Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Sam Edy Yuswanto
Buku "Cerita Cinta Indonesia". (Dok. Pribadi/Sam Edy)

             Ibu adalah sosok perempuan yang harus kita hormati. Perjuangannya dalam merawat dan membesarkan anak-anaknya begitu berat dan panjang. Tak hanya mengandung selama kurang lebih sembilan bulan hingga akhirnya berhasil melahirkan anaknya dengan nyawa sebagai taruhan, tapi juga segala kerepotannya dalam mengasuh anak hingga besar.

             Ditambah lagi, ketika seorang ibu harus berjuang mencari nafkah untuk anak-anaknya karena suaminya telah meninggal dunia atau karena dia telah berstatus menjadi janda. Sebagaimana kisah Yu Ngatemi dalam buku kumpulan cerpen berjudul Cerita Cinta Indonesia karya para penulis dengan latar belakang beragam ini.

            Yu Ngatemi merupakan salah satu cerpen karya Anjar Anastasia. Berkisah tentang Yu Ngatemi, seorang perempuan yang telah berstatus janda yang memiliki tiga anak yang harus dia asuh dan nafkahi. Dia diceraikan oleh suaminya yang kepincut dengan perempuan lain di kampung sebelah. 

            Pada akhirnya, menjadi penjual sayuran adala pekerjaan Yu Ngatemi. Dengan mengayuh sepeda usang, ia membawa sayuran dari desa ke pasar dengan jarak yang cukup jauh, berkilo-kilometer, melewati jalan raya dan kecil. Pagi-pagi benar, ketika orang lain baru akan berangkat kerja, dia sudah mengayuh sepedanya. Menjelang malam kayuhannya melintas di sepanjang jalan itu lagi, sementara para pekerja lain sudah santai di rumah.

            Yu Ngatemi bisa bekerja seperti sekarang karena kebaikan Wak Haji, tetangganya. Wak Haji yang orang kaya tapi tidak punya anak itu memiliki kebun luas. Melihat hidup Yu Ngatemi penuh keprihatinan, Wak Haji memberi wanita itu kesempatan untuk menjualkan hasil palawija dari sebagian kebunnya.

            Raut wajah Yu Ngatemi selalu tanpa ekspresi dan tidak terlihat lelah. Boleh dibilang, tampaknya ia sangat menikmati pekerjaannya. Bahkan ketika barang dagangannya tidak laku. Hujan, debu, dan panas terik adalah saksi perjuangannya demi memenuhi kebutuhan hidup setiap hari.

           Sayangnya, ada satu kesalahan yang dilakukan oleh Yu Ngatemi. Ia berhubungan dengan rentenir yang membuat kehidupannya semakin bertambah susah. Kebutuhan hidup yang semakin tinggi membuatnya terpaksa berutang pada rentenir. Meski begitu, ia masih beruntung memiliki tiga yang menjadi sumber semangat yang selalu menjadi pupuk di kala kegairahan untuk meneruskan hidup sedang melayu. Ia bersyukur memiliki mereka. Senyum mereka bak gerimis segar saat kemarau panjang menerpa (Cerita Cinta Indonesia, halaman 27).

            Kisah Yu Ngatemi, sosok ibu yang begitu gigih menafkahi dan membesarkan anak-anaknya tersebut semoga bisa menjadi bahan kita merenungi dan mensyukuri hidup yang keras ini. Betapa masih banyak orang kesulitan di luar sana yang harus dibantu oleh sesamanya, termasuk uluran pertolongan kita tentunya.

***

Sam Edy Yuswanto