Mulanya, pertama kali membaca judul buku Bukan Buku Agama, Bukan Resep Masakan ini, benak kepala bertanya-tanya, "Lalu, sebetulnya ini buku apa?" Aneh sekali judul yang dipilih penulis. Ataukah ini cara jitu yang diluncurkan penulis untuk memikat calon pembaca? Bisa jadi demikian.
Jadi, menurut saya, buku ini merupakan jurnal Kang Maman, yang dipenuhi dengan pemikiran penulis, dipaparkan dalam bentuk tulisan argumentasi dan diselingi puisi. Karena itu, bentuknya serupa jurnal, tema yang diangkat pun beragam.
Pada salah satu judul tulisannya, Kang Maman menyoal tentang kehadiran sosok bapak yang digambarkan sebagai lelaki yang selalu diam, namun diamnya adalah doa. Ia yang paling deras tangisnya saat sang buah hati melangsungkan akad nikah.
BAPAK
Lelaki itu
Bapak namanya
Yang paling menangis
Ketika anaknya
Mengucapkan
Akad nikah
Dan selalu
Merasa bersalah
Karena merasa belum
Memberi apa-apa
Lelaki itu
Diamnya doa
Keringatnya doa
Air matanya doa
Bahkan
Kematiannya pun doa
Lelaki itu
Bapak namanya
Meski
la kerap berujar
Nak,
Janganlah seperti bapak (halaman 282).
Tulisan Kang Maman sarat makna. Mayoritas di antaranya juga sebagai pengingat diri untuk menjadi manusia yang baik, menjadi bapak yang berkesan hangat terhadap anaknya, serta menjadi anak yang tahu membalas jasa orang tua.
Selain sebagai pengingat diri, tulisan Kang Maman selalu membuat saya berpikir lebih jauh. Mulai dari tingkat melek literasi suatu negara yang berbanding lurus dengan tingkat kebahagiaan warganya dan berbanding terbalik dengan jumlah kasus korupsi, soal perjalanan hoaks yang bagaikan bola salju, atau soal kriminalitas sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
Bagaimana seorang berdedikasi menuliskan berbagai muntahan isi kepala dalam alur-alur puisi dan narasi. Seperti itulah matangnya jemari penulis menorehkan tinta-tinta yang tak sekadar hitam. Seringkali terlintas dalam pikiran dan hati, bagaimana pula seorang penulis dapat menulis banyak hal yang tidak pernah pembaca pikirkan?
Menurut saya, sebenarnya buku ini adalah fotografi, tapi dalam bentuk tulisan. Kang Maman sebagai pegiat literasi banyak memotret kejadian sehari-hari di jalanan. Baik yang dilihat oleh matanya, maupun mata orang lain (jurnalis koran dan televisi).
Ia mengomentari banyak hal. Tentang kriminalitas, tentang KPK, tentang bapak, sahabat, prostitusi, hoaks, Indonesia, penulis, dan pemimpin. Tergantung hari ia menangkap momennya.
Tingkat Dewa
Kehidupan manusia tidak bisa berjalan baik tanpa kesediaan hidup bersama, saling menghargai, menjunjung tinggi hak asasi setiap orang. Dan menaruh kepentingan nasional dalam bingkai nilai kemanusiaan.
Karenanya, pemimpin dan jajaran penyelenggara negara, harus mampu merangkai kesatuan dalam keragaman. Harus pandai merangkul lawan, tanpa lupa menjaga kawan!
Dan sebagai pancaran rasa syukur atas karunia Tuhan, pemerintahan dan jajarannya harus gemar bekerja membangun negara, tanpa lupa menjaga aset negara (halaman 275).
Buku ini memang Bukan Buku Agama, Bukan Resep Masakan, namun adalah buku yang menemani kita menyeruput minuman hangat ketika hujan atau saat terjebak macet di perjalanan. Atau mungkin menjadi kawan rehat kita usai beraktivitas seharian.
Sepilihan tulisan dan puisi di dalam buku ini mengajak kita sejenak merenungkan banyak kejadian di negeri ini, menumbuhkan lagi empati yang nyaris mati, menimbang pikiran sekaligus mendengar suara hati paling sunyi, melangitkan syukur kepada Tuhan, juga memulangkan rindu pada orang-orang tersayang.
Selamat membaca!
Identitas Buku
Judul: Buku Bukan Buku Agama, Bukan Resep Masakan
Penulis: Kang Maman
Penerbit: Diva Press
Cetakan: I, April 2020
Tebal: 288 Halaman
ISBN: 978-602-391-937-6
Baca Juga
-
Menkeu Purbaya Ancam Tarik Anggaran Program Makan Gratis jika Penerapannya Tidak Efektif
-
Ferry Irwandi Ungkap Jumlah Orang Hilang pada Tragedi 25 Agustus yang hingga Kini Belum Ditemukan
-
Nadya Almira Dituding Tak Tanggung Jawab Usai Tabrak Orang 13 Tahun yang Lalu
-
Vivo V60 Resmi Rilis, Andalkan Kamera Telefoto ZEISS dan Snapdragon 7 Gen 4
-
Review Buku Indonesia Merdeka, Akhir Agustus 2025 Benarkah Sudah Merdeka?
Artikel Terkait
-
Tingkatkan Potensi dan Raih Mimpimu dalam Buku The Potential Dream
-
Buku The Productive Muslim: Menggabungkan Iman dalam Produktivitas Muslim
-
Ulasan Buku Dont Be Sad, Motivasi Islami yang Menenangkan Jiwa
-
Menemukan Bahagia di Tengah Hidup yang Kacau dalam Buku How To B Happy
-
Isu Mental Health dalam Buku Kupikir Segalanya Akan Beres Saat Aku Dewasa
Ulasan
-
Review Film One Battle After Another: Pusaran Dendam yang Nggak Pernah Padam
-
Review Film Kang Solah from Kang Mak x Nenek Gayung: Sekuel Kocak yang Bikin Penonton Ngakak!
-
Ulasan Novel Mangsa (Prey), Ancaman Kematian di Belantara Montana
-
Hari Tani Nasional: Ini Sejarah dan Makna yang Perlu Kamu Tahu
-
Review Film The Long Walk: Alegori Negara yang Menumbalkan Rakyat
Terkini
-
Bukan Sekadar Suka Bersih, Kenali Gejala dan 5 Tipe OCD Menurut Psikolog
-
Ungkap Ada Rasa Spesial? Ini Hubungan Titi DJ dan Thomas Djorghi
-
Gerbong STY Kian Habis: Kini Giliran Marselino Ferdinan Ditinggal Patrick Kluivert
-
Donald Trump Sambut Positif Desakan Perdamaian di Gaza, Pencitraan Semata?
-
Bangkok 'Ditelan Bumi'! Jalan di Depan Rumah Sakit Amblas Jadi Lubang 50 Meter