalah seorang sastrawan kelahiran Banda Aceh. Pada tahun 2015 dia ditunjuk sebagai sastrawan mukim di Meksiko oleh Badan Pengambangan dan Pembinaan Bahasa. Kisah-kisah yang dia alami saat menjadi sastrawan mukim di Meksiko inilah yang kemudian dirangkum dalam buku ini.
Meksiko seperti yang kita tahu adalah negara yang kaya akan nilai budaya dan sejarah. Selain itu, Meksiko juga terkenal sebagai negara yang penuh dengan kartel-kartel narkoba. Azhari memulai bukunya tersebut dengan pembahasan betapa sulitnya warga negara dari Indonesia untuk berkunjung ke negara di Amerika Selatan ini.
Jarak yang sangat jauh, rute pesawat yang beberapa kali harus berganti, serta kerumitan yang terjadi pada birokrasi. Indonesia dan Meksiko memiliki satu persamaan, yaitu dianggap sebagai negara dari dunia ketiga. Negara dari dunia ketiga kerap kali dicap sebagai gembong narkoba, terlibat dalam perdagangan manusia, atau para pencari kerja ilegal (Tembok, Polanco & Alien, Hal. 1-9).
Maka tidak heran jika saat akan mengunjungi Meksiko warga negara Indonesia seperti Azhari harus menghadapi beberapa hambatan. Saat tiba di Meksiko, Azhari sempat mengunjungi beberapa tempat yang menarik terutama bagi pecinta sejarah dan seni.
Azhari mengunjungi sebuah museum seni dari seniman kawakan Meksiko yaitu Diego Rivera dan Frida Kahlo. Saat berkunjung ke museum tersebut, Azhari bertemu dengan seorang pemandu museum. Saat ditanya oleh pemandu museum tersebut dia berasal dari mana, Azhari menjawab berasal dari Indonesia.
Sang pemandu kemudian berkata bahwa dia tahu Soekarno, dan bahwa Presiden pertama Indonesia itu memiliki seorang istri yang merupakan seorang diva Meksiko. Tentu hal ini mengagetkan Azhari.
Selama di Meksiko, Azhari tak hanya mengunjungi museum seni saja, namun juga beberapa tempat lain seperti museum sejarah, perkotaan dan perpustakaan. Membaca buku ini membuat kita benar-benar merasa sedang berada di Meksiko.
Bahasa yang digunakan sangat ringan dan jumlah halamannya juga tidak terlalu tebal, bahkan bisa dikatakan tipis. Hanya 112 halaman. Jadi buku ini bisa dibaca dengan santai dalam sekali duduk saja.
Baca Juga
-
Ulasan Buku Gie dan Surat-Surat yang Tersembunyi
-
Ulasan Buku Guns, Germs, & Steel, Mencari Tahu Faktor Bangsa yang Maju
-
Ulasan Buku Sejarah Australia, Berdirinya Negara Melalui Commonwealth Of Australia.
-
Ulasan Buku Memburu Muhammad, Memetik Hikmah dari Kisah-kisah Islami
-
Ulasan Buku Serdadu Afrika di Hindia Belanda 1831-1945
Artikel Terkait
Ulasan
-
James Arthur Suarakan Beratnya Hubungan LDR Lewat Lagu Car's Outside
-
Kisah Romantis Melintasi Waktu dalam Novel Bertajuk The Seven Year Slip
-
Review Film A Desert: Tontonan Sunyi yang Bikin Gelisah Sepanjang Durasi
-
Review Film Christmas Carol, Kisah Balas Dendam Penuh Luka di Malam Natal
-
Review Film The Fishbowl: Hening yang Menggetarkan Hati
Terkini
-
Million Places oleh XG: Tebarkan Cinta untuk Penggemar di Seluruh Dunia
-
Jangan Asal Terbang! Kenali 4 Batasan Penting Sebelum Bermain Drone
-
Gabung Buriram United, Ini 3 Kerugian yang Bisa Menimpa Shayne Pattynama
-
Fenomena Klithih di Jogja: Masalah dan Solusi dari Perspektif Generasi Muda
-
Mengupas Mitologi Sang Maut dalam Film Final Destination: Bloodlines