Orang-orang pesantren dan alumninya yang menulis puisi telah banyak tampil dalam kancah pencaturan sastra nasional maupun internasional. Sebut saja beberapa nama seperti KH Mustofa Bisri (Gus Mus), Emha Ainun Nadjib, Acep Zamzam Noer, Jamal D. Rahman, dan banyak lagi. Hal ini menunjukkan bahwa keindahan dalam bersastra masih terus tumbuh dan berkembang pada kalangan santri di pesantren.
Buku kumpulan puisi Kasidah Air Mata ini ditulis oleh Zainul Walid dari Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah, Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur. Ia pernah menjuarai lomba nasional menulis puisi Hari Ulang Tahun ke-84 Sutan Takdir Alisjahbana pada tahun 1992. Ia seorang penggiat penulisan sastra di pesantren yang pernah dipimpin oleh KHR As'ad Syamsul Arifin.
Dengan membaca buku kumpulan puisi ini, kita dapat menyibak kehidupan lewat jendela nurani seorang ustaz di pesantren yang memiliki pandangan dan kepercayaan bahwa kehidupan di dunia ini memerlukan bahasa nan indah, antara lain: puisi.
Mayoritas puisi-puisi yang terhimpun dalam buku ini dikhususkan atau ditujukan kepada seseorang, lebih tepatnya teruntuk orang-orang terkasihnya. Sebut saja, puisi pertama di buku ini bertajuk Lelaki yang Mengusung Derita Manusia, Selamat Jalan ditujukan untuk almarhum KHR Achmad Fawaid As'ad, Pengasuh III Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo.
Lelaki yang terengah-engah sendirian mengangkat berat pikulan, selamat jalan
Lelaki yang makin sendiri setelah kakak perempuan pengganti ibunya, yang mengasuh dan menemaninya sejak kanak, pergi untuk selamanya, selamat jalan
Lelaki yang hatinya menangis sesenggukan, percaya tidak percaya bahwa ia tinggal sendirian, tapi senyum di mulutnya terus mengembang, karena dunia tidak boleh murung oleh hatinya yang murung, selamat jalan
Demikianlah petikan puisi yang bernada elegi demi mengenang sosok maha gurunya ini. Sementara itu, ia juga menulis dengan tajuk Matahari Muda, Selamat Datang. Puisi ini teruntuk KHR Achmad Azaim Ibrahimy Pengasuh IV Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo. Berikut kutipannya:
Inilah belantara tanah tapa kakek moyangmu yang dibabat puluhan tahun lamanya dengan cinta dan air mata
Inilah belantara yang telah menjelma kebun akidah, syariah, akhlak indah, dendang kasmaran para syuhada, dan rumus-rumus mengolah semesta
Dan banyak lagi puisi-puisi lain yang termuat di dalam buku ini yang sengaja ditujukan untuk orang-orang tercinta sebagai ungkapan hati dan kerinduan, semisal Aku Menangisimu untuk Alm. WS Rendra, Penyair Burung Merak, Darahmu untuk KH. D. Zawawi Imron, Penyair Celurit Emas asal Sumenep Madura, dan lain sebagainya.
Baca Juga
-
CERPEN: Banjir di Hari Pernikahan
-
5 Tablet dengan RAM Besar Ramah Kantong, Spek Dewa Harga Mulai Rp 1 Jutaan
-
4 HP dengan Kamera Selfie Terbaik Rp 1 Jutaan, Bisa Bantu Ibu Rumah Tangga Ngonten Facebook
-
Realme Narzo 90 Baru Debut di India: Usung Baterai Badak, Triple Sensor Mirip iPhone 16 Pro
-
Fakta Baru dari Bocoran Redmi K90 Ultra: Baterai Jumbo Cepat Penuh
Artikel Terkait
-
Ulasan Buku 'Mengambil Hikmah dari Kehidupan': Setiap Kejadian Ada Hikmahnya
-
Ulasan Buku Move Beyond Your Average Limits Like Merry Riana: Setiap Orang Berhak Hidup Sukses!
-
Ulasan Buku 'Kisah 25 Nabi dan Rasul': Langkah Mudah Belajar Sejarah
-
Pesantren di Kabupaten Maros Tolak Kibarkan Bendera Merah Putih dan Tidak Mau Pasang Foto Presiden RI
-
Sisi Lain Seorang Pengarang, Ulasan 'Melihat Pengarang Tidak Bekerja'
Ulasan
-
Hada Cable Car Taif: Menyusuri Pegunungan Al-Hada dari Ketinggian
-
Ulasan Novel Janji, PerjalananTiga Santri Menemukan Ketulusan Hati Manusia
-
Review Film Avatar Fire and Ash: Visual Memukau, tetapi Cerita Terasa Mengulang
-
Ulasan Novel Grass, Kesaksian Sunyi Perempuan Korban Perang
-
Ulasan Drama Love in the Clouds: Takdir yang Tidak Pernah Melepaskan
Terkini
-
Pesan untuk Para Ibu di Hari Ibu: Jangan Lupa Mengapresiasi Diri Sendiri
-
Jangan Terjebak Ekspektasi, Ini Cara Sehat Mengelola Tekanan Sosial
-
Jangan Anggap Sepele! Larangan Selama Kehamilan yang Sering Diabaikan
-
4 Moisturizer yang Ampuh Berikan Efek Brightening dan Perkuat Skin Barrier!
-
CERPEN: Banjir di Hari Pernikahan