Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Sigit Candra Lesmana
Buku "Memburu Muhammad" (Doc/Sigit)

Membaca kisah-kisah bermuatan pelajaran agama dalam sebuah karya sastra bisa membuat kita lebih mudah dalam memahami makna yang terkandung di dalamnya. Kesan inilah yang mungkin coba disampaikan oleh Feby Indirani dalam kumpulan cerita pendeknya yang berjudul “Memburu Muhammad”. Memburu Muhammad berisi sembilan belas cerpen yang terinspirasi dari kisah-kisah islami.

Setiap cerpen yang tertulis dalam buku ini mengajak kita sebagai pembaca untuk menggali hikmah yang lebih dalam dari kisah-kisah islami yang sering didengar. Salah satu contohnya adalah cerpen berjudul Memburu Muhammad.

Dikisahkan Abu Jahal kembali hidup. Dia hidup kembali di Indonesia pada zaman modern. Dia lalu mencari-cari di mana keberadaan Nabi Muhammad untuk membalaskan dendamnya. Dia bertemu dengan seorang pemuda yang kemudian dia mintai tolong untuk mencarikan di mana Nabi Muhammad berada.

Sang pemuda yang kebingungan kemudian memberi tahu setiap info orang yang bernama Muhammad di Indonesia. Tentu saja di negara dengan penganut Islam terbesar di dunia ini nama Muhammad sangat populer. Sehingga pria tersebut kemudian memberi beberapa referensi mengenai orang yang bernama Muhammad. Mulai dari yang berprofesi sebagai politikus, koruptor, sampai yang berprofesi sebagai seorang seniman.

Namun, Abu Jahal tidak menemukan Muhammad yang cocok dengan yang dia cari. Manusia bernama Muhammad pada zaman modern ini tidak ada satupun yang sama dengan Muhammad yang menjadi musuhnya dulu.

Muhammad yang seorang politikus sudah pasti bukan Muhammad yang dia cari. Sebab, Muhammad yang dia cari orangnya tidak terlalu dekat dengan jabatan. Muhammad yang seorang koruptor bahkan lebih tidak tepat lagi. Pasalnya, sepanjang hidupnya Muhammad yang dia cari terkenal sebagai orang jujur. Sedangkan Muhammad yang seorang seniman juga bukan, karena Iayang dia cari berprofesi sebagai pedagang.

Salah satu cerpen lain di buku ini yang sarat akan makna adalah cerpen berjudul “Rahasia Rumah Kami”. Dikisahkan dua orang anak kecil yang terheran-heran mengapa orang dewasa di sekitar mereka suka sekali memakan bangkai saudaranya, sesama manusia.

Cerpen ini mengandung makna bahwa orang yang suka bergibah diibaratkan sebagai pemakan bangkai saudaranya. Cerpen ini menampar kita yang masih suka bergibah. Saking menjijikkannya bergibah, maka orang yang bergibah sampai diibaratkan sebagai pemakan bangkai manusia.

Selain dua cerpen yang saya ceritakan, dalam buku ini masih banyak cerpen lain yang sarat akan nilai dan makna. Kisah-kisah dalam buku ini membuat kita merenung kembali mengenai esensi kita sebagai manusia dan mengenai makna dari kehidupan itu sendiri.

Sigit Candra Lesmana