Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Fathorrozi 🖊️
Buku Bukan Buku Agama, Bukan Resep Masakan (Goodreads)

Mulanya, pertama kali membaca judul buku Bukan Buku Agama, Bukan Resep Masakan ini, benak kepala bertanya-tanya, "Lalu, sebetulnya ini buku apa?" Aneh sekali judul yang dipilih penulis. Ataukah ini cara jitu yang diluncurkan penulis untuk memikat calon pembaca? Bisa jadi demikian.

Jadi, menurut saya, buku ini merupakan jurnal Kang Maman, yang dipenuhi dengan pemikiran penulis, dipaparkan dalam bentuk tulisan argumentasi dan diselingi puisi. Karena itu, bentuknya serupa jurnal, tema yang diangkat pun beragam.

Pada salah satu judul tulisannya, Kang Maman menyoal tentang kehadiran sosok bapak yang digambarkan sebagai lelaki yang selalu diam, namun diamnya adalah doa. Ia yang paling deras tangisnya saat sang buah hati melangsungkan akad nikah.

BAPAK

Lelaki itu

Bapak namanya

Yang paling menangis

Ketika anaknya

Mengucapkan

Akad nikah

Dan selalu

Merasa bersalah

Karena merasa belum

Memberi apa-apa

Lelaki itu

Diamnya doa

Keringatnya doa

Air matanya doa

Bahkan

Kematiannya pun doa

Lelaki itu

Bapak namanya

Meski

la kerap berujar

Nak,

Janganlah seperti bapak (halaman 282).

Tulisan Kang Maman sarat makna. Mayoritas di antaranya juga sebagai pengingat diri untuk menjadi manusia yang baik, menjadi bapak yang berkesan hangat terhadap anaknya, serta menjadi anak yang tahu membalas jasa orang tua.

Selain sebagai pengingat diri, tulisan Kang Maman selalu membuat saya berpikir lebih jauh. Mulai dari tingkat melek literasi suatu negara yang berbanding lurus dengan tingkat kebahagiaan warganya dan berbanding terbalik dengan jumlah kasus korupsi, soal perjalanan hoaks yang bagaikan bola salju, atau soal kriminalitas sesuai dengan latar belakang pendidikannya.

Bagaimana seorang berdedikasi menuliskan berbagai muntahan isi kepala dalam alur-alur puisi dan narasi. Seperti itulah matangnya jemari penulis menorehkan tinta-tinta yang tak sekadar hitam. Seringkali terlintas dalam pikiran dan hati, bagaimana pula seorang penulis dapat menulis banyak hal yang tidak pernah pembaca pikirkan?

Menurut saya, sebenarnya buku ini adalah fotografi, tapi dalam bentuk tulisan. Kang Maman sebagai pegiat literasi banyak memotret kejadian sehari-hari di jalanan. Baik yang dilihat oleh matanya, maupun mata orang lain (jurnalis koran dan televisi).

Ia mengomentari banyak hal. Tentang kriminalitas, tentang KPK, tentang bapak, sahabat, prostitusi, hoaks, Indonesia, penulis, dan pemimpin. Tergantung hari ia menangkap momennya.

Tingkat Dewa

Kehidupan manusia tidak bisa berjalan baik tanpa kesediaan hidup bersama, saling menghargai, menjunjung tinggi hak asasi setiap orang. Dan menaruh kepentingan nasional dalam bingkai nilai kemanusiaan.

Karenanya, pemimpin dan jajaran penyelenggara negara, harus mampu merangkai kesatuan dalam keragaman. Harus pandai merangkul lawan, tanpa lupa menjaga kawan!

Dan sebagai pancaran rasa syukur atas karunia Tuhan, pemerintahan dan jajarannya harus gemar bekerja membangun negara, tanpa lupa menjaga aset negara (halaman 275).

Buku ini memang Bukan Buku Agama, Bukan Resep Masakan, namun adalah buku yang menemani kita menyeruput minuman hangat ketika hujan atau saat terjebak macet di perjalanan. Atau mungkin menjadi kawan rehat kita usai beraktivitas seharian.

Sepilihan tulisan dan puisi di dalam buku ini mengajak kita sejenak merenungkan banyak kejadian di negeri ini, menumbuhkan lagi empati yang nyaris mati, menimbang pikiran sekaligus mendengar suara hati paling sunyi, melangitkan syukur kepada Tuhan, juga memulangkan rindu pada orang-orang tersayang.

Selamat membaca!

Identitas Buku

Judul: Buku Bukan Buku Agama, Bukan Resep Masakan

Penulis: Kang Maman

Penerbit: Diva Press

Cetakan: I, April 2020

Tebal: 288 Halaman

ISBN: 978-602-391-937-6

Fathorrozi 🖊️