Berapa kali dalam hidup kita melakukan sesuatu hanya demi terlihat baik di mata orang lain? Tanpa sadar, kita mengatur diri, menyesuaikan sikap, bahkan memaksakan senyum hanya agar diterima, dipuji, atau disukai.
Padahal, semakin kita berusaha menjadi sosok yang sesuai harapan banyak orang, semakin jauh pula kita dari diri sendiri. Inilah kegelisahan yang coba disampaikan Lee Pyeong dalam bukunya You Don’t Need to be Loved by Everyone.
Buku ini adalah semacam teguran lembut namun tegas bagi siapa pun yang terbiasa menggantungkan kebahagiaannya pada validasi orang lain.
Lewat berbagai catatan pendek, Lee mengajak pembaca untuk melepaskan beban menjadi “disukai semua orang,” dan mulai memusatkan perhatian pada apa yang benar-benar penting: membangun hubungan yang tulus dan hidup yang sesuai dengan nilai-nilai diri sendiri.
Satu hal yang menjadi benang merah dari buku ini adalah pentingnya kejujuran terhadap diri sendiri. Ketika kita terlalu sibuk menyenangkan semua orang, sering kali kita mengabaikan perasaan sendiri.
Kita berpura-pura bahagia, menahan marah, atau bahkan mengorbankan kebutuhan pribadi demi mempertahankan citra baik. Tapi sampai kapan kita bisa terus begitu?
Selain itu, ada beberapa bagian di novel ini yang membuat dahi sedikit berkerut, mencoba memahami maksud di balik kalimatnya.
Contohnya saat ia menulis, “kita tidak perlu mencintai untuk dicintai.” Kalimat ini memunculkan banyak tafsir. Apa maksudnya kita tidak perlu berharap dicintai balik? Atau kita tidak boleh mencintai dengan terburu-buru karena bisa tidak dihargai?
Sayangnya, bagian itu tak dijelaskan lebih dalam, dan bisa membuat pembaca kehilangan arah jika tidak cukup sabar.
Salah satu bagian menarik adalah pembahasan tentang JOMO (Joy of Missing Out).
Kadang dunia rasanya seperti ngebut sendiri. Orang-orang terus maju, tren datang silih berganti, dan kita malah menjadi merasa semakin ketinggalan jauh, entah dengan pencapaian orang lain atau standar hidup yang makin tidak masuk akal.
Perasaan seperti ini kerap menimbulkan kecemasan yang tak perlu.
Lee mengingatkan, tak apa untuk menikmati ketertinggalan. Kita tidak harus ikut dalam setiap perlombaan. Terkadang, rasa tenang justru hadir ketika kita berhenti membandingkan dan mulai menikmati apa yang sudah ada.
Poin penting lain dalam buku ini adalah soal keberanian untuk bersikap tegas saat diperlakukan tidak adil.
Sering kali kita dibiasakan untuk sabar dan memaafkan, tapi lupa diajarkan cara untuk berkata “cukup” ketika perlakuan orang lain mulai menyakiti.
Lee mengingatkan bahwa menjaga harga diri bukan berarti melawan dengan keras, melainkan dengan memahami batasan sehat dan tidak membiarkan diri diinjak-injak.
Walaupun ada beberapa bagian yang terasa kurang dalam penjelasan, dan terkadang narasinya berjalan ke sana ke mari, secara keseluruhan buku ini tetap relevan, terutama untuk kita yang sedang berada di persimpangan antara ingin diterima dan ingin bebas.
Namun begitu, bukan berarti buku ini kehilangan makna. Justru dari narasi yang sederhana dan tidak menggurui, muncul banyak bagian yang membuat kita merenung dan merasa dekat dengan isi buku.
You Don’t Need to be Loved by Everyone mungkin bukan bacaan yang memuaskan dari awal hingga akhir, tapi ia menyisakan ruang bagi pembaca untuk merenung. Ada kalimat-kalimat yang bisa menancap tepat di hati, terutama saat kita merasa lelah menjadi apa yang orang lain inginkan.
Ini adalah buku yang cocok dibaca perlahan, di saat kita sedang mencoba lebih jujur pada diri sendiri.
Baca Juga
-
Buku The Productive Muslim: Menggabungkan Iman dalam Produktivitas Muslim
-
Ulasan Buku Dont Be Sad, Motivasi Islami yang Menenangkan Jiwa
-
Menemukan Bahagia di Tengah Hidup yang Kacau dalam Buku How To B Happy
-
Isu Mental Health dalam Buku Kupikir Segalanya Akan Beres Saat Aku Dewasa
-
3 Rekomendasi Buku Islam Anak, Kisah Menyentuh dan Ilustrasi yang Menarik
Artikel Terkait
-
Ulasan The Metamorphosis Karya Franz Kafka: Potret Tragis Alienasi dalam Bingkai Absurd
-
Literasi Keuangan Pasutri Muda di Buku Ngatur Keuangan Keluarga itu Gampang
-
Ulasan Buku Amor Fati: Cintai Takdirmu Meski Tidak Berakhir Indah
-
Ulasan Buku Perempuan Kertas, Kiat Menghindari Pacaran yang Kebablasan
-
Ulasan Buku Seni & Teknik Berbicara: Komunikasi Itu Ada Seninya!
Ulasan
-
Ulasan Film Night Always Comes: Perjuangan Sengit di Malam yang Kelam
-
Ulasan Film The Sun Gazer: Drama Romansa yang Menyayat Hati
-
Review Film Labinak: Praktik Sekte Kanibalisme dalam Keluarga Bhairawa
-
Horor Kanibalisme dalam Film Labinak yang Memunculkan Sumanto
-
Ulasan Novel 0 KM (Nol Kilometer): Simbolis Pertemuan dan Perpisahan
Terkini
-
Mulai dari Kita: Mengelola Sampah Rumah Tangga Demi Bumi Lestari
-
Rp100 Juta Per Bulan Hanya untuk Joget? Momen yang Mengubur Kredibilitas DPR
-
Electric Heart oleh 8TURN: Emosi Cinta yang Meledak Seperti Aliran Listrik
-
Ingin Bebas Balapan, Jorge Martin Tak Pasang Target untuk GP Hungaria 2025
-
Megawati Ganti Bambang Pacul dengan FX Rudy, Ini Perbandingan Latar Belakang Keduanya