Jurnalisme sastra adalah jenis tulisan jurnalistik yang teknik dan gaya penulisannya menggunakan cara-cara atau kaidah yang biasa dipakai di dalam karya sastra, seperti puisi atau prosa. Jurnalisme sastra merupakan suatu bentuk penyajian berita dengan teknik penyajian berita yang berbeda dengan bentuk penyajian pada umumnya.
Jurnalisme sastra bertujuan untuk menarik perhatian para pembaca agar para pembaca semakin terlarut dalam berita yang dibacanya dengan menampilkan sudut pandang yang berbeda, menyentuh emosi pembacanya, guna menangkap gambaran suatu peristiwa atau kejadian secara lebih mendetail.
Jurnalisme sastra merupakan salah satu subdisiplin ilmu Jurnalistik Baru atau New Journalism, yang dicetuskan oleh seorang penulis dan jurnalis asal Amerika Serikat, yaitu Tom Wolfe, pada rentang tahun 1960 hingga 1970-an.
Jurnalisme sastra muncul di kalangan jurnalis Amerika Serikat yang saat itu mulai jenuh dengan teknik penyajian berita yang membosankan, ditambah lagi dengan berkembangnya industri pertelevisian yang saat itu semakin menggeser eksistensi media cetak.
Di Indonesia sendiri, jurnalisme sastra merupakan terjemahan dari literary journalism, yang mana merupakan salah satu subdisiplin dari new journalism, lalu mulai dikembangkan lewat Yayasan Pantau, asuhan Andreas Harsono.
Meskipun secara menyeluruh menggunakan teknik penggayaan sastra di dalam penyajian beritanya, bukan berarti jurnalisme sastra mengandung unsur-unsur fiktif atau khayalan. Jurnalisme sastra tetap mempertahankan sebuah fakta, yang faktual, dan merepresentasikannya dengan teknik yang berbeda.
Adapun karakteristik dari jurnalisme sastra adalah sebagai berikut:
- Di dalam penyajiannya menggunakan kaidah-kaidah penulisan sastra;
- Tidak mengandung ambiguitas;
- Mempertahankan 5W + 1H;
- Harus faktual;
- Tidak adanya tenggat waktu dalam pelaporan berita;
- Membutuhkan waktu lama untuk sebuah reportase;
- Sumber berita yang diperoleh tidak berasal dari satu atau dua sumber saja, melainkan dari berbagai sumber termasuk catatan historis dan catatan pribadi; dan
- Isu-isu yang diangkat bukanlah isu-isu yang sedang tren atau populer.
Sementara dalam bentuk penyajiannya, jurnalisme sastra dapat disajikan melalui bermacam bentuk tulisan, antara lain seperti memoir, biografi, esai personal, artikel feature, non-fiksi naratif, dan esai sastrawi.
Baca Juga
-
Ulasan Film Never Back Down: Kisah Remaja yang Mendalami Mix Martial Arts
-
Ulasan Film Warrior: Kisah Kakak-beradik yang Kembali Bertemu di Atas Ring
-
Ulasan Film Unbroken: Kisah Atlet Olimpiade yang Menjadi Tawanan Perang
-
Ulasan Film The Fighter: Kisah Seorang Pria Meraih Gelar Juara Tinju Dunia
-
Ulasan Film Rocky: Kisah Petinju Lokal Meraih Kesuksesan di Dunia Tinju
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku James Karya Percival Everett: Kisah Jim yang Akhirnya Bersuara
-
Mogok Nasional di Panama, Pekerja Tolak Reformasi Jaminan Sosial dan Kehadiran Militer AS
-
CEK FAKTA: Prabowo Hukum Mati Pejabat Korupsi Rp 10 Miliar Lebih, Benarkah?
-
CEK FAKTA: Prabowo Bakal Hapus Jabatan Kepala Desa, Benarkah?
-
Raih Nobel Sastra 2024, Han Kang Siap Rilis Buku Baru 'Light and Thread'
Ulasan
-
Review Film April: Saat Keindahan dan Kepedihan Berjalan Beriringan
-
Ulasan Buku James Karya Percival Everett: Kisah Jim yang Akhirnya Bersuara
-
Review Film William Tell: Panah, Perlawanan, dan Drama yang Tampil Beda
-
Novel And Then I Heard the Quiet: Rahasia yang Terkubur di Fort Langley
-
Review Anime Medalist, Keterbatasan Menjadi Kekuatan untuk Meraih Mimpi
Terkini
-
Mengenal Trah Tumerah, Istilah Silsilah Jawa yang Makin Sering Dilupakan
-
Dear Parents, Ketahui 5 Risiko Tersembunyi Penggunaan Aplikasi AI pada Anak
-
Ketika Mahasiswa Jadi Content Creator Demi Bertahan Hidup
-
3 Alasan 'Always Home' Wajib Ditonton, Kisah Masa Remaja Menuju Kedewasaan!
-
Sama-Sama Minati Jay Idzes, AC Milan Berikan Tanda Bakal Tikung Inter Milan?