Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Rozi Rista Aga Zidna
Buku novelet Lapar (Dok. Pribadi/Fathorrozi)

Muhammad Ali, lahir di Surabaya, 23 April 1927. Sebagai sastrawan ia pernah mengurus majalah Pahlawan, Mimbar Pemuda, Bakat, Fitrah dan Buletin Sastra DKS. Ia banyak menulis cerpen, puisi, esai dan drama. Beberapa karyanya dimuat di berbagai majalah dan surat kabar, seperti Horison, Jawa Pos, Kompas, Sinar Harapan, Suara Indonesia, Kedaulatan Rakyat, Singgalang, Surabaya Post, dan lain-lain.

Beberapa cerpennya diterjemahkan dalam bahasa Inggris dan Jepang, dan di antaranya terbit di Malaysia. Selama beberapa waktu menjadi Dosen Luar Biasa pada mata kuliah Apresiasi Sastra pada Fakultas Sastra Universitas Negeri Jember (Unej). Oleh beberapa kritikus sastra terkemuka ia dinyatakan sebagai sastrawan yang mempunyai kepekaan dalam melihat sasaran-sasarannya, memiliki ketajaman pena dalam melukiskan manusia yang beragam sifatnya. Sebagai ciri khasnya, ia seringkali memunculkan humor-humor segar dalam setiap percakapan.

Novelet Lapar ini mulanya disusun dalam bentuk ungkapan sebuah sandiwara radio yang biasa disebut Sandiwara Radio. Sandiwara radio Lapar ini pertama kali disiarkan di Radio Republik Indonesia Pusat Studio Jakarta. Disiarkan kembali hingga beberapa kali di stasiun radio yang sama atas permintaan banyak pendengar. Kemudian, disiarkan juga di RRI Studio Medan, Riau, Ujung Pandang, dan pernah pula disiarkan di Radio Siaran Non Pemerintah Arif Rahman Hakim, Jakarta. Bahkan, juga pernah disiarkan pula oleh Radio Singapura.

Dalam buku ini, disajikan cerita Lapar yang telah direvisi dan disusun kembali oleh pengarangnya menjadi sebuah novelet yang sangat memikat dan enak dibaca. Kekurangan buku ini, masih ada beberapa kalimat yang salah ketik (typo), seperti seharusnya 'dikatakan' ditulis dikatakna (hlm. 23). Namun, kekurangan tersebut tidak menutup sisi kemenarikan novelet ini.

Adalah Putro dan Tini sebagai tokoh utama dalam novelet ini. Keduanya adalah seorang pasutri yang mulanya hidup bahagia, dan bertambah bahagia saat keduanya dikaruniai seorang anak perempuan yang cantik dan imut. Tetapi, ketika Putro kena PHK, ia lama menjadi pengangguran. Melamar kerja ke sana ke mari namun tidak ada lowongan. Seisi rumah pun mereka jual sampai tidak ada lagi yang hendak dijual. 

Keduanya pun mencari hutangan hingga tidak ada lagi orang yang mau memberi hutangan. Sampailah akhirnya mereka berdua lapar dan sangat kelaparan. Putro menceraikan istrinya sebab tidak bisa menafkahi. Putro menjadi perampok. Sementara Tini menjual anaknya, Sri, kepada seorang nyonya kaya dengan harga yang sangat murah. Tini kemudian menjual dirinya, hingga pada suatu malam ia bertemu dengan Putro yang hendak membeli tubuhnya.

Putro mau kembali menjalin hubungan seperti dahulu dengan Tini, menjadi keluarga utuh dan menebus kembali Sri yang telah dijual. Tini dipaksa, ia tidak mau. Akhirnya, ia lari dan Putro mengejarnya sampai ke lintasan rel kereta api. Malam yang kalut itu, keduanya tidak mendengar derum kereta api dan tidak melihat cahaya lampu yang memancar dari kepala si ular besi. Lalu, keduanya tertabrak dan menjadi hantu yang senantiasa berteriak, "Lapaaaarr... Lapaaaaaaarr."

Rozi Rista Aga Zidna