Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Budi Prathama
Frans Kaisiepo. (Wikipedia)

Nama Frans Kaisiepo sebagai pahlawan bangsa mungkin sangat sedikit orang yang mengenalnya, namun kiprahnya dalam perjuangan bangsa Indonesia juga memiliki peranan penting terutama saat membebaskan Irian Barat untuk kembali kepada pangkuan ibu pertiwi dengan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Frans Kaisiepo lahir pada tanggal 10 Oktober 1921 tepat di Wardo, Biak, Irian Jaya, seperti dikutip dalam buku, “Pahlawan-Pahlawan Bangsa yang Terlupakan” karangan Johan Prasetya.

Pada saat Jepang menduduki Indonesia yang membuat banyak menguasai kepulauan,  mengakibatkan pemerintahan Belanda di New Guinea kekurangan personel yang terlatih dalam bidang pemerintahan. Maka atas kekurangan itulah membuat Residen J.P van Eechoud mendirikan sekolah kepolisian dan sekolah pamong praja di Hollandia (sekarang Jayapura) pada tahun 1944.

Melalui sekolah itu tampaknya ada angin segar bagi para pemuda Papua untuk membangkitkan rasa nasionalismenya, hal itu terbukti saat proklamasi kemerdekaan banyak pelajar dari Papua terlibat dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Para pemuda bahu membahu melawan kolonialisme Belanda yang ingin kembali menduduki Indonesia. Salah satu pemuda yang gigih untuk melawan kolonialisme itu adalah Frans Kaisiepo.

Frans Kaisiepo juga terlibat dalam rapat yang dipimpin oleh Sugoro Admoprasojo melalui dewan perwakilan. Rapat tersebut diadakan secara sembunyi-sembunyi dengan pembahasan rapat untuk menolak pendudukan kembali Belanda dan pembahasan Papua untuk bersatu dengan RI.

Saat terjadi pemberontakan rakyat Biak melawan pemerintah kolonial Belanda pada Maret 1948, peran Frans Kaisiepo termasuk orang yang menginisiasi pemberontakan tersebut. Frans Kaisiepo juga menolak untuk menjadi Ketua Delegasi Nederlands Nieuw Guinea ke Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Hag, Belanda. Konsekuensinya, Frans Kaisiepo pun dipenjara dari tahun 1954-1961.

Setelah dibebaskan dari penjara, Frans Kaisiepo pun mendirikan Partai Politik Irian untuk menuntut penyatuan kembali Naderlands Nieuw Guinea ke dalam kekuasaan Republik Indonesia. Situasi yang terjadi bahwa pemerintah Belanda ingin melakukan dekolonisasi, akan tetapi sikap Presiden Soekarno waktu itu mencetuskan Trikora (Tri Komandan Rakyat) pada 19 Desember 1961 di Yogyakarta. Isi komando itu adalah menggagalkan pembentukan negara Papua buatan kolonial Belanda, mengibarkan bendera merah putih di Irian Barat tanah air Indonesia, dan persiapan mobilisasi umum untuk mempertahan kemerdekaan kesatuan tanah air dan bangsa.

Ketika Papua merasa bahwa Irian Barat sudah berlarut-larut dalam masalah selama beberapa tahun, Frans Kaisiepo yang menjabat sebagai Gubernur Papua bersama rakyat Irian Barat sepakat untuk bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 1969. Frans Kaisiepo juga berperan besar saat dilaksanakan Papera (Penentuan Pendapat Rakyat) pada tahun 1969.

Pada 10 April 1979, Frans Kaisiepo meninggal dunia di Irian Barat saat masih menjabat sebagai Gubernur Papua. Jenazahnya pun dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Cendrawasih, Irian Jaya. 

Budi Prathama