Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Maulina nur choirunisa
Ilustrasi buku (Unsplash/JareddCraig)

Pujangga Baru yaitu sebuah majalah sastra Indonesia yang diterbitkan dari bulan Juli 1933 sampai dengan Februari 1942.. Bagian ini mencakup periode singkat dalam perkembangan sastra Indonesia. Namun, waktu yang begitu singkat melahirkan beberapa gagasan, khususnya dalam sastra Indonesia, yang disorot oleh majalah tersebut. Pujangga Baru, sebuah publikasi yang sangat terkemuka pada saat itu.

Majalah Sutan Takdir Alisyahbana selalu menelurkan berbagai polemik tentang berbagai topik, khususnya budaya dan pendidikan Indonesia. Karena pengaruh majalah, kontroversi apa pun selalu tumpah ke tingkat nasional. Dengan masuknya Jepang yang membubarkan majalah Pujangga Baru, berbagai polemik pun berakhir.

Sutan Takdir Alisyahabana merilis Majalah Pujangga Baru pada Mei 1933, setelah sebelumnya menerbitkan banyak publikasi. Tujuan penciptaannya adalah untuk menciptakan karya sastra baru yang mencerminkan semangat zaman dan menyatukan para penulis dalam satu wadah, berbeda dengan sebelumnya yang membiarkan mereka diceraikan dengan menulis di berbagai terbitan.

Berdirinya majalah Pujangga Baru menunjukkan bukti kebutuhan masyarakat bahwa akan ada media publikasi pada waktu itu yang menampung dan membahas sastra dan budaya. Awalnya, majalah ini dicetak oleh pencetak orang Belanda A. Dahleer, Kolf. Sutan Fate Alisyahbana kemudian memutuskan untuk menerbitkan sendiri.

Jangan menganggap majalah sebagai majalah seperti majalah sastra Horison yang dewasa ini tercetak bagus dan tersebar luas. Majalah ini beroplah 500 eksemplar dengan penyebaran terbatas ke kalangan guru dan mereka yang dianggap memiliki perhatian terhadap masalah kebudayaan dan kesusastraan.

Majalah ini memiliki oplah 500 eksemplar dan hanya dikirimkan kepada dosen dan mahasiswa yang dianggap tertarik dengan isu-isu budaya dan sastra. Majalah itu juga dikirim ke sultan, tetapi tidak diterima dengan hangat. Orang-orang yang terbatas termasuk mereka yang datang ke Malaysia untuk mempengaruhi keadaan.

Meski pembacanya kecil, pengaruhnya sangat besar. Prof. Hussein Djajadiningrat, Maria Ulfah Santoso, Amir Sjarifuddin, Pak Sumanang, dan Poerwadarminta termasuk di antara para profesional yang menyumbangkan esai. 

Pujangga Baru terbit sebagai tanggapan atas berbagai penyensoran tulisan-tulisan para penulis oleh Balai Pustaka pada saat itu, khususnya karya-karya sastra yang melibatkan rasa nasionalisme dan kesadaran nasional. Sastra Pujangga Baru merupakan gerakan sastra yang bersifat ilmiah, nasionalistik, dan elitis.

Diklaim dalam edisi perdana Pujangga Baru majalah itu akan terbit setiap dua bulan sekali oleh Armijn Pane, Amir Hamzah, dan Sutan Takdir Alisjahbana. Lalu ada tawaran berlangganan agar dapatlah kami mengira-ngira jumlah lembar Pujangga baru yang akan dicetak menyiratkan bahwa majalah itu diluncurkan tanpa uang yang cukup.

Sekitar 150 orang menjadi pelanggan majalah karena hal ini. Tentu saja, jika dibandingkan dengan majalah terbitan lain, jumlah itu tidak seberapa. Saat itu, Majalah Panji Pustaka (1922 1945) dan Majalah Pedoman Masyarakat (19351942), misalnya, merupakan majalah mingguan yang oplahnya jauh lebih besar daripada Pujangga Baru. Jangkauan khususnya Pedoman Komunitas juga jauh lebih luas.

Di bidang sastra, kedua majalah tersebut telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam produksi sejumlah penulis, serta dalam penerimaan karya-karya penulis muda. Meski demikian, peran yang dilakukan oleh kedua majalah tersebut tidak meniadakan sumbangsih Pujangga Baru bagi kemajuan sastra Indonesia. Kelahiran majalah Pujangga Baru yang juga dimaksudkan untuk memuaskan hasrat para penulis di seluruh nusantara, juga merupakan jawaban atas keberadaan Panji Pustaka yang dinilai tidak memberikan ruang yang cukup bagi para penulis untuk mengembangkan kreativitasnya.

Pujangga Baru terus memiliki tempat yang unik dalam hal budaya dan pemikiran. Pentingnya Sutan Takdir Alisjahbana dalam hal ini tidak bisa dilebih-lebihkan. Karena pentingnya fungsi tokoh ini, hampir sulit untuk membahas Pujangga Baru tanpa menyebut namanya, terutama dari segi polemik budayanya. Bagaimanapun, dia adalah karakter utama.

Maulina nur choirunisa