Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Thomas Utomo
Sang Putri dan Sang Presiden.[Dokumentasi pribadi/ Thomas Utomo]

Lady Diana atau Diana Spencer meninggal pada 31 Agustus 1997 di Prancis karena kecelakaan lalu lintas. Konon, waktu itu, mobil yang dikendarainya bersama kekasih, mengalami kecelakaan akibat dikejar-kejar paparazzi.

Tetapi bagaimana jika Lady Diana tidak meninggal? Justru Ratu Elizabeth II dan Pangeran Charles, sang Putra Mahkota yang menemui ajal

Inilah premis utama novel Sang Putri dan Sang Presiden atau bahasa aslinya; Prancis: La Princesse et Le President. Novel ini adalah karya mantan Presiden Prancis periode Mei 1974 sampai dengan Mei 1981; Valery Giscard d'Estaing, biasa juga disebut VGE. Novel ini diluncurkan pada 2009 dan menimbulkan banyak perdebatan.

Sebabnya, sang penulis adalah anggota Academie Francaise, yakni dewan kebudayaan Prancis yang beranggotakan budayawan dan sastrawan terkemuka Negeri Napoleon. Dewan ini disebut-sebut amat tinggi reputasi, martabat, dan kedudukannya. Untuk masuk ke dalam keanggotaannya pun tidak mudah. Hanya kalangan tertentu dengan kriteria tertentu yang dapat memasukinya. Salah dua syaratnya, adalah dari golongan cendekia dan biasa menulis karya serius serta bermutu.

Sang Putri dan Sang Presiden sendiri dianggap karya picisan, tidak bermutu, karena memaparkan 'dongeng' yang kesejatiannya masih terlalu dekat dengan masyarakat XIX. Bahkan sebagian besar pelaku aslinya masih hidup, antara lain: Ratu Elizabeth II, Pangeran Charles, Pangeran William, dan Pangeran Harry. Presiden Prancis yang dikisahkan dalam novel ini pun tidak lain merupakan penjelmaan sosok Valery Giscard d'Estaing sendiri.

Namun, ada pula kalangan yang membela karya ini. Mereka mengatakan sah-sah saja jika Valery Giscard d'Estaing menggunakan dasar kisah nyata kemudian mengemudikan kelanjutan cerita sesuai imajinasinya sebagai penulis.

Sama sahnya ketika Valery Giscard d'Estaing menulis La Victoire de la Grande Armee (2010) yang mengisahkan kemenangan bangsa Prancis atas Rusia dalam penaklukan tahun 1812. Dalam kenyataannya, Prancis yang kala itu dipimpin Napoleon I mengalami kekalahan besar di hadapan Beruang Merah Rusia.

Karena Valery Giscard d'Estaing tidak menulis sejarah, melainkan menganggit cerita fiksi, maka pemutarbalikan fakta tersebut diperbolehkan.

Novel Sang Putri dan Sang Presiden diterjemahkan oleh Ida Sundari Husen, penerjemahan bahasa Prancis terkemuka di Indonesia. Novel ini dituturkan dari dua sudut pandang berbeda, secara bergantian, yakni sudut pandang Presiden Prancis dan sang sekretaris pribadi. Jika yang bercerita adalah "aku" Sang Presiden, maka tulisan dalam novel dibuat tegak. Sedangkan saat cerita dipaparkan oleh "aku" sekretaris pribadi, tulisan dalam novel dibuat italic alias miring. Dengan demikian, akan memudahkan pembaca untuk seketika mengenali siapa tokoh yang tengah berbicara?

Dalam novel ini dituturkan bagaimana kegagalan mahligai perkawinan Diana dengan Charles. Bagaimana Charles masih memendam bahkan memelihara cinta kepada Camilla (yang di zaman sekarang menjadi istri sah Charles).

Diana dan Charles kemudian sepakat bercerai. Sementara Diana didera beban pikiran berat lantaran tekanan pihak istana dan publik Inggris serta kejaran paparazzi, dia menemukan kebahagiaan melalui pertemuan-pertemuan rahasia dengan Presiden Prancis.

Ketika akhirnya dia resmi bercerai dengan suami, pernikahan dengan Presiden Prancis tak dapat dilakukan dengan alasan-alasan rumit, hingga kemudian terjadilah peristiwa nahas.

"Ratu sendiri telah memutuskan untuk langsung pulang ke Inggris untuk menghadiri upacara pemakaman korban ledakan tambang batu bara di Durham. Putera mahkota ingin menyertainya. Tidak ada pesawat lain yang siap untuk penerbangan langsung. Karena itulah mereka berada dalam pesawat yang sama. Mereka terbang dari New Delhi.

"Pada waktu itu, cuaca di wilayah Timur Tengah buruk sekali. Pesawat mereka memutar ke arah utara untuk menghindari badai. Pesawat sedang terbang di perbatasan Irak ketika kena tembakan meriam. Pesawat itu adalah pesawat militer dari Royal Air Force ... dan seterusnya." (halaman 195).

Malapetaka tersebut memuluskan jalan Sang Putri dan Sang Presiden Prancis untuk naik pelaminan. Demikianlah, novel ini berakhir layaknya dongeng nina bobo dengan happily ever after

Bagi saya selaku pembaca, cerita dalam novel ini memang serupa kisah picisan. Rumusan ceritanya persis sama, putri yang menderita akhirnya bahagia dengan lelaki idaman untuk seterus-terusnya. Namun kelebihan yang dapat menetralisir kekurangan tersebut adalah nilai wawasan yang dipaparkan secara meyakinkan, seperti protokol kerajaan dan peliknya hubungan bilateral dua negara.

Thomas Utomo