Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Rizky Melinda Sari
Potret nganteuran (instagram/@infogarut)

Hari raya Idulfitri adalah momen yang paling ditunggu-tunggu oleh umat Muslim setelah sebulan penuh sebelumnya berpuasa Ramadhan. Momen hari lebaran ini tentunya tidak bisa lepas dari berbagai macam tradisi yang memiliki ciri khas tersendiri di berbagai daerah di Indonesia.

Bagi masyarakat Sunda, momen Hari Raya Idulfitri merupakan momen yang spesial, sehingga ada sebuah tradisi unik yang bernama bernama Nganteuran. Nganteuran adalah tradisi mengantarkan makanan khas lebaran seperti ketupat, sambal goreng kentang, opor ayam, hingga beragam jenis kue kering kepada orang terdekat seperti tetangga sekitar rumah sehari sebelum perayaan Idulfitri.

Berdasarkan sejarahnya, Nganteuran berasal dari Bahasa Sunda yang memiliki arti "mengantarkan". Tradisi tersebut telah berlangsung secara turun-temurun di wilayah Jawa Barat bagian selatan seperti wilayah Bandung, Pangandaran, Tasikmalaya, hingga Garut.

Kegiatan nganteuran atau berbagi makanan ini menjadi satu hal yang ditunggu-tunggu di akhir Ramadan untuk menyambut datangnya Hari Raya Idulfitri di esok hari. Warga biasanya berlalu-lalang mengunjungi rumah-rumah terdekat dari pintu ke pintu sambil berbagi sapa dan senyuman.

Selain menjadi momen sakral dan spesial menyambut Hari Lebaran, tradisi Nganteuran ini juga memiliki makna yang mendalam. Salah satunya adalah saling melengkapi kekurangan antar saudara sesama Muslim, terutama bagi mereka yang membutuhkan. Dengan saling berbagi makanan dengan sesama, kita dapat menunjukkan sikap saling peduli dan mempererat hubungan antartetangga.

Tradisi nganteuran ini juga menjadi ajang untuk menjalin silaturahmi dan berbagi rezeki. Namun sayangnya, sekarang tradisi ini sudah mulai hilang direngut zaman. Kemajuan teknologi dan modernisme seolah menjadi benteng yang membatasi kehangatan yang ada dalam setiap sentuhan di hari Lebaran yang suci ini.

Apalagi sejak beberapa tahun yang lalu, pandemi yang melingkupi seluruh wilayah Indonesia membuat orang-orang enggan keluar rumah dan jarang beraktivitas serta bertegur sapa di Hari Lebaran. Hal ini semakin membuat tradisi nganteuran semakin jarang dilakukan.

Untunglah tahun ini pandemi mulai berkurang, dan interaksi sosial juga mulai kembali terjalin. Semoga hal ini menjadi pertanda bahwa kehidupan bersosial dan bermasyarakat ke depannya dapat kembali seperti semula dan berbagai tradisi khas daerah seperti nganteuran kembali jaya. Selamat Lebaran.

Rizky Melinda Sari