Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | sari rachmah
Ilustrasi manusia (pexels.com/pixabay)

Makhluk hidup di dunia ini, baik itu tumbuhan, hewan dan tak terkecuali manusia memiliki kemampuan adaptasi. Kemampuan adaptasi tentu diperlukan  oleh makhluk hidup, salah satunya untuk mempertahankan hidup. Jika hukum rimba berbunyi “Yang kuat yang mampu bertahan hidup” , maka teori Charles Darwin  berbunyi “Bukan yang kuat yang bertahan, tapi yang bisa menyesuaikan diri”.  Atau dengan kata lain yang yang paling adaptif terhadap perubahan yang mampu bertahan.

Tidak hanya hewan dan  tumbuhan, manusia juga beradaptasi dengan lingkungan. Itulah sebabnya manusia yang tinggal di daerah tropis dan subtropis memiliki perbedaan secara fisik sebagai cara tubuh beradaptasi dengan lingkungan. Sehingga, tanpa kita sadari, semua yang ada dalam diri manusia adalah bentuk adaptasi terhadap lingkungan. 

Namun, seperti apakah perbedaan bentuk adaptasi manusia yang tinggal di daerah tropis dan subtropis? Barangkali lima hal ini sering kamu lihat, tetapi tidak menyadarinya sebagai bentuk adaptasi tubuh terhadap lingkungan. 

1. Perbedaan bentuk hidung manusia di daerah tropis dan subtropis

Perbedaan bentuk hidung manusia sebagai adaptasi terhadap lingkungan (pexels.com/pixabay)

Jika orang Indonesia dan umumnya orang yang tinggal didaerah tropis memiliki bentuk hidung yang bulat, maka umumnya orang yang tinggal di daerah subtropis memiliki bentuk hidung yang runcing.Penelitian yang dilakukan oleh tim ahli dari Pennsylvania State University di Amerika Serikat mengembangkan teori pelopornya, Arthur Thomson, dilansir Hello sehat, bahwa hal ini terjadi sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan. 

Begini penjelasannya:

Bentuk hidung runcing dan ramping orang-orang yang tinggal di daerah sub tropis berfungsi sebagai pengatur suhu udara yang masuk dari luar tubuh. Pasalnya, daerah subtropis merupakan wilayah dengan suhu udara yang cukup dingin. Sementara, suhu udara yang masuk ke paru-paru perlu dihangatkan terlebih dahulu sebelum masuk paru-paru. Dengan bentuk hidung yang runcing dan ramping, memungkinkan udara tertahan lebih lama dalam lubang hidung untuk diatur suhu dan kelembabannya. 

Sekarang kamu tahu kan, mengapa orang-orang yang tinggal di daerah tropis umumnya memiliki bentuk hidung yang bulat dan pendek. Sebab, dengan suhu udara yang hangat di daerah tropis, udara tak perlu ditahan berlama-lama dalam lubang hidung sebelum masuk ke paru-paru. 

2. Kulit manusia juga beradaptasi terhadap lingkungan tropis dan subtropis

Ilustrasi kulit orang yang tinggal didaerah tropis dan subtropis (pexels.com/Angela Roma)

Nah, ada yang tahu mengapa orang-orang yang tinggal didaerah tropis berkulit lebih gelap daripada orang-orang yang tinggal di daerah subtropis? Sebelum lebih jauh lagi pembahasannya, kamu perlu tahu warna kulit merupakan salah satu bentuk adaptasi terhadap lingkungan. 

Dilansir sehatq ,wilayah beriklim tropis dengan sinar matahari yang menyengat tentu berbahaya bagi kesehatan kulit. Sinar ultraviolet dari cahaya matahari berpotensi menyebabkan kanker kulit. Warna kulit gelap pada masyarakat daerah tropis merupakan proteksi terhadap bahaya sinar ultraviolet. Sebab, kulit gelap pertanda tebalnya pigmen melanin  pada kulit dimana zat inilah yang berperan melindungi kulit dari bahaya ultraviolet. 

3. Bulu hidung masyarakat yang tinggal di daerah subtropis lebih lebat

Bulu hidung masyarakat yang tinggal di daerah subtropis lebih lebat daripada masyarakat tropis (pexels.com/Alexey Demidov)

Bulu hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran seperti kuman, jamur, spora, debu dan partikel lainnya yang masuk bersama udara ke dalam lubang hidung. Dilansir Belajar Sampai  Mati wilayah subtropis banyak bertebaran serbuk sari dan spora di udara pada musim - musim tertentu, maka sebagai bentuk adaptasi bulu hidup masyarakat yang tinggal di wilayah ini lebih lebat daripada masyarakat yang tinggal di wilayah tropis. 

4. Freckless pada orang kulit putih melindungi dari sinar ultraviolet

Ilustrasi freckles (pexels.com/ Jenna Hamra)

Jika orang berkulit gelap yang tinggal di daerah tropis memiliki pigmen melanin jenis eumelanin yang berfungsi melindungi kulit dari radiasi ultraviolet, maka kulit orang-orang yang tinggal di daerah subtropis mengandung pigmen pheomelanin,  dilansir klikdokter. Pigmen ini biasanya muncul pada musim panas akibat paparan sinar matahari. Lalu, akan menghilang dengan sendirinya pada musim dingin.

5. Mata sipit dapat melindungi dari silau cahaya matahari

Ilustrasi mata orang asia timur (pexels.com/Cottonbro)

Jika kamu pernah melihat dan memperhatikan lipatan kulit sekitar mata atau istilahnya lipatan  epikantus pada mata orang-orang asia timur seperti Korea, Cina, Jepang, dan lain sebagainya, tahukah kamu bayi baru lahir pun memiliki lipatan epikantus yang membuat mata terlihat sipit. 

Dilansir ilmiahku, lipatan epikantus pada bayi akan menghilang seiring bertambahnya usia. Lipatan epikantus pada mata bayi berfungsi untuk melindungi mata dari paparan sinar matahari. Namun, lipatan epikantus pada orang-orang  Asia timur  tidak akan menghilang, sebab hal ini terjadi sebagai bentuk adaptasi terhadap lingkungan. 

Pada musim salju di wilayah Asia timur, paparan cahaya matahari dapat sangat menyilaukan akibat terkena permukaan salju yang serba putih. Sehingga, umumnya penduduk di wilayah Asia timur seperti Korea, Cina, Jepang, memiliki lipatan epikantus yang membuat mata mereka terlihat sipit. 

Nah, sekarang kamu tahu, tidak ada yang sia-sia dari setiap sudut rupa dan bentuk fisik manusia. Jadi, daripada berusaha membanding-bandingkan diri dengan yang lainnya, bukankah lebih baik mensyukurinya dengan cara merawat tubuh sebaik mungkin.

sari rachmah